Pertumbuhan Membaik, tetapi Konsumsi Terus Melambat
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2017 bertumbuh 5,06 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini lebih cepat dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya. Kendati demikian, tingkat konsumsi masyarakat cenderung melambat.
”Pertumbuhan ekonomi itu ditopang oleh berbagai indikator yang memberikan sentimen positif,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto, pada paparan pertumbuhan ekonomi di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (6/11).
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2017 didorong oleh membaiknya kinerja ekspor dan investasi. Suhariyanto mengatakan, negara-negara utama tujuan ekspor Indonesia, seperti China dan Amerika Serikat, menunjukkan perbaikan ekonomi. Hal tersebut mendorong peningkatan ekspor yang memicu pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan China pada triwulan III tahun ini mencapai 6,8 persen, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 6,7 persen. Adapun pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada triwulan ketiga tahun ini menguat menjadi 2,3 persen, dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 1,5 persen.
”Pertumbuhan ekonomi di negara mitra dagang merangsang permintaan dalam negeri mereka. Kenaikan permintaan mereka pada gilirannya mendorong peningkatan ekspor Indonesia,” ujar Suhariyanto.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, total ekspor Indonesia ke China periode Januari-Agustus 2017 mencapai 13,67 miliar dollar AS atau sekitar Rp 184,64 triliun, meningkat 43,20 persen dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 9,55 miliar dollar AS atau sekitar Rp 128,94 triliun.
Pertumbuhan ekonomi di negara mitra dagang merangsang permintaan dalam negeri mereka. Kenaikan permintaan mereka pada gilirannya mendorong peningkatan ekspor Indonesia.
Adapun total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat pada periode Januari-Agustus 2017 mencapai 11,72 miliar dollar AS atau sekitar Rp 158,33 triliun, meningkat 11,4 persen dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 10,52 miliar dollar AS atau sekitar Rp 142,12 triliun.
Kondisi tersebut membuat produk domestik bruto (PDB) dari ekspor mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 17,27 persen. PDB dari pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tumbuh 7,11 persen, konsumsi lembaga nonprofit rumah tangga sebesar 6,01 persen, konsumsi rumah tangga 4,93 persen, dan konsumsi pemerintah tumbuh 3,46 persen.
Konsumsi melemah
Meski demikian, tingkat konsumsi masyarakat cenderung melemah. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga terus melambat sejak kuartal pertama 2014. Saat itu tingkat konsumsi rumah tangga mencapai 5,23 persen dan terus menurun hingga mencapai titik terendah pada triwulan IV-2015 yang sebesar 4,93 persen.
Tingkat konsumsi rumah tangga sempat menanjak pada triwulan kedua 2016 di angka 5,07 persen. Namun, kemudian tingkat konsumsi rumah tangga terus menurun hingga triwulan I-2017 di angka 4,94 persen, sempat naik pada tiga bulan setelahnya, tetapi kembali menurun pada triwulan III-2017 pada angka 4,93 persen.
Suhariyanto mengakui memang terjadi perlambatan konsumsi masyarakat. Namun, ia menilai daya beli masyarakat sesungguhnya tidak menurun, tetapi hanya terjadi perubahan pola konsumsi.
Sejak sekitar setahun belakangan, terjadi perubahan pola konsumsi.
”Terjadi perubahan pola konsumsi dari belanja untuk barang-barang menjadi konsumsi untuk memperoleh pengalaman (experience) dan wisata bersantai (leisure),” ujar Suhariyanto.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Sri Soelistyowati memperkirakan, sejak sekitar setahun belakangan, terjadi perubahan pola konsumsi itu.
Seiring dengan berkembangnya teknologi dan informasi, orang cenderung membelanjakan uangnya untuk wisata dan experience.
”Sekarang orang lebih senang minum kopi dan bersantai di kafe. Apalagi saat ini banyak generasi muda yang lebih senang menghabiskan waktu dengan kegiatan-kegiatan seperti ini,” ujar Sri.
Ia menambahkan, kemudahan teknologi dan aplikasi ponsel untuk pemesanan kamar hotel dan tiket pesawat juga turut mendorong pertumbuhan konsumsi ekonomi berbasis pengalaman seperti ini.
Perubahan pola konsumsi ini tecermin dari meningkatnya konsumsi rumah tangga untuk restoran dan hotel pada triwulan ketiga tahun ini yang sebesar 5,52 persen. Angka tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 5,01 persen.
Selain itu, rata-rata tingkat penghunian kamar hotel (TPKH) tumbuh 6,62 persen, menguat 0,01 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Hal senada juga ditegaskan pengamat pemasaran Yuswohady. Ia menilai daya beli masyarakat sesungguhnya stabil, hanya berubah pola konsumsinya.
Tingkat penghunian kamar hotel (TPKH) tumbuh 6,62 persen, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Ia menilai yang terjadi saat ini adalah adanya perubahan pola konsumsi atau belanja masyarakat dari goods-based consumption (barang tahan lama) menjadi experience-based consumption (pengalaman).
Melihat fenomena ini, Yuswohady menilai kegiatan ekonomi berdasarkan pengalaman ini bisa diolah menjadi motor mesin ekonomi baru Indonesia ke depan.
Ditopang oleh pengembangan pariwisata dan perkembangan aplikasi ponsel untuk pemesanan hotel dan tiket, ekonomi berbasis pengalaman dan kesenangan dinilainya bakal jadi motor ekonomi Indonesia ke depan.
Terlepas dari semua itu, Sri bersyukur indikator ekonomi masih menunjukkan pertumbuhan positif pada kuartal ketiga tahun ini.
Sri memperkirakan, pertumbuhan ekonomi bakal terus berlanjut di kuartal keempat mengingat di akhir tahun bakal banyak sentimen positif, seperti uang hari raya yang memicu konsumsi dan produksi manufaktur, serta percepatan belanja pemerintah untuk meningkatkan serapan APBN.