BOGOR, KOMPAS — Pemerintah menegaskan tidak akan mengintervensi masalah hukum, termasuk kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik dengan tersangka Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto. Pemerintah mengimbau semua warga negara, tanpa kecuali, diwajibkan menaati hukum yang berlaku.
Penegasan bahwa pemerintah tak akan mengintervensi lembaga yudikatif itu disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (16/11). ”Dari awal, Presiden sudah menjelaskan bahwa pemerintah, eksekutif, tidak mencampuri urusan yudikatif. Pemerintah tidak akan masuk mengintervensi masalah hukum,” kata Wiranto saat dimintai tanggapan terkait menghilangnya Ketua DPR Setya Novanto.
Seperti diketahui, pada Rabu (15/11) malam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput paksa Novanto di kediamannya. Namun, hingga kini, tim penyidik KPK belum berhasil menemukan Novanto yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi KTP-el.
Terkait hal itu, Wiranto mengatakan, siapa pun warga negara harus patuh terhadap hukum yang berlaku, tanpa kecuali. ”Siapa pun yang sudah terlibat masalah hukum tentunya harus mematuhi apa yang kita sepakati dalam permasalahan hukum itu. Dengan demikian, hukum harus terus berlaku,” ujar Wiranto.
Siapa pun yang sudah terlibat masalah hukum tentunya harus mematuhi apa yang kita sepakati dalam permasalahan hukum itu.
Sehari sebelumnya, Presiden Joko Widodo memang meminta semua pihak mengikuti aturan hukum yang berlaku, termasuk dalam kasus dugaan korupsi KTP-el.
”Buka undang-undangnya semua, buka undang-undangnya. Aturan mainnya seperti apa, di situlah diikuti,” ucap Presiden Jokowi seusai membuka Kongres Ke-20 Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia di Manado, Sulawesi Utara, Rabu.
Ketua DPR Setya Novanto sudah tiga kali tidak memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dengan alasan yang menurut KPK tak bisa diterima secara hukum. Novanto berdalih, pemeriksaan terhadap Ketua DPR harus mendapatkan izin dari Presiden sesuai ketentuan dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Padahal, tidak semua pemeriksaan anggota DPR harus seizin Presiden. Pasal 145 UU MD3 mengatur, izin dari Presiden dibutuhkan untuk memeriksa anggota DPR yang tersangkut kasus pidana umum. Sementara pemeriksaan anggota DPR yang terjerat kasus pidana khusus, yakni korupsi, pencucian uang, terorisme, dan lainnya, tidak memerlukan izin Presiden.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, karena alasan-alasan ketidakhadiran Novanto yang dianggap tak bisa diterima tersebut, KPK menjemput paksa Ketua Umum Partai Golkar tersebut. Namun, saat penyidik KPK pada Rabu malam mendatangi rumah pribadi Novanto di Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Jakarta Selatan, ternyata politikus yang disebut beberapa kali terlibat masalah hukum itu tak diketahui keberadaannya. KPK juga telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Novanto.
Terkait penanganan kasus korupsi KTP-el, Presiden Jokowi menegaskan harus dilaksanakan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Hal itu termasuk pemeriksaan terhadap Novanto yang semestinya juga dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang.