JAKARTA, KOMPAS — Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar hari Selasa (21/11) ini menggelar rapat pleno dengan agenda memutuskan siapa pengisi jabatan Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Setya Novanto. Hal itu dilaksanakan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi resmi menahan Novanto di Rutan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi KTP elektronik, Senin (20/11) dini hari.
Agenda rapat pleno DPP Partai Golkar tersebut disampaikan Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid di Kantor DPP Golkar Jalan Anggrek Neli Mulia, Jakarta, Selasa (21/11). ”Jadi, rapat pleno hari ini adalah bagian dari upaya Partai Golkar untuk mengantisipasi berbagai hal yang berhubungan dengan posisi Ketua Umum Golkar, kaitannya dengan dua jabatan, yaitu sebagai Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR RI,” ujar Nurdin.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang kerap dikaitkan akan menggantikan posisi Novanto di Partai Golkar terlihat hadir saat rapat pleno telah dimulai.
Rapat pleno yang digelar DPP Partai Golkar hari ini dihadiri petinggi Partai Golkar, antara lain Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Nurul Arifin, serta Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa I (Jakarta dan Jawa Barat) Agun Gunandjar. Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali juga terlihat hadir.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang kerap dikaitkan akan menggantikan posisi Novanto di Partai Golkar terlihat hadir saat rapat pleno telah dimulai. Airlangga yang kini menjabat Koordinator Bidang Perekonomian di DPP Partai Golkar datang sekitar pukul 13.35 WIB. Airlangga yang dikawal ketat saat memasuki ruangan hanya mengacungkan jempol tangan kanannya kepada awak media yang gagal mewawancarainya.
Sebelumnya, Airlangga bersama Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang juga menjabat Wakil Dewan Kehormatan Partai Golkar telah menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Senin (20/11).
Dalam pertemuan tersebut, keduanya melaporkan terkait tugas mereka sebagai pembantu Presiden. Ihwal perbincangannya dengan Presiden Joko Widodo terkait kondisi Partai Golkar, Airlangga mengatakan, Presiden berharap situasi yang melanda partai itu tidak bertambah buruk dan dapat dilalui dengan baik (Kompas, 20/11).
Tidak mungkin membiarkan Golkar dan DPR tersandera hanya karena persoalan hukum pribadi yang dialami Setya Novanto.
Terkait rapat pleno yang diselenggarakan hari ini untuk menarik Novanto dari kursi Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar, Nurdin mengatakan, hal itu semata memperhatikan kepentingan publik. ”Tidak mungkin membiarkan Golkar dan DPR tersandera hanya karena persoalan hukum pribadi yang dialami oleh Pak Setya Novanto,” ujarnya.
Nurdin mengatakan, hari ini Partai Golkar pasti akan menarik Novanto dari jabatan Ketua DPR. Meskipun apabila ditinjau dari sisi hukum perlu menunggu keputusan yang bersifat inkrah (tetap) dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, Nurdin menilai, menarik Novanto dari kursi Ketua DPR merupakan keharusan karena posisi itu merupakan posisi strategis yang berkaitan dengan kepentingan rakyat, antara lain fungsi legislasi dan budgeting (pembiayaan).
”Insya Allah, mudah-mudahan teman-teman (peserta pleno) ini menyetujui untuk menarik Setya Novanto sebagai Ketua DPR,” ucap Nurdin.
Belum tentu munaslub
Terkait mekanisme pergantian ketua umum yang akan ditempuh Partai Golkar, Nurdin mengatakan, hal itu belum bisa dipastikan. Terdapat dua mekanisme yang dapat dipilih dalam rapat pleno, yaitu mekanisme melakukan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) untuk menentukan ketua umum definitif atau mekanisme memilih pelaksana tugas (plt) ketua umum sehingga tidak memerlukan penyelenggaraan munaslub.
”Tergantung bagaimana kebutuhan organisasi. Jika diputuskan munaslub, tidak perlu ada plt. Cukup ketua harian, korbid, dan sekjen yang mengendalikan partai dan membentuk panitia penyelenggara munaslub. Kalau itu yang diputuskan, munaslub harus terlaksana bulan Desember karena Januari sudah ada pendaftaran pilkada (pemilihan kepala daerah),” tutur Nurdin.
Meski demikian, Nurdin mengatakan, cara penunjukan Plt Ketua Umum Golkar merupakan cara yang lebih murah dan memiliki landasan hukum yang juga kuat. Menunjuk plt dalam rapat pleno, kemudian plt ini dikukuhkan dalam forum rapimnas (rapat pimpinan nasional). Rapimnas itu mekanisme pengambilan keputusan satu tingkat di bawah munas yang itu juga legal (resmi),” tambah Nurdin.
Sebelumnya, Senin (20/11), Dewan Pakar Partai Golkar menyelenggarakan rapat di Kantor DPP Partai Golkar untuk menyikapi perkembangan politik dan dinamika Partai Golkar setelah penahanan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto oleh KPK. Rapat yang dipimpin Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono itu merekomendasikan DPP Partai Golkar untuk segera mengadakan munaslub selambat-lambatnya akhir Desember 2017 untuk memilih dan menetapkan ketua umum baru Partai Golkar. Rapat itu juga mendukung keputusan Novanto untuk menunjuk Sekjen Partai Golkar Idrus Marham menjadi Plt Ketua Umum Partai Golkar.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali mengatakan, siapa pun memiliki kesempatan untuk menjadi Ketua Umum Partai Golkar dan juga Ketua DPR. Zainudin menjadi salah satu nama yang disebut-sebut bakal menggantikan jabatan Novanto sebagai Ketua DPR selain Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo, Ketua Badan Anggaran DPR Azis Syamsuddin, Sekretaris Fraksi Partai Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Ketua Koordinator Bidang Kepartaian Golkar Kahar Muzakir.
”Siapa pun bisa, rekomendasi boleh-boleh saja, tetapi yang menentukan itu di rapat pleno ini,” ujar Zainudin
Hingga saat ini, rapat pleno masih berlangsung secara tertutup. (DD14)