MANILA, KOMPAS — Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) berakhir, Selasa (14/11), dengan menghasilkan beberapa kesepakatan dalam sejumlah isu, seperti sengketa Laut China Selatan, terorisme, krisis di Negara Bagian Rakhine di Myanmar, dan ketegangan di Semenanjung Korea. Presiden Filipina Rodrigo Duterte, selaku Ketua ASEAN, menyampaikan, salah satu kemajuan di KTT ini adalah kesepakatan soal negosiasi kode tata berperilaku antara ASEAN dan China dalam sengketa Laut China Selatan.
Dalam jumpa pers di akhir konferensi, Duterte mengatakan, China telah sepakat untuk memulai negosiasi kode tata berperilaku (COC) dan bakal mematuhi apa pun keputusan yang diambil dalam negosiasi. Ia menambahkan, China juga sepakat, akses ke wilayah perairan dan udara di Laut China Selatan (LCS) tidak dikekang.
Wartawan Kompas, Benny D Koestanto, yang menghadiri jumpa pers itu melaporkan dari Manila, Duterte juga mengungkapkan bahwa kesepakatan negara-negara ASEAN dan China didasarkan atas, antara lain, persamaan pandangan tentang perlindungan terhadap warga negara masing-masing. Kesepakatan COC itu nantinya juga dapat mengatur perilaku setiap negara pengklaim ataupun bukan di wilayah LCS.
Isu lain yang mengemuka di KTT adalah soal terorisme. Duterte menjelaskan, kekhawatiran terhadap terorisme tergambarkan selama KTT berlangsung. Dia mengatakan, semua pemimpin negara peserta KTT mengangkat isu terorisme. "Setiap orang takut akan terorisme. Hal itu terungkapkan dalam lebih dari separuh dari total pertemuan selama KTT," kata Duterte.
Adapun mengenai isu Rohingya, Indonesia bersama sejumlah negara peserta KTT ASEAN mendorong agar penyusunan nota kesepahaman (MOU) tentang repatriasi pengungsi Rohingya antara Myanmar dan Bangladesh segera diselesaikan.
Lebih dari 600.000 warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh untuk menghindari kekerasan operasi militer Myanmar, yang merespons serangan kelompok militan Rohingya ke pos-pos aparat keamanan, 25 Agustus lalu.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengungkapkan, pembicaraan perihal kondisi di Rakhine terjadi dalam forum-forum di KTT ASEAN. Indonesia juga terus menjalin komunikasi dengan Pemerintah Bangladesh untuk memastikan proses penyusunan MOU itu.
"Nota MOU itu ada di Bangladesh. Kemarin pagi, saya berkomunikasi dengan menteri negara urusan luar negeri Bangladesh untuk memastikan proses-prosesnya," kata Retno.
Dalam sidang KTT ASEAN, Presiden Joko Widodo berharap tiga butir rencana dalam pidato Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi-repatriasi dan bantuan kemanusiaan, penempatan kembali warga ke tempat tinggal semula sekaligus rehabilitasi, serta pemulihan kondisi damai-dapat diimplementasikan. Presiden menegaskan, jika persoalan di Rakhine dan gelombang pengungsi Rohingya itu berlarut-larut, krisis tersebut bisa makin parah.
Hal itu dikhawatirkan menimbulkan efek samping yang mengganggu stabilitas di kawasan Asia Tenggara, seperti terorisme dan praktik perdagangan manusia.
Janji Suu Kyi
Hal-hal itu, menurut Retno, direspons Suu Kyi. Suu Kyi menyatakan pentingnya penyelesaian penyusunan draf MOU tentang repatriasi itu dengan Bangladesh. Ia bahkan berjanji dalam kurun waktu tiga pekan setelah draf itu ditandatangani, proses repatriasi segera dilaksanakan.
Pemerintah Indonesia juga berkomunikasi dengan pihak-pihak lain untuk mendorong proses penandatanganan MOU tentang repatriasi pengungsi Rohingya, antara lain dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Kemarin, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bertemu secara khusus dengan Suu Kyi di sela-sela KTT ASEAN. Ia mendesak agar Suu Kyi mengizinkan para pengungsi Rohingya yang menyeberang ke Bangladesh segera kembali ke Rakhine.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson dijadwalkan mengunjungi Naypyidaw, Myanmar, Rabu ini. Tillerson pada Selasa menemui Retno secara khusus untuk berkonsultasi soal kondisi terakhir krisis Rakhine.
Dalam penutupan KTT, Filipina secara resmi menyerahkan keketuaan ASEAN tahun 2018 kepada Singapura. Para pemimpin negara ASEAN juga menunjuk Lim Jock Hoi dari Brunei Darussalam sebagai Sekretaris Jenderal ASEAN periode 2018-2022.