SURABAYA, KOMPAS — Generasi muda berperan penting melestarikan lingkungan. Kesadaran perlu ditumbuhkan sejak mereka duduk di bangku sekolah. Oleh sebab itu, sekolah dan pemangku kepentingan lainnya perlu memfasilitasi kegiatan yang bisa memunculkan dan merawat pola pikir berbasis lingkungan.
Ini seperti dilakukan sejumlah pelajar di ”Kota Pahlawan”. Beberapa sekolah aktif mengampanyekan gerakan kebersihan lingkungan. Setiap sekolah memiliki kader lingkungan yang bergerak dengan metode yang bervariasi. Gerakan yang mereka lakukan antara lain Grebek Pasar, menyumbang tanaman, dan mendaur ulang sampah.
Novia Rahmadani (15), pelajar SMA Negeri 9 Surabaya yang merupakan anggota Ecosongo, Sabtu (18/11) di Surabaya, Jawa Timur, mengatakan, kegiatan sadar lingkungan di sekolahnya dilakukan dengan Grebek Pasar. Siswa masuk ke pasar tradisional di Surabaya dan mengedukasi pedagang untuk menjaga kebersihan. Pedagang dilatih untuk membuang sampah di tempat sampah agar pasar tidak kumuh. Kegiatan ini dilakukan sepulang sekolah pukul 15.00 hingga 17.00 setiap bulan.
”Awalnya kami malu karena pelajar harus blusukan ke pasar yang kumuh, tetapi kami menilai, pasar menjadi tolok ukur kebersihan sebuah kota. Jika pasar bersih, tempat lain juga pasti bersih,” ujar siswi kelas X tersebut.
Pedagang dilatih untuk membuang sampah di tempat sampah agar pasar tidak kumuh. Kegiatan ini dilakukan sepulang sekolah pukul 15.00 hingga 17.00 setiap bulan.
Ecosongo adalah kegiatan ekstrakurikuler di SMAN 9 Surabaya. Pada awal berdiri pada 2012, kelompok ini merupakan kumpulan siswa yang tertarik pada isu lingkungan. Namun, tahun 2017, pihak sekolah menjadikan Ecosongo sebagai kegiatan ekstrakurikuler. Anggotanya yang awalnya hanya sekitar 20 orang kini mencapai 30 siswa yang terdiri dari siswa kelas X hingga XII.
Pendiri kelompok Ecosongo SMAN 9 Surabaya, Muhammad Abdel Rafi (20), menilai, generasi muda lebih memiliki kepedulian terhadap lingkungan dibandingkan generasi tua. Orang tua sibuk dengan urusan pekerjaan dan sering kali tidak menghiraukan kondisi lingkungan sekitar.
Orang tua kebanyakan hanya mengeluh tentang kondisi lingkungan yang kualitasnya makin menurun tanpa melakukan tindakan untuk mengubah kondisi tersebut. ”Bumi semakin panas, jangan cuma kipas-kipas,” katanya.
Orang tua kebanyakan hanya mengeluh tentang kondisi lingkungan yang kualitasnya makin menurun tanpa melakukan tindakan untuk mengubah kondisi tersebut.
Kepala SMAN 9 Surabaya Moch Shadali menuturkan, pihak sekolah ingin terus menjaga semangat kader lingkungan dengan menjadikan kegiatan rutin mereka sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler. Sekolah memberikan pendanaan dan pembinaan agar kegiatan itu berkelanjutan.
Tidak hanya di tingkat SMA, pola pikir berbasis lingkungan juga sudah ditanamkan di sekolah dasar. Secara terpisah, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyebutkan, Pemerintah Kota Surabaya mendorong pelajar agar menjadi kader lingkungan. Setiap tahun diadakan lomba Surabaya Eco School untuk memotivasi gerakan menjaga lingkungan.
”Meski saat ini kewenangan SMA/SMK berada di tangan provinsi, kegiatan sadar lingkungan di tingkat SMA/SMK akan terus dilanjutkan. Ini menjadi bagian dari pendidikan karakter,” ucap Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kota Surabaya Sukaryanto.
Di SMPN 11 Surabaya, siswa diwajibkan menyumbang tanaman untuk ditaruh di sekolah saat pertama masuk sekolah tersebut. Tanaman itu dimasukkan ke pot yang diberi nama siswa. ”Setiap siswa bertanggung jawab merawat tanaman itu agar lingkungan sekolah menjadi hijau dan asri,” ujar Kepala SMPN 11 Surabaya Muhammad Masykur Hasan.
Upaya menumbuhkan kepedulian menjaga lingkungan tersebut juga diaplikasikan dalam silabus sekolah. Siswa, misalnya, diajarkan terkait manfaat tanaman yang tumbuh di sekolah itu dalam mata pelajaran Biologi. Dalam mata pelajaran Bahasa Jawa, siswa diminta menjelaskan fungsi tanaman dalam bahasa Jawa.
”Siswa terus diingatkan pentingnya menjaga lingkungan, baik melalui kegiatan terkait lingkungan maupun di dalam kelas. Harapannya, kepedulian merawat lingkungannya tertanam hingga mereka dewasa,” tutur Masykur.
Berdasarkan data Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya, kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah di Surabaya sudah tumbuh. Hal itu terlihat dari rendahnya volume sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. Setiap hari, volume sampah yang dihasilkan dari sekitar 3 juta warga pada 2016 sebanyak 2.913,18 ton. Akan tetapi, kini sampah yang diangkut ke TPA Benowo rata-rata hanya 1.500 ton per hari, sementara sisanya telah diolah di tingkat masyarakat.
Upaya menumbuhkan kepedulian menjaga lingkungan tersebut juga diaplikasikan dalam silabus sekolah. Siswa, misalnya, diajarkan terkait manfaat tanaman yang tumbuh di sekolah itu dalam mata pelajaran Biologi. Dalam mata pelajaran Bahasa Jawa, siswa diminta menjelaskan fungsi tanaman dalam bahasa Jawa.