Gunung Agung Meletus, Masyarakat Diimbau Tidak Panik
DENPASAR, KOMPAS - Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali, meletus pada Selasa (21/11) pukul 17.05 WITA, dengan letusan jenis freatik. Gunung yang berstatus Siaga itu mengeluarkan asap kelabu tebal dengan tekanan sedang hingga tinggi maksimum 700 meter di atas puncak. Abu letusan bertiup ke arah timur dan tenggara.
Hal itu disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho, lewat keterangan pers tertulis, Selasa (21/11) sore. “Letusan freatik sulit diprediksi. Bisa terjadi tiba-tiba dan seringkali tidak ada tanda-tanda adanya peningkatan kegempaan,” ujar Sutopo.
Menurut Sutopo, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) masih menganalisis aktivitas vulkanik gunung tersebut. Berdasarkan aktivitas vulkanik, Gunung Agung belum menunjukkan adanya lonjakan kegempaan. Data terakhir menyebutkan tremor Non-Harmonik sebanyak satu kali dengan amplitudo 2 milimeter (mm) dan durasi 36 detik. Gempa vulkanik dalam 2 kali dengan amplitudo 5-6 mm dan durasi 8-26 detik.
Sutopo menambahkan, letusan freatik terjadi akibat adanya uap air bertekanan tinggi. Uap air tersebut terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang meresap ke dalam tanah di dalam kawah kemudian kontak langsung dengan magma. Letusan freatik disertai dengan asap, abu, dan material yang ada di dalam kawah.
Sutopo mengimbau agar masyarakat tetap tenang serta waspada dan mengikuti semua rekomendasi dari PVMBG. Masyarakat di sekitar Gunung Agung beserta pendaki ataupun wisatawan dilarang untuk melakukan aktivitas apapun di zona perkiraan bahaya, yaitu di dalam area kawah Gunung Agung dan di seluruh area dalam radius 6 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung ditambah perluasan sektoral ke arah utara – timur laut dan tenggara – selatan- barat daya sejauh 7,5 kilometer.
Letusan freatik terjadi akibat adanya uap air bertekanan tinggi. Uap air tersebut terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang meresap ke dalam tanah di dalam kawah kemudian kontak langsung dengan magma.
Sejumlah daerah di Karangasem yang terdampak letusan antara lain Desa Ban, Desa Sebudi, Desa Besakih, Desa Buana Giri, Desa Jungutan, dan sebagian wilayah Desa Dukuh. BNPB bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat terus menyiapkan upaya penanganan terkait dengan meletusnya Gunung Agung.
Berdasarkan data BNPB, hingga saat ini jumlah pengungsi Gunung Agung sebanyak 29.245 jiwa yang tersebar di 278 titik pengungsian. Sebagian besar warga masih berada di pengungsian sejak status Gunung Api meningkat menjadi Siaga pada 18 September 2017.
Namun, Sutopo memperkirakan, jumlah pengungsi ini akan bertambah mengingat warga Dusun Bantas Desa Abaturinggit sudah turun menjauh dari radius 7,5 kilometer ke Kantor Camat Kubu serta warga Dusun Juntal Kaje juga turun ke balai-balai desa yang ada di Desa Kubu. “Begitu juga warga dukuh juga sudah bersiap-siap untuk mencari tempat yang lebih aman,” ucap Sutopo.
Sutopo mengungkapkan, letusan freatik gunung api bukan sesuatu yang aneh jika status gunung tersebut berstatus di atas normal. Biasanya dampak letusan adalah hujan abu, pasir atau kerikil di sekitar gunung. Letusan freatik tidak terlalu membahayakan dibandingkan letusan magmatik dan dapat berdiri sendiri tanpa erupsi magmatik.
Namun letusan freatik bisa juga menjadi peristiwa yang mengawali episode letusan sebuah gunungapi. Misalnya Gunung Sinabung, letusan freatik yang berlangsung dari tahun 2010 hingga awal 2013 adalah menjadi pendahulu dari letusan magmatik. Letusan freatik Gunung Sinabung berlangsung lama sebelum diikuti letusan magmatik yang berlangsung akhir 2013 hingga sekarang.
Letusan freatik gunung api bukan sesuatu yang aneh jika status gunung tersebut berstatus di atas normal. Biasanya dampak letusan adalah hujan abu, pasir atau kerikil di sekitar gunung
Beberapa kali gunung api di Indonesia meletus freatik saat status gunung api tersebut Waspada (level 2) seperti letusan Gunung Dempo, Gunung Dieng, Gunung Marapi, Gunung Gamalama, Gunung Merapi dan lainnya. Tinggi letusan freaktik juga bervariasi, bahkan bisa mencapai 3.000 meter tergantuk dari kekuatan uap airnya.
Gunung Agung terakhir meletus pada Tahun 1963. Setelah 54 tahun tertidur, aktivitas gunung berketinggian 3.014 meter di atas permukaan laut ini tiba-tiba meningkat sejak awal Juli 2017. Pada 14 September 2017, status Gunung Agung naik dari Normal menjadi Waspada dan menjadi Siaga pada 18 September.
PVMBG kemudian menyatakan status gunung ini kembali naik menjadi Awas pada 22 September. Fase Awas adalah tingkat bahaya tertinggi gunung api. Setelah lima pekan, status Gunung Agung diturunkan kembali menjadi Siaga pada 29 Oktober silam.
Gunung Agung terakhir meletus pada Tahun 1963. Setelah 54 tahun tertidur, aktivitas gunung berketinggian 3.014 meter di atas permukaan laut ini tiba-tiba meningkat sejak awal Juli 2017. Pada 14 September 2017, status Gunung Agung naik dari Normal menjadi Waspada dan menjadi Siaga pada 18 September
Kepala Bidang Mitigasi Bencana Gunung Api PVMBG Gede Suantika menyebutkan, peningkatan kegempaan yang terdeteksi dari enam seismometer Gunung Agung dan Gunung Batur menjadi acuan utama dalam pengambilan keputusan kenaikan status Gunung Agung. Parameter lain adalah perubahan deformasi tubuh gunung dan perubahan termal (Kompas,31/10).
Hingga kini, belum ada informasi secara detail dampak dari letusan Gunung Agung pada Selasa sore tersebut. Sutopo mengakui, BNPB terus melakukan koordinasi dengan PVMBG. “Zona perkiraan bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi serta dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yang paling aktual,” kata Sutopo. Namun, Sutopo memastikan, kondisi Bali masih tetap aman. Aktivitas di Bandara Internasional Ngurah Rai juga masih normal. Kondisi pariwisata di Bali juga masih aman, selain di radius berbahaya di sekitar Gunung Agung yang dilarang dimasuki