Pentingnya Persiapan Sebelum Ikut Lomba Maraton
JAKARTA, KOMPAS — Persiapan menjadi hal yang sangat penting sebelum ambil bagian pada kompetisi maraton atau jarak jauh (42,195 kilometer). Apalagi jika seseorang mengikuti lari ultra-maraton dengan jarak beragam, mulai dari 50 kilometer hingga di atas 100 kilometer.
”Bagi kami, para atlet, lari maraton benar-benar sesuatu yang berat. Jika memang ingin berlari dengan jarak lebih dari itu (42,195 km), tentu persiapannya harus benar-benar ekstra,” kata pelari senior Jawa Barat dan nasional Supriyati Sutono, Sabtu (4/11).
Supriyati menanggapi kematian Andi Nursaiful (48), peserta lomba lari maraton BTS (Bromo, Tengger, Semeru) Ultra 100 yang meninggal saat berlari. Andi meninggal pada Sabtu pukul 05.00, menjelang pagi, di sekitar kaki Gunung Tengger karena gangguan kesehatan dan bukan karena kecelakaan.
Menurut Supriyati, kendala saat mengikuti lomba lari biasanya terjadi apabila kondisi tubuh sakit atau tidak fit, tetapi memaksakan diri untuk ambil bagian. Karena itu, lanjutnya, pelari harus mengukur kemampuan dan kondisi fisik sebelum memutuskan berpartisipasi dalam lomba lari.
Pelari harus mengukur kemampuan dan kondisi fisik sebelum memutuskan berpartisipasi dalam lomba lari.
Supriyati mencontohkan saat dirinya mengikuti Jakarta Marathon 2017, Oktober lalu. ”Saya mencoba mempersiapkan diri ikut maraton fun run, tetapi baru 21 km ternyata enggak mampu. Saya sadar, persiapannya memang kurang. Jika dipaksakan, bisa fatal akibatnya,” ujarnya.
Sejak beberapa tahun lalu, lari menjadi olahraga yang booming, yang diikuti banyaknya event lari dengan berbagai jarak. Bahkan, event lari dipadukan dengan turisme (sport tourism). Namun, menurut Supriyati, itu mesti disikapi dengan bijaksana. Artinya, persiapan harus matang, bukan sekadar menguji nyali. Supriyati berharap para pelari dapat selalu mengukur kemampuan dan kondisi.
Sebelumnya, pada 27 Oktober 2013, peserta Jakarta Marathon 2013 yang juga imam Yesuit bernama Ignatius Sumarya mendadak pingsan saat berlari. Ia kemudian meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
Sementara itu, Dekson Pranatio juga mengalami insiden saat sedang mengikuti lomba lari untuk kelas half marathon (21,0975 km) pada 2014. Dekson diketahui mengalami dehidrasi yang kemudian memengaruhi kondisi otak. Hingga kini Dekson lumpuh total.
Di kancah internasional, pelari maraton asal Meksiko, Juan Pablo de la Mora, terkena serangan jantung saat mengikuti lomba lari maraton di Mexico City, 2 September 2012. Saat itu, Mora sudah melewati garis finis, tetapi kemudian mengeluh sakit. Dia dibawa ke rumah sakit dan dinyatakan meninggal beberapa saat kemudian (Kompas, 4 September 2012).
Ditemukan tergeletak
Direktur Lomba BTS Ultra 100 Rudi Rochmansyah menjelaskan, Andi ditemukan tergeletak tidak sadar oleh sesama rekan pelari. Posisi tergeletaknya Andi berada di daerah Ranu Pani di Kabupaten Lumajang, sekitar 18 kilometer dari posisi start, yakni Hotel Lava View, Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kabupaten Probolinggo.
Andi Nursaiful ditemukan tergeletak tidak sadar oleh sesama rekan pelari. Posisi tergeletaknya Andi berada di daerah Ranu Pani di Kabupaten Lumajang, sekitar 18 kilometer dari posisi start, yakni Hotel Lava View, Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kabupaten Probolinggo.
Andi start pukul 01.00 dini hari dan ditemukan tak sadarkan diri sekitar empat jam kemudian. Pertolongan pertama sudah diberikan kepada pelari kategori 70 kilometer ini, dengan mengirimkan ambulans yang berjarak 3 kilometer dari lokasi.
”Namun, almarhum akhirnya dinyatakan tidak tertolong. Sebab kematian akan ditentukan kemudian setelah eksaminasi dari pihak rumah sakit,” ujar Rudi, Sabtu. Jenazah Andi dibawa ke Rumah Sakit Saiful Anwar Kota Malang.
Panitia menyampaikan kehilangan dan ucapan duka serta pihaknya sudah menghubungi pihak keluarga. Panitia juga berkoordinasi dengan aparat setempat. ”Panitia BTS Ultra 100 menyatakan dengan ini bertanggung jawab penuh atas kejadian yang tidak kita harapkan bersama ini. Perkembangan informasi selanjutnya akan diberikan pada kesempatan pertama,” tutur Rudi.
Direktur Obsession Media Group
Andi Nursaiful adalah Direktur Obsession Media Group (OMG) yang berada di bawah naungan PT Dharmapena Citra Media.
CEO Dharmapena Citra Media Usamah Hisyam mengaku sangat kehilangan Ipul, orang kepercayaannya sejak lama itu.
”OMG sangat kehilangan Pak Andi. Empat bulan lalu beliau baru diangkat sebagai Managing Director untuk persiapan memimpin penuh OMG. Ternyata takdir sudah menjemput pagi ini. Kami sangat berduka,” ujar Usamah melalui keterangan resminya.
Pria asal Sulawesi itu dikenal sebagai sosok yang memiliki jiwa sosial yang tinggi dan gemar kegiatan luar ruang. Sebelum memutuskan pergi ke Malang untuk mengikuti lomba lari, Ipul—begitu ia disapa—sempat memimpin kegiatan santunan anak yatim, sebelum pada Jumat sore ia berpamitan untuk mengikuti lari di Gunung Bromo.
Acara tahunan
BTS Ultra 100 adalah acara maraton tahunan yang digelar mengambil tempat di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Terdapat empat kategori lomba yang dibedakan berdasarkan jarak, yakni lari 170 km, 102 km, 70 km, dan 30 km.
Meski demikian, peserta tidak bisa sembarangan mengikuti kategori yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Untuk bisa berpartisipasi di kelas 170 km, peserta harus terlebih dahulu menyelesaikan jarak 100 km. Begitu pula untuk kelas 102 km, peserta harus terlebih dahulu menyelesaikan minimal 50 km, dan untuk berpartisipasi di kelas 70 km, peserta harus menyelesaikan minimal 21 km.
Lomba ini digelar pada 3-5 November 2017. Untuk kelas 170 km, lomba dimulai Jumat (3/11) pukul 17.00 WIB, kelas 102 km dimulai Sabtu (4/11) pukul 00.00 WIB, kelas 70 km dimulai Sabtu pukul 01.00 WIB, dan kelas 30 km dimulai Sabtu pukul 06.00 WIB. Semua kelas memiliki titik start dan titik selesai lomba di Hotel Lava View Hotel, Cemoro Lawang.
Mengutip laman situs BTS Ultra 100, untuk mengikuti kelas 170 km, pelari warga negara Indonesia (WNI) dikenai biaya 100 dollar AS atau Rp 1,2 juta untuk pendaftaran awal dan pendaftaran reguler 150 dollar AS atau Rp 1,44 juta. Adapun untuk warga negara asing (WNA) dikenai biaya 150 dollar AS atau Rp 1,8 juta untuk pembelian awal dan pendaftaran reguler Rp 2,04 juta.
Lomba ini digelar pada 3-5 November 2017. Untuk kelas 170 km, lomba dimulai Jumat (3/11) pukul 17.00 WIB, kelas 102 km dimulai Sabtu (4/11) pukul 00.00 WIB, kelas 70 km dimulai Sabtu pukul 01.00 WIB, dan kelas 30 km dimulai Sabtu pukul 06.00 WIB.
Untuk kelas 102 km, peserta WNI dikenai biaya 70 dollar AS atau Rp 840.000 untuk pendaftaran awal, sedangkan pendaftaran reguler dikenai biaya 90 dollar AS atau Rp Rp 1,08 juta. Sementara untuk WNA dikenai biaya 120 dollar AS atau Rp 1,44 juta, pendaftaran awal 140 dollar AS atau Rp 1,68 juta.
Peserta WNI dikenai biaya 60 dollar AS atau Rp 720.000 untuk pendaftaran awal kelas 70 km, sedangkan pendaftaran reguler dikenai biaya 75 dollar AS atau Rp 900.000. Sementara itu, untuk WNA dikenai biaya 85 dollar AS atau Rp 1,02 juta untuk pendaftaran awal kelas 70 km serta 95 dollar AS atau Rp 1,14 juta untuk pendaftaran reguler.
Untuk kelas 30 km, WNI dikenai biaya 30 dollar AS atau Rp 360.000 untuk pendaftaran awal, sedangkan pendaftaran reguler dikenai biaya 40 dollar AS atau Rp 480.000 untuk pendaftaran reguler. Adapun untuk WNA dikenai biaya 40 dollar AS atau Rp 480.000 untuk pendaftaran awal dan 50 dollar AS atau Rp 600.000 untuk pendaftaran reguler.