MANILA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia menilai tantangan serta dinamika global membutuhkan gerak Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang cepat, responsif, dan terbuka. Dorongan untuk menuju ASEAN yang tanggap terhadap aneka tantangan di masa 50 tahun kedua organisasi itu mendasari diplomasi Indonesia, termasuk dalam KTT ASEAN di Manila, Filipina, 9-14 November.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menyampaikan hal tersebut di sela-sela KTT ASEAN, Minggu (12/11), seusai menyambut Presiden Joko Widodo di Manila yang baru tiba dari KTT APEC di Vietnam. "Harus diakui, ASEAN telah menciptakan ekosistem yang stabil, damai, sejahtera. Namun, tantangan ke depan semakin rumit. ASEAN harus lebih cepat, progresif, dan terbuka untuk merespons aneka tantangan. Kita ingin ASEAN menjadi komunitas yang responsif," ujarnya seperti dilaporkan wartawan Kompas, Benny D Koestanto, dari Manila.
Kondisi yang damai dan stabil selama ini dinilai turut mendorong perekonomian Asia Tenggara untuk terus tumbuh.
Retno menyatakan, setidaknya ada dua tantangan, yakni di bidang ekonomi dan politik. Keduanya saling terkait, terutama sama-sama bermuara terhadap stabilitas di kawasan.
Kondisi yang damai dan stabil selama ini dinilai turut mendorong perekonomian Asia Tenggara untuk terus tumbuh. Dalam beberapa tahun terakhir, saat ekonomi global mengalami pelambatan, ekonomi Asia Tenggara tumbuh lebih dari 5 persen, atau di atas pertumbuhan ekonomi global yang berada di kisaran 2-3 persen. Tantangan yang berada di depan mata dari segi perekonomian, menurut Retno, adalah mencapai pertumbuhan inklusif sehingga dapat mengurangi tingkat kesenjangan, baik antaranggota ASEAN maupun di dalam negeri anggota organisasi kawasan itu.
Pelajaran penting
Di bidang politik dan keamanan, menurut Retno, stabilitas dan keamanan menjadi kunci. Kasus Marawi di Filipina selatan, yang pernah dikuasai kelompok Maute, memberi pelajaran penting agar keamanan dijaga dan dipertahankan. Ketidakstabilan bisa mengganggu kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, bukan hanya di Filipina, melainkan juga di kawasan.
"Kestabilan dan keamanan wajib dijaga bersama. Jangan sampai goyah sehingga pertumbuhan ekonomi tetap terjaga," kata Retno. Bukti dorongan atas sikap responsif itu telah dan terus dilanjutkan Pemerintah Indonesia.
Indonesia antara lain merespons cepat untuk mencari penyelesaian krisis pengungsi warga etnis Rohingya di Myanmar ke Bangladesh. Indonesia juga aktif dalam forum trilateral bidang keamanan, khususnya terkait krisis keamanan di Marawi, bersama Filipina dan Malaysia. Ketiga negara khusus bertemu dalam kerangka forum trilateral itu di sela-sela KTT ASEAN.
Belajar dari terorisme di Marawi, Wiranto meminta ASEAN senantiasa waspada, khususnya terhadap teroris asing dan teroris lintas batas.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menekankan pentingnya kerja sama ASEAN dalam melawan terorisme. Belajar dari terorisme di Marawi, Wiranto meminta ASEAN senantiasa waspada, khususnya terhadap teroris asing dan teroris lintas batas.
Pada pertemuan tingkat menteri luar negeri, Menlu Filipina Alan Peter Cayetano mengungkapkan rencana rekonstruksi infrastruktur di Marawi. Kondisi infrastruktur di kota itu porak-poranda selama dikuasai Maute hingga direbut kembali oleh otoritas keamanan Filipina. Lewat forum trilateral, Indonesia dan Malaysia menanyakan kepada Filipina hal-hal yang dapat dibantu oleh ASEAN.