JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah harus fokus melanjutkan program normalisasi sungai untuk mengantisipasi siklus banjir di Jakarta. Beberapa titik banjir sudah mulai berkurang karena program pemerintah ini. Meski sudah berkurang, sejumlah titik banjir masih ada karena program normalisasi belum selesai seluruhnya.
Salah satu titik banjir yang mulai berkurang adalah di daerah Bukit Duri, Jakarta Selatan. Pada Juli lalu, pemerintah menertibkan 342 bidang tanah yang ditempati 355 keluarga di RW 001 dan 012 Bukit Duri. Bangunan di bibir kali dan sempadan sungai ditertibkan untuk memperlebar bidang Ciliwung dari 10-25 meter menjadi 40-50 meter. Selain itu, pemerintah juga sedang menyelesaikan 700 meter pekerjaan normalisasi dengan pembangunan turap di tepi sungai.
Sukarno (53), warga RT 001 RW 012 Kelurahan Bukit Duri, mengatakan, curah hujan yang melanda Ibu Kota beberapa hari ini tidak lagi menyebabkan banjir. Rumah Sukarno berada persis di belakang proyek turap yang sedang dikerjakan pemerintah.
Curah hujan yang melanda Ibu Kota beberapa hari ini tidak lagi menyebabkan banjir. Rumah Sukarno berada persis di belakang proyek turap yang sedang dikerjakan pemerintah.
”Sebelum dinormalisasi, jika sudah hujan sekitar 3 jam, air dari sungai meluap ke rumah warga. Ketinggian banjirnya bisa sampai sebetis orang dewasa. Namun, setelah dinormalisasi, hanya menimbulkan genangan saja,” tutur Sukarno di kediamannya, Rabu (15/11).
Sukarno menjelaskan, banjir besar di Bukit Duri terjadi pada 1996, 2007, dan 2011. Pada awal 2017, banjirnya juga cukup besar dan lama surutnya. ”Biasanya baru surut setelah berminggu-minggu dengan ketinggian air sekitar 2 meter,” ungkapnya.
Sistem antisipasi banjir juga telah ada di Bukit Duri. Sukarno mengatakan, biasanya jika akan banjir, ada peringatan dari petugas melalui pengeras suara dari masjid. Apabila banjirnya cukup besar, warga akan bersiap-siap mengungsi ke Kompleks Garuda, Manggarai, Jakarta Selatan.
Erni (38) menuturkan, warga di Bukit Duri sebenarnya telah terbiasa dengan banjir. Meski sudah berkurang, dirinya akan tetap siap siaga ketika banjir kiriman datang. ”Kalau sekarang, kan, belum terlalu tinggi curah hujannya sehingga belum ada banjir kiriman dari daerah Bogor,” kata Erni.
Sebelumnya, Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan mengatakan, saat ini pihaknya masih fokus untuk melakukan normalisasi sungai untuk mencegah banjir. Tiga sungai yang menjadi fokus normalisasi adalah Ciliwung, Sunter, dan Pesanggrahan.
”Progres seluruhnya baru di atas 50 persen karena terkait masalah pembebasan lahan, administrasi, dan gugatan hukum dari warga di Bidara Cina ataupun di Bukit Duri. Selain itu, dalam rapat, Gubernur DKI Jakarta juga mendukung agar normalisasi terus berjalan,” tutur Teguh.
Meluapnya Kali Sunter juga menjadi salah satu penyebab utama banjir di daerah Jakarta Timur, khususnya di daerah Cipinang Melayu. Lebar sungai yang hanya sekitar 4 meter tidak mampu menampung debit air yang semakin besar ketika hujan.
Lela (38) warga RT 004 RW 004 Kelurahan Cipinang Melayu mengatakan, pada awal tahun 2017, banjir besar sempat melanda daerah tersebut. ”Ketinggian air mencapai sekitar 2 meter, kami terpaksa harus mengungsi ke Universitas Borobudur dan Kantor Kelurahan Cipinang Melayu,” kata Lela.
Lela menuturkan, untuk mengurangi banjir, beberapa petugas dari dinas sumber daya air melakukan pengerukan di berbagai titik sungai setiap harinya. Ia mengatakan, hal tersebut cukup efektif untuk mengurangi banjir. ”Ketika hujan lebat hari Minggu (12/11) lalu, banjirnya mulai berkurang, hanya setinggi betis orang dewasa,” kata Lela.
Eti (31), warga RT 004 RW 004, mengatakan, meluapnya air tersebut diakibatkan karena banyaknya rumah warga di pinggir sungai yang mempersempit lebar sungai. Selain itu, gorong-gorong yang dipenuhi sampah juga mengakibatkan meluapnya air sungai.
Salah satu titik banjir yang masih ada di Jakarta adalah di daerah Kecamatan Mampang Prapatan, tepatnya di belakang Lippo Mall, Kemang. Warga daerah tersebut menuturkan, curah hujan yang menerpa Jakarta beberapa hari ini mengakibatkan banjir setinggi sekitar 50 sentimeter.
Kalau hujan sekitar 4 jam lamanya, daerah ini pasti banjir. Air meluap dari selokan dan Kali Krukut,” ungkap Gunawan, warga RT 012 RW 005, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Gunawan mengatakan, pemerintah perlu melakukan normalisasi Kali Krukut agar banjir tidak berkelanjutan. Selain itu, Gunawan juga mengapresiasi kinerja PPSU yang tanggap bekerja ketika banjir.
Teguh menjelaskan, banyaknya warga yang membangun rumah di dekat aliran air menjadi salah satu penyebab banjir. Ia memberikan contoh, idealnya Kali Krukut memiliki luas sekitar 20 meter. Namun, karena adanya bangunan warga, luasnya menjadi sekitar 5-8 meter.
Banyaknya warga yang membangun rumah di dekat aliran air menjadi salah satu penyebab banjir.
Untuk program normalisasi sungai, Teguh mengatakan, saat ini Dinas Sumber Daya Air sedang terkendala oleh kurangnya anggaran. Teguh menjelaskan, pada 2017 ia meminta tambahan anggaran sebesar Rp 1,3 triliun untuk menyelesaikan pembebasan lahan. Namun, pada perubahan APBD, dinas sumber daya air hanya diberikan sebesar kurang lebih Rp 300 miliar. (DD05)