Perlu Terobosan Prosedur Tambang
JAKARTA, KOMPAS — Rakyat membutuhkan terobosan kebijakan dan aturan yang memungkinkan terciptanya legalitas usaha pertambangan emas skala kecil. Tanpa itu, praktik tambang rakyat akan semakin liar dan penggunaan merkuri yang merusak lingkungan makin sulit dikendalikan.
Selama ini ada 850 pertambangan emas skala kecil (PESK) yang tersebar di 197 kabupaten/kota di 32 provinsi. Semua pertambangan itu ilegal dan sebagian besar menggunakan merkuri dalam kegiatannya.
"Perlu terobosan kemudahan perizinan dari pemerintah daerah agar rakyat bisa memperoleh legalitas mengelola usaha tambang emas," kata Dadan Kusdiana, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu (15/11), di Jakarta.
Menurut Dadan, perizinan dalam tata kelola sektor mineral dan batubara menjadi kewenangan daerah. Pemerintah pusat telah memulai terobosan terkait kemudahan perizinan, seperti diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 34 Tahun 2017 tentang Perizinan di bidang pertambangan mineral dan batubara. Ia sepakat, kemudahan sejenis perlu dipraktikkan di daerah.
Penyederhanaan itu, di antaranya, dengan menghapus izin prinsip serta sejumlah persyaratan administratif dan finansial untuk membangun smelter. Sejumlah izin dan rekomendasi juga dilebur menjadi satu perizinan, seperti izin perubahan investasi dan sumber pembiayaan serta izin pembangunan fasilitas pengangkutan, pembelian, dan penggunaan bahan peledak.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah No 22/2010, proses perizinan tambang rakyat masih sangat lama. Pemerintah daerah terlebih dahulu menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR) dari wilayah pertambangan (WP). Penetapan WPR dilalui dengan merevisi rencana tata ruang wilayah di kabupaten dan provinsi. Kepala daerah lalu menerbitkan peraturan daerah berisi aturan tata kelola WPR, kemudian mengajukan penerbitan izin pertambangan rakyat oleh gubernur atas nama daerah.
Prosesnya pun tak berhenti di situ. Bupati masih harus menggelar lelang wilayah izin usaha pertambangan rakyat (WIUPR). Setelah keluar pemenang lelang, baru terbit izin gubernur. Proses ini bisa bertahun-tahun.
Daerah juga terbebani untuk menjaminkan reklamasi, studi kelayakan, pembuatan analisis mengenai dampak lingkungan, jaminan reklamasi, hingga rencana kerja anggaran biaya.
"Meski pemerintah daerah akan menikmati pendapatan negara bukan pajak dari perizinan tambang rakyat itu, panjangnya proses dan besarnya biaya menjadi alasan berbagai penundaan," kata Poprianto, anggota DPRD Provinsi Jambi yang membidangi ekonomi, kehutanan, perkebunan, dan lingkungan hidup.
Karena itu, lanjutnya, perlu terobosan dan dukungan pemerintah untuk menyederhanakan perizinan tambang rakyat. Jika dibiarkan berlarut, maraknya PESK bermerkuri akan semakin menambah persoalan dan mempertajam konflik sosial.
Picu konflik
Dalam catatan Kompas, maraknya PESK tak berizin juga telah memicu beragam konflik. Di Jambi, Markas Polsek Rantau Panjang dibakar masyarakat sebagai bentuk protes kepada aparat yang tebang pilih dalam menindak petambang liar.
Maryati Abdullah, Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia, koalisi masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas sumber daya ekstraktif, menuturkan, dalam konteks mengurangi atau meniadakan penggunaan merkuri, legalitas perizinan rakyat bisa jadi salah satu solusi. Hal itu diikuti pembinaan dan pengawasan tepat serta transfer teknologi ramah lingkungan dan akses pasar simetris bagi tambang rakyat.
Kepala Polres Solok Selatan Ajun Komisaris Besar M Nurdin mengatakan, aktivitas PESK ilegal di wilayahnya telah dihentikan.
Secara terpisah, terkait legalitas tambang, Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria merasa malu karena belum bisa menghentikan tambang rakyat ilegal yang dinilainya hanya menguntungkan pemodal.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas ESDM Sumatera Utara Zubaidi Ahmad menyatakan, saat ini tengah dilakukan penataan kembali tambang rakyat. Hingga kini hanya ada satu WPR di Kabupaten Dairi, tetapi izin pertambangan rakyat di atas WPR tersebut belum dikeluarkan. Adapun Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal masih mencari kawasan untuk dijadikan WPR.
Syarat WPR antara lain mempunyai cadangan primer logam atau batubara berkedalaman maksimal 25 meter dan luas maksimal satu WPR 25 hektar. Syarat lain, telah diusahakan rakyat minimal selama 15 tahun dan berada di endapan aluvial.
Polda Aceh juga berjanji menindak tegas pengguna merkuri pada PESK hingga tidak ada lagi yang menggunakan merkuri pada 2018. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Komisaris Besar Erwin Zadma mengatakan telah menghentikan aktivitas tambang ilegal Geumpang di Kabupaten Pidie dan Beutong di Kabupaten Nagan Raya. Namun, katanya, peredaran merkuri harus dihentikan sejak dari hulu. "Hulunya di Maluku sebagai daerah penghasil bahan baku merkuri. Jika di sana dihentikan, penghentian di hilir akan lebih mudah," kata Erwin.
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf meminta polisi dan dinas terkait menindak tegas penambang ilegal yang menggunakan alat berat dan merkuri. "Jika masyarakat mendulang emas dengan cara tradisional, silakan saja, itu tidak merusak lingkungan," ujarnya.
Kepala Bidang Humas Polda Banten Ajun Komisaris Besar Zaenudin mengatakan, pihaknya juga tidak menoleransi PESK ilegal. "Kami sudah melakukan sosialisasi larangan penambangan ilegal dan bahaya penggunaan merkuri," katanya.
(AIN/NSA/ZAK/ITA/FRN/APO/BAY)