JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara RI melakukan pemeriksaan internal terhadap anggota Kepolisian Resor Dharmasraya, Sumatera Barat. Pemeriksaan itu bertujuan untuk memastikan ada tidaknya kelalaian anggota Polres Dharmasraya sehingga menyebabkan kebakaran.
"Divisi Propam (Profesi dan Pengamanan) Polda Sumbar tengah melakukan audit untuk memastikan ada-tidaknya pelanggaran prosedur dalam pengamanan Markas Polres Dharmasraya. Sejumlah polisi yang sedang bertugas akan diminta pertanggungjawaban," ujar Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, Selasa (14/11), di Jakarta.
Pada Minggu dini hari lalu, Markas Polres Dharmasraya terbakar. Pembakaran diduga dilakukan dua pengikut kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Eka Fitra Akbar (24) dan Enggria Sudarmadi (25). JAD merupakan pendukung organisasi Negara Islam di Irak dan Suriah.
Menurut Setyo, Polri memiliki prosedur operasional standar terhadap pengamanan markas. Meskipun kebakaran disebabkan oleh kedua pelaku, Propam Polda Sumbar akan memastikan petugas yang berjaga mengikuti prosedur pengamanan atau tidak sehingga memberi pelaku kesempatan untuk melakukan aksi. Pemeriksaan internal itu dilakukan dalam pengawasan Divisi Propam Polri.
Sementara itu, jenazah Eka Fitra dan Enggria telah diserahkan kepada keluarga, Selasa sore. Jenazah Eka dibawa pulang untuk dimakamkan di Muaro Bungo, Jambi, sedangkan jenazah Enggria dimakamkan di Merangin, Jambi. Jenazah keduanya dijemput orangtua masing-masing di Rumah Sakit Bhayangkara Padang.
Kepala Bidang Dokter dan Kesehatan Polda Sumbar Komisaris Besar Danang Pamudji mengatakan, sebelum memulangkan jenazah, pihaknya telah melakukan pemeriksaan meliputi olah tempat kejadian perkara dan pemeriksaan post-mortem. Tim dokter pun telah mencocokkan DNA pelaku dengan keluarganya.
Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Padang Mestika Zed mengatakan, pembakaran Markas Polres Dharmasraya tak cukup hanya dilihat sebagai tindakan terorisme. Menurut dia, ada beberapa hal yang tak boleh dikesampingkan dalam melihat kejadian ini.
"Kalau dirunut, pergesekan di Dharmasraya akibat ketidakpuasan kepada aparat penegak hukum bukan hal baru. Pemicunya, konflik lahan, pasar, lalu lintas perdagangan, termasuk illegal logging dan lainnya," kata Mestika.
Dalam catatan Kompas, konflik warga dengan aparat kepolisian di Dharmasraya beberapa kali terjadi. Pada November 2012, penangkapan dua pelaku tambang ilegal berujung pada penyanderaan Kapolres Dharmasraya (saat itu Ajun Komisaris Besar Chairul Azis) dan personelnya oleh warga. Pada Oktober 2015, warga dan polisi juga berkonflik terkait kasus pertambangan. (SAN/ZAK)