Mereka yang Ikhlas Menjaga Pusara Para Pahlawan
Langit mendung mengepung Taman Makam Pahlawan Kalibata siang ini. Angin kencang membuat daun-daun kamboja berguguran di atas pusara para pahlawan nasional. Sambil bercakap-cakap dengan rekan kerjanya, Masfuri (41) tampak giat menyapu guguran daun kamboja yang berserakan. ”Semuanya harus dibersihkan untuk menyambut kedatangan presiden besok,” ujarnya.
Masfuri adalah salah seorang petugas kebersihan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Menjelang peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2017, Masfuri dan kawan-kawannya harus bekerja ekstra untuk mempercantik kawasan tersebut.
”Untungnya selama beberapa hari ini ada kalangan masyarakat dan personel TNI yang ikut kerja bakti membantu kami. Kalau tidak, kami akan kewalahan untuk membersihkan kawasan seluas 25 hektar ini,” ungkap Masfuri, Kamis (9/11).
Setelah menyapu daun-daun yang berguguran, Masfuri segera mengambil kaleng cat berwarna abu-abu yang ada di dekat salah satu makam. Dengan cekatan, ia mengecat pembatas jalan yang sudah mulai pudar termakan usia.
”Saya sudah 15 tahun bekerja seperti ini. Ada perasaan bangga karena bisa menjaga pusara para pahlawan. Setiap hari saya mendoakan agar arwah mereka yang gugur bisa tenang di alam sana,” ujarnya.
Saya sudah 15 tahun bekerja seperti ini. Ada perasaan bangga karena bisa menjaga pusara para pahlawan.
Setiap hari, Masfuri beserta 29 rekannya bekerja dari pukul 08.00 hingga pukul 16.00. Jika sedang ada peringatan kenegaraan, satu hari menjelang hari peringatan dan tepat pada hari peringatan, Masfuri dan petugas lainnya mulai bekerja dari subuh hingga malam hari.
”Tidak hanya kebersihan di dekat makam. Para petugas juga harus bersiaga untuk menjaga kebersihan di pelataran utama sebagai tempat pidato Presiden Joko Widodo nanti. Jika hari hujan, para petugas harus mengepel lagi lantai pelataran utama agar tetap bersih,” katanya.
Sambil tetap mengecat, Masfuri bercerita tentang kunjungan beberapa tokoh negara ke taman makam pahlawan tersebut. Salah satunya adalah mantan Presiden BJ Habibie yang rutin mengunjungi makam mendiang istrinya, almarhumah Ainun Habibie. ”Setiap Jumat, Pak Habibie berkunjung ke sini. Beliau menitipkan kepada kami untuk menjaga kebersihan makam istrinya. Hal itu menjadi tanggung jawab kami dan kami ikhlas menjaga tanggung jawab tersebut,” tutur Masfuri.
Setiap Jumat, Pak Habibie berkunjung ke sini. Beliau menitipkan kepada kami untuk menjaga kebersihan makam istrinya.
Masfuri bercerita, meski ikhlas menjalani pekerjaannya, ia tetap berharap bisa mendapatkan upah yang layak dari pekerjaannya. Dalam sebulan, dia harus dapat mencukupi kebutuhan istri dan tiga anaknya dengan upah di bawah UMR. ”Upah saya sebulan sebesar Rp 1.250.000. Harus cukup untuk menghidupi anak dan istri,” kata Masfuri.
Di sela-sela waktu istirahatnya, Masfuri terkadang merenung tentang jasa-jasa para pahlawan yang telah gugur. Ia memikirkan bagaimana dulu ketika para pahlawan berjuang untuk meraih kemerdekaan bangsa ini. ”Kita telah merdeka sekarang. Namun, saya merasa belum seutuhnya merdeka karena masih harus berjuang untuk menghidupi anak-istri saya dengan upah yang minim ini,” tutur Masfuri.
Hari semakin sore dan hujan mulai turun membasahi pusara para pahlawan. Para pekerja segera mencari tempat berteduh dan beristirahat sejenak. Salah satunya Poniman (51), yang tampak berteduh di salah satu pos. Sambil memandangi Danau Kalibata yang termasuk dalam area kawasan Taman Makam Pahlawan Kalibata, Poniman mulai berkisah tentang hidupnya. ”Sudah 30 tahun saya bekerja di sini. Saya termasuk salah satu yang paling lama bekerja di kawasan ini,” ucapnya.
Poniman berkelakar, ia kerap dipanggil dengan sebutan Jenderal Poniman oleh rekan-rekannya. Alasannya karena banyak nama pahlawan yang dimakamkan di wilayah tersebut dengan nama Poniman.
”Itu hanya bercandaan dari rekan-rekan saya. Kalau kerja di sini harus sambil bercanda agar suasananya tidak terlalu sunyi,” kata Poniman. Sehari-hari, Poniman bekerja memotong rumput di kawasan tersebut. ”Harus hati-hati menggunakan alat pemotong rumput karena jarak antarmakam sangat berdempetan. Kalau tidak hati-hati, mesin pemotong ini bisa merusak makam,” tuturnya.
Pengalaman mistis
Poniman berkata, selama bekerja, ada beberapa pengalaman mistis yang ia alami. Beberapa kali ia mendengar suara-suara yang memanggil namanya, tetapi tidak terlihat wujudnya. ”Hal semacam ini rasanya sangat wajar. Yang penting kita jangan sering bengong ketika bekerja untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,” ceritanya.
Poniman mengaku senang dengan pekerjaannya karena bisa melihat langsung presiden-presiden Indonesia yang pernah berkunjung ke taman makam pahlawan ini, mulai dari Presiden Soeharto hingga Presiden Joko Widodo. ”Tidak semua orang bisa melihat langsung para pemimpin negara yang berkunjung ke sini, termasuk pemimpin negara dari luar negeri,” kata Poniman.
Poniman senang dengan pekerjaannya karena bisa melihat langsung presiden-presiden Indonesia yang pernah berkunjung ke taman makam pahlawan ini, mulai dari Presiden Soeharto hingga Presiden Joko Widodo.
Senasib dengan Masfuri, upah Poniman juga masih di bawah UMR. Setiap bulan, Poniman harus mampu bertahan hidup dengan upah sebesar Rp 1.500.000. Meski demikian, Poniman tetap ikhlas melakukan pekerjaannya. Menurut dia, apa yang ia kerjakan semata-mata juga untuk menghargai jasa para pahlawan yang telah gugur demi negara ini. (DD05)