DPRD DKI Belum Setujui Kenaikan Anggaran Tim Gubernur
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Membengkaknya rancangan anggaran pembentukan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan dinilai tidak efektif dan tidak efisien oleh sejumlah pihak. Selain itu, fungsi tim itu harus dikonsep dengan matang agar lebih efisien dan tidak melangkahi struktural.
Sekretaris Komisi C DPRD DKI Jakarta dari Partai Nasdem James Arifin menilai, kenaikan anggaran untuk TGUPP dinilai tidak efisien. Usulan semula anggaran untuk Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), Rp 2,35 miliar, bertambah Rp 26,64 miliar sehingga menjadi Rp 28,99 miliar.
”Kami di Komisi C masih belum sependapat dengan pemerintah provinsi. Penebalan anggaran tersebut terjadi karena adanya penambahan jumlah anggota TGUPP,” kata James di kantor DPRD Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (21/11).
Pemerintah berencana menambah 45 orang untuk masuk ke dalam TGUPP ini. Selain itu, juga akan ada penambahan beberapa bidang di TGUPP ini, yaitu bidang pengelolaan pesisir, bidang ekonomi, bidang harmonisasi regulasi, dan bidang pencegahan korupsi.
Ini akan menciptakan semacam duplikasi struktural.
”Ini akan menciptakan semacam duplikasi struktural. Untuk pengelolaan pesisir, sih, kami tidak masalah karena fokus pemerintah untuk menangani reklamasi. Namun, beberapa bidang lain sepertinya tidak efektif,” kata James.
Dia memaparkan, contohnya adalah bidang pencegahan korupsi. Sebenarnya pemerintah provinsi sudah menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan kejaksaan, kepolisian, dan KPK. ”Selain itu, untuk bidang ekonomi juga, pemerintah sudah punya strukturalnya sendiri,” kata James.
Sesuai Peraturan Gubernur Nomor 163 Tahun 2015 tentang Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan, TGUPP merupakan tim yang dibentuk dan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada gubernur. Lembaga itu dibentuk untuk percepatan pelaksanaan pembangunan dan peningkatan pelayanan publik oleh satuan kerja perangkat daerah/unit kerja perangkat daerah (SKPD/UKPD).
Mengenai jumlah anggota dalam TGUPP, sesuai Pasal 8 Pergub tentang TGUPP itu, susunan keanggotaan terdiri dari 1 ketua merangkap anggota, 1 wakil ketua merangkap anggota, serta 9 anggota. Anggota ada 13 orang.
Bagi ketua, wakil ketua, dan anggota TGUPP, layaknya PNS, dalam pergub itu juga dijelaskan mendapat hak keuangan dan fasilitas. Untuk hak keuangan, sesuai Pergub DKI Nomor 409 Tahun 2016 tentang Tunjangan Kinerja Daerah (TKD), Ketua TGUPP mendapat tunjangan Rp 27,9 juta, tunjangan wakil ketua Rp 26,5 juta, sedangkan anggota Rp 24,9 juta.
Selain itu, James menjelaskan, orang-orang yang mengisi tim tersebut juga harus sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing. Selain itu, pemerintah harus benar-benar menyiapkan konsep yang sesuai dengan fungsi di dalam pergub.
”Hingga saat ini konsep dari pemerintah juga belum ada. Kami tidak mungkin ketuk palu jika hanya muncul jumlah anggaran dan anggotanya saja di rapat,” tutur James.
James menuturkan, pada masa kepemimpinan gubernur sebelumnya, TGUPP ini digunakan untuk pencepatan lelang dan konsolidasi pembangunan infrastruktur. Sebelumnya, mengenai penambahan personel, Dhany Sukma, Kepala Biro Organisasi Reformasi Birokrasi Pemprov DKI, mengatakan, untuk penambahan personel mesti dilihat urgensi dan analisis uraian pekerjaannya. Setelah itu baru terlihat kebutuhan personel.
Johnny Simanjuntak, anggota Badan Anggaran dari PDI-P, juga mempertanyakan usulan anggaran tersebut. Ia tak ingin penambahan itu menabrak aturan. (Kompas, 20 November 2017).
Kenaikan anggaran ini bertolak belakang dengan tujuan pemerintah yang ingin meningkatkan pendapatan asli daerah.
Bertolak belakang
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, kenaikan anggaran ini bertolak belakang dengan tujuan pemerintah yang ingin meningkatkan pendapatan asli daerah.
”Pemerintah berencana untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dengan menaikkan pajak, tetapi pemerintahnya sendiri tidak dapat melakukan efisiensi anggaran,” ungkap Robert.
Pemerintah berencana untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dengan menaikkan pajak, tetapi pemerintahnya sendiri tidak dapat melakukan efisiensi anggaran.
Untuk membiayai pengeluaran yang membengkak itu, pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak yang semula ditargetkan Rp 36 triliun ditingkatkan menjadi Rp 38 triliun. Kemudian, Robert menjelaskan, idealnya TGUPP ini menjadi alat kerja dan alat bantu gubernur untuk mengecek di lapangan perihal keterlambatan proyek, serapan anggaran, dan sumbatan birokrasi.
Selain itu, Robert menjelaskan, hal ini akan membuat pemerintah menjadi kelebihan lembaga. ”Jika memang TGUPP ini fungsinya untuk memberikan masukan kepada pemerintah, kan, sudah ada kepala deputi, staf ahli, dan staf khusus di gubernur,” ungkap Robert.
TGUPP ini tidak memiliki fungsi yang jelas di dalam pemerintahan.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mempertanyakan tujuan pemerintah membentuk TGUPP. Menurut dia, sejak dibentuk, TGUPP ini tidak memiliki fungsi yang jelas di dalam pemerintahan.
”Selain itu, konsep dari TGUPP ini juga perlu dipikirkan dengan jelas. Sekarang semua terserah gubernur bagaimana tim percepatan ini akan diberi kewenangan. Untuk anggaran, nantinya juga bisa disesuaikan,” kata Agus. (DD05)