GENEVA, KOMPAS — Organisasi Kesehatan Dunia, Jumat (10/11), menegaskan, blokade oleh koalisi asing yang dipimpin Arab Saudi di Yaman telah menghambat pemberantasan wabah kolera di negeri itu dengan hampir sejuta orang terjangkit.
Yaman dalam tiga tahun ini dilanda perang saudara dan diperburuk lagi oleh kehadiran pasukan asing yang dipimpin Arab Saudi sehingga telah melebar menjadi konflik multinasional setelah Iran juga terlibat membantu pemberontak Houthi.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, negara paling miskin di dunia Arab itu telah menjadi medan krisis kemanusiaan terburuk saat ini. Selain 914.000 orang terinfeksi kolera sejak April lalu, 7 juta orang juga menderita kelaparan hebat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, sejauh ini hampir 2.200 orang meninggal karena penyakit yang ditularkan melalui air. Kolera juga telah menyebar dengan cepat akibat memburuknya kebersihan dan sanitasi.
Usaha vaksinasi secara besar-besaran dalam beberapa minggu terakhir telah berjalan lambat.
Fadela Chaib sebagai perempuan juru bicara WHO memperingatkan, keputusan koalisi Arab Saudi untuk menutup perbatasan Yaman pekan ini belum dicabut dan masih berlangsung hingga saat ini.
Mengendalikan wabah kolera adalah tantangan yang paling sulit.
”Kami akan mengalami kemunduran besar jika kami tidak memiliki akses penuh ke semua wilayah yang terkena dampak (kolera),” katanya kepada wartawan di Geneva, Swiss, Jumat ini.
”Mengendalikan wabah kolera adalah tantangan yang paling sulit. Tentu saja, menutup perbatasan dan semua akses ke negara tidak akan membantu,” katanya.
Arab Saudi dan sekutunya melakukan intervensi di negara tetangga Yaman pada Maret 2015 dengan tujuan untuk menghentikan perluasan wilayah kekuasaan pemberontak Houthi, sekutu Iran.
Intervensi Arab Saudi itu juga untuk mengembalikan tampuk kekuasaan pemerintahan Presiden Abdu Rabbo Mansour Hadi setelah digulingkan Houthi.
Koalisi sejak awal memberlakukan blokade di persimpangan darat dan pelabuhan udara dan laut Yaman. PBB dan organisasi kemanusiaan internasional lainnya meminta agar izin diberikan kepada mereka demi pengiriman bantuan kepada rakyat Yaman.
Kolera menyebar di seantero negeri yang sedang dilanda perang tersebut.
Blokade telah diperketat sejak Senin (6/11) ketika koalisi mengatakan, pihaknya menutup perbatasan dan pelabuhan Yaman bagi badan-badan bantuan kemanusiaan.
Penutupan perbatasan itu terjadi setelah Arab Saudi menuduh Iran berada di balik serangan rudal oleh pemberontak Houthi yang berhasil dicegat Arab Saudi di dekat bandar udara Riyadh, akhir pekan lalu.
Dewan Keamanan PBB, Rabu (8/11), mendesak Arab Saudi segera mencabut blokade karena kelaparan juga telah mengancam setidaknya tujuh juta orang. Sebanyak 500.000 anak menderita gizi buruk akut.
Sementara Chaib mengabarkan kepada dunia bahwa kolera menyebar di seantero negeri yang sedang dilanda perang tersebut.
”Kami amat membutuhkan akses tak terbatas ke semua provinsi di Yaman agar dapat bergerak leluasa memberikan bantuan ke pusat-pusat kesehatan dan rumah sakit.”
Stok bahan bakar saat ini hanya akan bertahan sampai akhir November ini.
Sementara Unicef juga memperingatkan konsekuensi kesehatan yang mengerikan jika blokade berlanjut. Maritxell Relano, Kepala Operasi Unicef di Yaman, menunjukkan bahwa bahan bakar akan segera habis.
”Stok bahan bakar saat ini hanya akan bertahan sampai akhir November dan kami membutuhkan bahan bakar untuk menjaga agar pusat kesehatan tetap terbuka dan sistem air berfungsi,” katanya kepada wartawan di Geneva melalui telepon dari Yaman.
Rakyat terus berusaha bertahan menghadap situasi ini, tetapi kini mereka sudah tak sanggup lagi.
”Sistem pasokan air dan pabrik pengolahan air akan berhenti jika kami tidak memiliki bahan bakar. Jadi, risikonya, dampaknya tak terbayangkan bagi kesehatan (dan) penyakit,” ujarnya mengingatkan.
Adnan Hizam, Juru Bicara Komite Internasional Palang Merah (ICRC), mengatakan, ”Rakyat terus berusaha bertahan menghadap situasi ini, tetapi kini mereka sudah tak sanggup lagi.”
Belum ada komentar dari Riyadh terkait dengan adanya tuntutan pembukaan akses bagi bantuan kemanusiaan itu. (AFP/REUTERS)