JAKARTA, KOMPAS — Kebiasaan mengonsumsi makanan tak sehat, termasuk yang mengandung kadar gula tinggi, berdampak buruk bagi kesehatan anak. Itu ditandai tingginya jumlah anak yang mengalami obesitas. Karena itu, anak-anak harus dilindungi dari pangan tak sehat demi menciptakan generasi sehat di masa depan.
Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Eni Gustina mengungkapkan hal itu dalam jumpa pers peringatan Hari Anak Sedunia, Minggu (19/11), di Jakarta. Berdasarkan survei pemantauan status gizi tahun 2016, jumlah anak berusia 18 tahun ke atas yang mengalami obesitas melonjak jadi 38,5 persen dari 29,2 persen pada 2014.
Kegemaran mengonsumsi makanan manis sejak kanak-kanak yang tak diimbangi aktivitas fisik memadai jadi penyebab utama remaja Indonesia mengidap obesitas atau kegemukan. "Anak yang tak mengonsumsi makanan sehat akan terganggu kesehatannya. Itu mengancam cita-cita menciptakan generasi sehat pada 2045," kata Eni.
"Anak-anak rentan jadi sasaran makanan tak sehat melalui iklan yang menyesatkan. Jika sejak kecil terbiasa mengonsumsi sesuatu, itu akan terbawa sampai dewasa nanti," ujarnya.
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Dewi Setyarini mengakui, pihaknya kesulitan membendung iklan-iklan makanan yang menyesatkan. "Tak mudah menemukan substansi menyesatkan pada iklan makanan sehingga perlu koordinasi dengan instansi terkait. Ada juga iklan terlisensi Badan Pengawas Obat dan Makanan, tapi setelah tayang isinya berbeda," ucapnya.
Batasi asupan gula
Menurut Eni, perlindungan pada anak bisa dilakukan dengan memperhatikan asupan makanan anak, misalnya membatasi konsumsi gula 4 sendok makan per hari, garam 1 sendok teh per hari, dan lemak maksimal 5 sendok makan. Konsumsi melebihi batas meningkatkan risiko anak menderita beragam penyakit.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Abiphraya Insan Cendekia Indonesia Arif Hidayat menambahkan, anak-anak tak boleh terlalu banyak mengonsumsi makanan dengan kadar gula tinggi, seperti susu kental manis. Kandungan gula dan lemak pada susu kental manis tinggi, mencapai 54 persen. "Susu kental manis bukanlah susu, melainkan gula aroma susu. Kadar protein dalam susu kental manis tak lebih dari 8 persen," ujarnya.
Sementara Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Sitti Hikmawatty mengimbau agar anak-anak tak hanya mengonsumsi satu jenis makanan terus-menerus. Diversifikasi pangan perlu diterapkan pada anak untuk melengkapi kandungan gizi pada makanan.
Wakil Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sudaryatmo memaparkan, soal utama dari sisi konsumen adalah mereka tak mendapat informasi utuh kandungan gizi pada produk makanan olahan. Harapannya, ada informasi lengkap kandungan gizi di kemasan makanan. Selain susu kental manis, jus buah dalam kemasan juga mengandung gula amat tinggi.