Ada yang Persulit KPK Periksa Kondisi Setya Novanto
Oleh
DD13
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi telah mengirimkan tim ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta Selatan, untuk melihat langsung kondisi Ketua DPR Setya Novanto yang mengalami kecelakaan di Jalan Permata Berlian, Kamis (17/11) pukul 19.00. Namun, informasi dari tim KPK di lapangan menyebutkan bahwa ada pihak-pihak yang mempersulit KPK mengecek langsung kondisi Setya Novanto.
”Pihak manajemen rumah sakit kami harapkan tidak mempersulit kerja penyidik KPK di lokasi. Sejauh ini ada informasi yang kami terima bahwa ada pihak-pihak tertentu tidak kooperatif,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat dini hari.
Febri menjelaskan, di rumah sakit ternyata tim KPK kesulitan menemui dokter jaga yang bisa menjelaskan kondisi Setya Novanto. ”Di lokasi tidak ditemukan dokter jaga yang bertanggung jawab dapat menjelaskan kondisi SN,” katanya.
Hal ini membuat tim penyidik juga kesulitan untuk langsung membawa Novanto ke KPK. Semestinya, jika ada keterangan dari dokter yang bertanggung jawab dengan kondisi Setya Novanto, tim penyidik KPK bisa melakukan pengecekan ulang. ”Kan, perlu diketahui dulu kondisinya. Harus ke dokter yang menjaga SN dulu,” ujar Febri saat ditanya apakah KPK akan membawa dokter sendiri atau dari Ikatan Dokter Indonesia untuk mengecek kondisi Setya Novanto.
Setya Novanto diketahui mengalami kecelakaan mobil di Jalan Permata Berlian, Jakarta, Kamis, sekitar pukul 19.00. Dia kini dirawat di kamar 323 lantai 3 Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta Selatan. Berdasarkan keterangan pengacara Fredrich Yunadi, Setya Novanto mengalami kecelakaan ketika berada dalam perjalanan menuju kantor KPK.
”Yang bersangkutan sudah diketahui keberadaannya. Untuk tindakan lebih lanjut yang sesuai dengan aturan yang berlaku akan kita pertimbangkan kembali,” lanjut Febri. Kabar mengenai kecelakaan diketahui KPK ketika sedang mencari keberadaan tersangka kasus korupsi KTP-el itu.
Menurut Febri, tim KPK di lapangan yang memantau kondisi Setya Novanto juga akan mencari tahu mengenai kronologi kejadian secara rinci. Tujuannya, untuk mengetahui apakah kecelakaan benar-benar terjadi dan mengakibatkan tersangka tidak dapat diperiksa.
Febri menegaskan, tim tersebut juga akan melihat apakah posisi mobil pada waktu kecelakaan benar sedang mengarah ke kantor KPK seperti yang telah disampaikan atau menuju ke arah yang lain. Selain itu, pemeriksaan teknis akan dilakukan mengenai kondisi mobil dan dampak kecelakaan terhadap orang yang berada dalam mobil, seperti siapa saja yang ikut naik dan siapa yang dirawat.
DPO
Sebelumnya, KPK telah mengirimkan surat permohonan kepada Mabes Polri dan NCB Interpol Indonesia agar nama Setya Novanto masuk daftar pencarian orang (DPO). Hal ini dilakukan karena Ketua DPR yang menjadi tersangka kasus korupsi KTP-el itu tidak kunjung menyerahkan diri sejak dikeluarkannya surat perintah penahanan pada Rabu, 15 November.
Febri menyatakan, KPK telah mendatangi rumah Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu, 15 November, malam hari. Kedatangan itu dilakukan setelah tidak adanya kabar mengenai keberadaan Setya Novanto sejak surat perintah penangkapan dikeluarkan.
KPK pun akhirnya memutuskan untuk mengirim surat kepada Mabes Polri dan NCB Interpol Indonesia pada Kamis 16 November, saat magrib. Surat itu meminta agar kedua lembaga itu mencantumkan nama Ketua DPR itu ke dalam DPO.
KPK berwenang mengajukan DPO sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 12 Ayat (1) huruf h dan huruf i.
”Kami belum bisa menyampaikan hal-hal yang jauh lebih teknis (mengenai kedatangan ke rumah Setya Novanto). Tetapi, kami menyampaikan kepada keluarganya telah ada surat perintah penangkapan dan penugasan yang dilakukan KPK. Kami juga mengimbau tersangka sesegera mungkin ke KPK,” kata Febri.
Menghalangi penyidikan
Selain memasukkan nama Setya Novanto dalam DPO, Febri juga mengingatkan, pihak-pihak yang dianggap menghalangi atau merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi KTP elektronik dengan tersangka Setya Novanto bisa diketani Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi. Pasal 21 menyebutkan, setiap orang yang menghalangi atau merintangi penyidikan suatu kasus korupsi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat dihukum penjara.
”Jangan sampai ada upaya menghalang-halangi, bisa dalam berbagai bentuk berupa memengaruhi saksi, tersangka, merekayasa fakta, dan lain-lainnya. Hal tersebut menjadi hal yang kami cermati,” kata Febri. (DD13)