K-Pop dan Diplomasi Ekonomi Korea
JAKARTA, KOMPAS — Pada Kamis (9/11), Presiden Korea Selatan Moon Jae-in datang ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Dalam kesempatan itu, kedua pihak sepakat untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dan perdagangan. Indonesia dan Korea Selatan bertekad untuk mengakselerasi pertumbuhan sektor industri di Indonesia.
”Saya yakin, saling percaya seperti ini akan menjadi fondasi kuat untuk hubungan bilateral kedua negara,” ujar Presiden Moon.
Kemitraan strategis ini, menurut Presiden Moon, berlandaskan pada visi perlindungan hak asasi manusia, demokrasi, dan pertumbuhan ekonomi.
Presiden Moon menyatakan, kedua negara telah menyepakati peningkatan transaksi perdagangan yang ditargetkan mencapai 30 miliar dollar AS sampai 2022.
Kerja sama infrastruktur, baik dalam pengelolaan air, transportasi, listrik, otomotif, pariwisata, industri konten, energi ramah lingkungan, maupun lingkungan hidup, juga akan ditingkatkan.
Presiden Jokowi menghargai dan menyambut baik peningkatan investasi Korsel di Indonesia. Ia juga berharap ada peningkatan perdagangan antardua negara. Presiden ingin pencapaian itu terus ditingkatkan demi kepentingan rakyat kedua negara.
Investasi dan perdagangan
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), total investasi Korsel di Indonesia pada periode Januari-September 2017 mencapai 1,36 miliar dollar AS atau sekitar Rp 17,75 triliun.
Korsel berada di posisi kelima negara dengan investasi terbesar di Indonesia. Besaran investasi itu meningkat hampir dua kali lipat, yakni 83,6 persen, dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 743,81 juta dollar AS.
Total ekspor Indonesia ke Korsel periode Januari-September 2017 mencapai 5,51 milliar dollar AS atau sekitar Rp 74,38 triliun.
Investasi Korsel dalam sembilan bulan pertama tahun ini lebih besar dibandingkan dengan investasi negara tersebut sepanjang 2016 yang sebesar 1,065 miliar dollar AS.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Kementerian Perdagangan, total ekspor Indonesia ke Korsel periode Januari-September 2017 mencapai 5,51 milliar dollar AS atau sekitar Rp 74,38 triliun.
Nilai tersebut meningkat 21,09 persen dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 4,55 miliar dollar AS atau sekitar Rp 57,8 triliun.
Sementara itu, impor Indonesia dari Korsel pada periode Januari-September 2017 mencapai 5,33 miliar dollar AS atau sekitar Rp 71,9 triliun.
Nilai tersebut bertumbuh 18,97 persen dari impor periode yang sama tahun lalu yang sebesar 4,48 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 58,2 triliun.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, kerja sama itu dimaksudkan untuk mendorong perdagangan dan investasi kedua negara, khususnya di bidang industri.
”Kami menyepakati untuk membentuk kemitraan strategis khusus. Salah satu implementasinya adalah akselerasi industrialisasi di Indonesia,” ujar Airlangga dalam siaran persnya.
Beberapa sektor industri yang tercakup dalam kerja sama tersebut antara lain industri logam, permesinan, otomotif, perkapalan, penerbangan, dan elektronik.
Airlangga mengungkapkan, kemitraan ini guna mendukung aktivitas dan kinerja industri, memperluas investasi di kawasan industri, serta menerapkan inovasi teknologi untuk peningkatan produktivitas dan daya saing industri kedua negara.
”Beberapa bentuk kerja sama juga akan dilakukan, seperti pelaksanaan konferensi dan simposium, studi dan proyek bersama, serta pengembangan capacity building, pendidikan dan pelatihan, termasuk juga proyek penelitian dan bertukar informasi mengenai perkembangan teknologi baru,” paparnya.
Ia menjelaskan, sejauh ini sudah ada beberapa perusahaan Korsel yang memiliki investasi besar dan berdampak pada industri.
Di sektor petrokimia, misalnya, ada Lotte Chemical Titan yang akan berinvestasi sebesar 3,5 miliar dollar AS di Cilegon, Banten, untuk memproduksi naphtha cracker dengan total kapasitas 2 juta ton per tahun.
Pada sektor konstruksi dan metal, terdapat perusahaan Korsel, yakni Pohang Iron Steel Company (Posco) yang bekerja sama dengan PT Krakatau Steel Tbk untuk mengembangkan lini baru produk baja melalui anak usahanya, PT Krakatau Posco.
Selain itu, ada juga investasi di bidang otomotif dari Hyundai Motors Company (HMC) dan dari sektor galangan kapal, yakni Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME).
Tak hanya dari segi industri manufaktur, Korsel juga menjajaki investasi kerja sama di industri kreatif, salah satunya melalui Korean Creative Content Agency di Jakarta.
K-pop
President Korean Chamber of Commerce in Indonesia Lee Kang-hyun menjelaskan, Indonesia merupakan negara Asia Tenggara pertama yang dikunjungi Presiden Moon.
”Ini menunjukkan keseriusan Korea memperkuat kerja sama. Sebab, Indonesia memperoleh perhatian lebih dari Presiden Moon dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya,” ujar Kang-hyun.
Hal senada diungkapkan Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Komite Korea Djongkie Sugiarto. ”Korea Selatan melihat Indonesia sebagai negara mitra kerja sama ekonomi yang potensial. Banyak keuntungan bisa dipetik keduanya,” ujarnya.
Merebak dan menjamurnya budaya pop Korea Selatan adalah bentuk nyata kecocokan kedua negara.
Ia menjelaskan, ketertarikan Korsel, antara lain, karena Indonesia dianggap memiliki banyak kesamaan dengan ”Negeri Gingseng”. Warganya dinilai ramah dan berkomitmen serta memiliki ketertarikan pada teknologi, industri kreatif, dan budaya.
Mengenai industri kreatif dan budaya, merebak dan menjamurnya budaya pop Korsel adalah bentuk nyata kecocokan kedua negara.
Dalam beberapa tahun terakhir, artis Korsel dan drama Korea sangat digandrungi kaum muda Indonesia. Bahkan, pada Agustus lalu, artis Korea, SNSD, sampai diundang untuk ikut memeriahkan penghitungan mundur penyelenggaraan Asian Games 2018 dan ikut memeriahkan acara perayaan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia.
K-pop yang dibangun sejak 1990-an kini sedang memetik hasilnya. Tak hanya di Indonesia, remaja di Asia, Eropa, hingga Amerika Serikat pun ikut histeris menggerakkan gelombang Korsel (hallyu).
Survei yang dilakukan Kamar Dagang dan Industri Korsel pada 2012 terhadap responden dari 300 perusahaan jasa dan manufaktur Korsel menggambarkan hal itu. Sebanyak 82,8 persen responden berpendapat, gelombang Korsel yang dipicu K-pop membuat citra Korsel dan produk Korsel meningkat.
Sejumlah 51,9 persen responden mengatakan, gelombang Korsel meningkatkan penjualan mereka. Efek gelombang Korsel terhadap penjualan bulanan paling besar dirasakan industri jasa, yakni industri kebudayaan, pariwisata, distribusi, makanan, elektronik, kosmetik, otomotif, dan pakaian.
Sebanyak 82,8 persen responden berpendapat, gelombang Korsel yang dipicu K-pop membuat citra Korsel dan produk Korsel meningkat.
Selain itu, 43,5 persen responden merasa gelombang Korsel membantu mereka mengeksplorasi pasar luar negeri (Kompas, 26 September 2014).
Dengan kondisi demikian, menjadi hal yang wajar apabila Korsel sangat ingin memperkuat kerja sama ekonomi dengan Indonesia. Kerja sama tersebut juga bisa dinilai sebagai bagian dari langkah strategis diplomasi budaya Korea dengan Indonesia.