Waspadai Risiko Penumpang Belakang Terluka dalam Tabrakan Frontal
Oleh
Dahono Fitrianto
·5 menit baca
Terlepas dari kasus hukum terkait dugaan korupsi di belakangnya, ada pelajaran penting yang bisa dipetik dari kecelakaan yang menimpa Ketua DPR Setya Novanto. Penumpang yang duduk di kursi belakang sebuah mobil memang berisiko mengalami luka-luka yang cukup parah saat mobil terlibat tabrakan frontal, seperti terjadi saat Toyota Fortuner B 1732 ZLO yang ditumpangi Setya Novanto menabrak tiang lampu di kawasan Permata Hijau, Jakarta, Kamis (16/11) petang. Apalagi saat itu penumpang belakang tidak mengenakan sabuk keselamatan.
Erreza Hardian, instruktur keselamatan berkendara bersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dari lembaga Defensive Indonesia, sangat mungkin penumpang yang duduk di bangku belakang mengalami luka-luka saat terjadi benturan frontal. ”Mungkin dan sangat bisa dan (luka-lukanya) bahkan bisa jauh lebih parah (dibandingkan pengemudi atau penumpang di bangku depan),” tutur Reza, panggilan akrabnya.
Alasannya, kata Reza, penumpang yang duduk di bangku belakang cenderung terlambat menyadari bahwa dirinya tengah berada dalam situasi berbahaya. Risiko luka-luka akan makin besar saat penumpang tersebut tidak mengenakan sabuk keselamatan di dalam mobil.
Saat dia duduk di bangku belakang, ada risiko kepalanya membentur pilar B (pilar antara jendela depan dan jendela tengah) atau bagian belakang sandaran kepala kursi depan.
Hal senada disampaikan Jusri Pulubuhu, pendiri dan konsultan keselamatan berkendara dari Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), yang dihubungi semalam. Menurut Jusri, saat penumpang belakang tidak mengenakan sabuk keselamatan, faktor kelembaman akan menyebabkan badannya bergerak dengan kecepatan awal mobil saat mobil terhenti karena benturan.
”Saat dia duduk di bangku belakang, ada risiko kepalanya membentur pilar B (pilar antara jendela depan dan jendela tengah) atau bagian belakang sandaran kepala kursi depan. Risiko akan makin besar jika dia duduk di bagian tengah dan posisinya tidak sedang bersandar ke sandaran kursi, misalnya sedang mengobrol dengan pengemudi atau penumpang depan. Saat terjadi benturan mendadak, tubuhnya bisa terlempar ke depan membentur dasbor,” ujarnya.
Insurance Institute of Highway Safety (IIHS) di Amerika Serikat pernah membuat uji tabrak (crash test) guna menguji apa yang terjadi pada penumpang belakang yang tidak mengenakan sabuk keselamatan saat terjadi benturan frontal dengan kecepatan 35 mil per jam (sekitar 56 kilometer per jam). Dalam video tes itu terlihat boneka yang memperagakan penumpang belakang terlempar ke depan menabrak bagian belakang kursi depan sebelum terpantul ke arah atas-belakang.
”Orang sering berpikir kursi belakang (sebuah mobil) memberi perlindungan keselamatan, padahal tidak jika kita tidak memakai sabuk keselamatan. Hukum fisika tidak ditangguhkan hanya karena kita duduk di kursi belakang. Saat kita tidak memakai sabuk keselamatan, kita bisa menjadi semacam proyektil (peluru) saat terjadi tabrakan, tidak hanya membuat diri Anda berada dalam risiko, tetapi juga berpotensi melukai orang lain di dalam mobil itu,” ujar Russ Rader, juru bicara IIHS, kepada NBC News. 3 Agustus 2017.
Video uji tabrak lain yang dibuat otoritas transportasi Negara Bagian New South Wales ,Australia, Transport for NSW, juga memperlihatkan uji tabrak sebuah mobil sedan berisi empat orang, dua di depan dan dua di belakang. Salah satu penumpang di belakang tidak mengenakan sabuk keselamatan sehingga terlihat perbandingan efek benturan pada kecepatan 40 kilometer per jam di antara dua penumpang belakang tersebut.
Di sisi lain, fitur keselamatan bagi penumpang belakang ini tidaklah selengkap di kursi depan. Pengemudi dan penumpang di kursi depan dinilai lebih rentan menderita luka atau bahkan kematian saat terjadi tabrakan frontal sehingga regulator dan produsen mobil di dunia cenderung melengkapi fitur keselamatan aktif bagi mereka yang duduk di depan.
Lihat saja pada mobil-mobil keluaran terbaru, minimal sudah dilengkapi dua kantong udara (airbag) di bagian depan, masing-masing di roda kemudi untuk melidungi pengemudi dan di dasbor depan penumpang depan untuk melindungi penumpang. Pada mobil-mobil yang lebih canggih akan dilengkapi airbag samping di bagian samping kursi dan airbag tirai (curtain) yang akan melindungi tubuh dan kepala bagian samping saat terjadi benturan dari samping.
”Jadi fitur keselamatan di depan terus meningkat, tetapi tidak diikuti bangku belakang. Untuk penumpang dewasa, kami tak bisa lagi mengatakan duduk di belakang lebih aman,” ujar Jessica Jermakian, ilmuwan senior di IIHS, kepada CBS News, 13 Februari 2015.
Badan resmi Pemerintah AS yang bertugas mengawasi keselamatan berkendara di jalan raya, NHTSA (National Highway Traffic Safety Administration), bahkan baru mewajibkan adanya boneka tes di kursi belakang pada semua mobil baru yang diuji mulai tahun 2019.
Di laman resminya, NHTSA bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi di AS juga tengah meriset fitur keselamatan tambahan di samping sabuk keselamatan yang bisa mencegah luka bagi penumpang belakang. Beberapa fitur yang diusulkan seperti airbag yang keluar dari kursi depan atau dari atap mobil yang berfungsi meredam benturan penumpang belakang.
Menimbulkan luka
Saat ditanya mengenai kecelakaan Toyota Fortuner yang melibatkan Setya Novanto, Jusri mengatakan, berdasarkan pengalamannya ikut dalam berbagai investigasi kecelakaan mobil, dia memperkirakan mobil berwarna hitam tersebut melaju dengan kecepatan sekitar 20 kilometer per jam saat membentur tiang lampu di Permata Hijau.
”Itu analisis saya berdasarkan bukti-bukti kerusakan mobil yang saya lihat di video-video yang beredar, seperti kondisi headlamp (lampu utama) yang tidak pecah dan tidak ada airbag yang keluar,” ujar Jusri yang sering terlibat dalam investigasi kecelakaan di perusahaan-perusahaan yang menjadi kliennya.
Mengenai pengakuan pengemudi mobil bahwa mobil melaju pada kecepatan 60-70 kilometer per jam saat kecelakaan, Jusri mengakui bisa saja mobil melaju dengan kecepatan itu sebelum pengemudi hilang kendali dan mobil menabrak trotoar, menyerempet pohon dan akhirnya menabrak tiang lampu. Berbagai benturan itu memperlambat laju mobil sebelum benturan akhir.
Bahkan pada kecepatan 20 kilometer per jam, benturan yang terjadi sudah bisa menyebabkan seseorang menderita luka-luka. ”Saya pernah membaca referensi yang menyebutkan, benturan pada kecepatan 10 mil per jam (sekitar 16 kilometer per jam) sama besarnya dengan jatuh dari bangunan satu lantai. Jika diasumsikan tinggi bangunan satu lantai itu 3 meter, maka sama saja dengan jatuh dari ketinggian 3 meter,” katanya.
Membantu penyelidikan
Dihubungi terpisah, Public Relation Department Head PT Toyota Astra Motor (TAM) Rouli Sijabat mengatakan, pihaknya telah diminta pihak kepolisian untuk membantu penyelidikan kecelakaan yang dialami Toyota Fortuner tersebut.
Rouli menambahkan, Toyota Fortuner tahun 2012 seperti yang terlibat kecelakaan tersebut sudah dilengkapi dua kantong udara keselamatan di bagian depan, yakni di bagian roda kemudi dan dasbor di sisi penumpang depan. Walau demikian, mobil tersebut belum dilengkapi airbag samping (side airbag) dan tirai (curtain airbag) yang bisa turut melindungi penumpang belakang saat terjadi benturan samping.
Mengenai kemungkinan pihak berwajib mengambil data kecepatan terakhir mobil sesaat sebelum benturan dari sistem komputer mobil (ECU), Rouli mengatakan, hal itu harus melihat dulu hasil investigasi di lapangan. ”Jadi sebaiknya kita menunggu saja hasil (penyelidikan) yang dilakukan oleh pihak berwenang tentang hal tersebut,” ujarnya. (DHF)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.