JAKARTA, KOMPAS — Indonesia tidak akan bisa menjadi negara yang mandiri jika hanya separuh dari rakyatnya yang mandiri dan tidak bisa menjadi negara yang kuat, apalagi hanya separuh dari rakyatnya yang kuat. Karena itu, untuk mencapai agenda global Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), semua warga negara harus mendapatkan perlakuan yang sama sebagai warga negara kelas satu.
Apalagi prinsip dalam SDGs ialah ”No-one Left Behind” (tidak akan ada seorang pun yang terlewatkan/tertinggal). Hal itu berarti tidak ada seorang warga pun boleh menjadi atau sengaja dijadikan warga negara kelas dua.
”Saya kira hari-hari ini prinsip itu sedang diuji. Hari-hari ini kita melihat banyak elite dengan sengaja menggunakan politik yang bisa kita sebut politik identitas atau politik SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). SDGs dalam hal ini menolak politik SARA. Jadi, dalam SDGs tidak ada pribumi, tidak ada nonpribumi. Dalam SDGs semua warga negara kelas satu,” ujar Direktur Eksekutif INFID Sugeng Bahagijo pada pembukaan Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil untuk SDGs yang digelar International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) di Jakarta, Selasa (14/11) di Jakarta.
Hari-hari ini kita melihat banyak pihak elite dengan sengaja menggunakan politik yang bisa kita sebut politik identitas atau politik SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). SDGs dalam hal ini menolak politik SARA. Jadi, dalam SDGs tidak ada pribumi, tidak ada nonpribumi. Dalam SDGs semua warga negara kelas satu.
Menurut Sugeng, dalam SDGs semua warga negara adalah warga negara kelas satu karena dalam SDGs yang ada bahasa yang satu, bangsa yang satu, yakni bahasa dan bangsa Indonesia. Jadi, tidak ada warga kelas dua, pribumi, dan nonpribumi.
Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil untuk SDGs yang dihadiri sejumlah perwakilan organisasi masyarakat sipil, pemerintah, ataupun akademisi berlangsung hingga Rabu (15/11). Pertemuan tersebut untuk mendorong kontribusi masyarakat sipil Indonesia dalam perencanaan dan pelaksanaan SDGs setelah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan SDGs di Indonesia.
Pertemuan nasional bertema ”Indonesia yang Maju, Adil, dan Setara: Peran Perempuan dalam Pencapaian SDGs” yang dihadiri sekitar 150 peserta, khusus membahas salah satu tujuan SDGs, yaitu tujuan ke-5: Mencapai Kesetaraan Jender dan Memberdayakan Kaum Perempuan.
Apresiasi Australia
Nicola Nixon, Konselor untuk Penanggulangan Kemiskinan dan Pembangunan Sosial di Kedutaan Besar Australia di Indonesia, menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Indonesia atas komitmen pelaksanaan SDGs yang ditunjukkan melalui terbitnya Perpres Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan SDGs di Indonesia.
”Pemerintah Indonesia dan Australia telah menandatangani komitmen internasional untuk mencapai SDGs,” kata Nicola.
Pemerintah Indonesia dan Australia telah menandatangani komitmen internasional untuk mencapai SDGs.
Dari pemerintah, hadir menyampaikan pidato kunci Wahyuningsih Darajati dari Kementarian PPN/Bappenas. Selain itu, Tenaga Ahli Utama di Kedeputian Kantor Staf Presiden Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Bini Bintarti Buchori juga menyampaikan sambutan mewakili Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki. Menurut Bini, pemerintah memiliki komitmen yang kuat dalam pelaksanaan SDGs.
INFID menyelenggarakan pertemuan untuk memberikan kontribusi kepada rencana aksi yang tengah disusun oleh pemerintah, khususnya dalam hal bagaimana memperkuat dan melakukan terobosan untuk kesetaraan jender.
Pengalaman kepala daerah
Karena itu, selain menghadirkan sejumlah aktivis kelompok masyarakat sipil, pada pertemuan tersebut sejumlah kepala daerah, seperti Suyoto (Bupati Bojonegoro), Faida (Bupati Jember), Jefri Riwu Korre (Wali Kota Kupang), Aminullah Usman (Wali Kota Banda Aceh), dan M Hatta Rahman (Bupati Maros), diundang sebagai pembicara. Para kepala daerah menyampaikan materi tentang pengalaman daerah dalam melaksanakan SDGs.
”Beberapa pemerintah daerah tersebut telah memiliki komitmen untuk melaksanakan SDGs, terutama di tingkat kepala daerahnya,” ujar Hamong Santono, Senior Program Officer SDGs INFID.
Beberapa pemerintah daerah tersebut telah memiliki komitmen untuk melaksanakan SDGs, terutama di tingkat kepala daerahnya.
Selama pertemuan dua hari itu, sejumlah topik yang dibahas antara lain kepemimpinan dan perempuan, perlindungan sosial untuk kesetaraan jender, pendanaan dan enabling environment untuk SDGs, serta perempuan dan kesempatan kerja. Pada pertemuan itu pembicara internasional, Guido Schdmit-Traub, Direktur Eksekutif SDSN, akan berbicara melalui video rekaman.
Pertemuan ini diharapkan menghasilkan tiga hal. Pertama, strategi-strategi yang bisa digunakan untuk program dan kebijakan pemerintah dalam penurunan ketimpangan jender. Kedua, usulan-usulan dari kelompok perempuan dan organisasi masyarakat sipil mengenai regulasi terpenting yang harus diadakan atau diperluas, termasuk untuk melindungi kelompok difabel. Ketiga, cara-cara dan institusi yang diperlukan untuk memberikan dukungan kepada pemerintah daerah dan stakeholder lain dalam melaksanakan SDGs di 500 kabupaten/kota di Indonesia.