SEOUL, KOMPAS – Sebagai sebuah surat kabar berkualitas (quality newspaper) The New York Times diakui sukses mengembangkan model bisnis medianya, dari sebelumnya konvensional dan mengandalkan sekadar penjualan (tiras) dan pendapatan iklan cetak, menjadi sebuah surat kabar berbasis digital, yang juga mengandalkan pendapatan dari para pelanggan (subscriber).
Akan tetapi kondisi seperti itu dipahami telah melalui proses panjang, sejak awal The New York Times meluncurkan format digital berbasis pelanggannya sekitar tujuh tahun lalu. Saat ini total pelanggan konten berita berbayar surat kabar tersebut telah mencapai kisaran 3,5 juta pelanggan, dengan 2,5 juta pelanggan dari para pembaca untuk format digital.
Hal itu disampaikan editor The New York Times, Tim Herrera, saat berbincang dengan wartawan Kompas, Wisnu Dewabrata, Selasa (14/11), usai berbicara di Konferensi Jurnalisme Digital Seoul (SDJC) 2017, yang digelar di Negeri Ginseng Korea Selatan, 13-14 November. Dalam sesi bertema "Teknologi dan Inovasi Bisnis" itu, Herrera juga memaparkan format Jurnalisme Pelayanan, yang diterapkan di tempatnya.
“Bukan hal baru pendapatan iklan media cetak semakin menurun. Kondisi itu dialami semua media. Namun begitu pendapatan iklan dari platform digital juga masih belum bisa diandalkan menjadi pengganti total kehilangan pendapatan dari iklan cetak. Dengan begitu kami merasa harus berubah dan terus berinovasi,” ujar Herrera.
Bukan hal baru pendapatan iklan media cetak semakin menurun. Kondisi itu dialami semua media. Namun begitu pendapatan iklan dari platform digital juga masih belum bisa diandalkan menjadi pengganti total kehilangan pendapatan dari iklan cetak. Dengan begitu kami merasa harus berubah dan terus berinovasi
Herrera lebih lanjut juga mengakui keberhasilan suratkabarnya dalam mendapatkan sumber pendapatan baru, dari pelanggan yang bersedia membayar untuk mendapatkan berita, juga diperoleh dengan memanfaatkan dan mengandalkan nama besar The New York Times, yang selama ini memang terkenal punya banyak kemampuan serta prestasi membanggakan.
Mulai dari kepiawaian dalam menggelar pelaporan investigatif mendalam, kualitas pemberitaan serta analisis isu-isu politiknya yang dinilai punya scoop luas dan sulit disaingi, kemampuan peliputan isu-isu luar negeri yang mumpuni, kepiawaian dalam menghasilkan liputan khas ficer ala majalah, hingga prestasinya dalam membuat dokumenter dan berita video yang kerap diganjar penghargaan.
“Semua itu memang yang menjadi selling point utama kami. Selama ini kami terus menjaga kualitas pemberitaan kami. Produk tulisan atau peliputan apa pun yang keluar dari meja redaksi bisa dipastikan akan selalu mempertahankan hal itu. Jika sampai kehilangan kemampuan mempublikasikan standar internasional tertinggi kami maka hal itu sama saja The New York Times kehilangan sesuatu yang selama ini menjadi pembeda antara kami dan penerbitan atau media lain,” ujar Herrera.
Selama ini kami terus menjaga kualitas pemberitaan kami. Produk tulisan atau peliputan apa pun yang keluar dari meja redaksi bisa dipastikan akan selalu mempertahankan hal itu. Jika sampai kehilangan kemampuan mempublikasikan standar internasional tertinggi kami maka hal itu sama saja The New York Times kehilangan sesuatu yang selama ini menjadi pembeda antara kami dan penerbitan atau media lain
Dia juga menambahkan, daripada sekadar menetapkan target demografik pembaca yang akan disasar untuk menjadi pelanggan (subscriber) baru, maka akan jauh lebih baik jika pihak redaksi menetapkan terlebih dahulu akan seperti apa mereka ingin menjangkau target-target audiens tadi. Caranya, dengan mulai mencoba membuat produk-produk tulisan, yang menarik perhatian dan sesuai dengan keinginan para calon pembaca berlangganan tersebut.
Dari pengalaman The New York Times selama ini, tambahnya, terlalu kaku menargetkan demografik pembaca tertentu yang ingin dijadikan pelanggan (subscriber), hal itu malah justru hanya akan membuat mereka menjadi tak nyaman lantaran merasa sekadar dijadikan target (pemasaran). Akibatnya seringkali juga mereka, terutama kalangan para pembaca muda, malah justru mengambil sikap tidak responsif.
“Semua itu tentunya perlu proses panjang sampai kemudian kami dapat merasakan hasilnya. Seingat saya tahun 2010 kami mulai meluncurkan daftar berbayar (payroll) untuk format digital berbasis pelanggan. Saat itu kami juga bisa dibilang tak terlalu sukses. Namun sebagai perusahaan kami tetap memandang format seperti ini akan menjadi masa depan (The New York Times), yang menghasilkan banyak keuntungan dari model berlangganan seperti itu,” tambahnya.