Kampung 3D yang Mengubah Wajah Kota
Sebulan setelah viral di media sosial, pengunjung dan pencandu swafoto terus membanjiri Kampung 3 Dimensi di Jalan Danau Tondano Raya, Kelurahan Abadi Jaya, Sukmajaya, Kota Depok. Bahkan, ada yang datang tiga kali demi hasil swafoto sempurna.
Swafoto memang masih digandrungi. Keinginan untuk selalu eksis yang bersimbiosis mutualisme dengan kreativitas berlangsung di Kampung 3 Dimensi (3D).
Dessy (35), warga Kelurahan Sukatani, Kecamatan Tapos, datang bersama tiga kerabatnya, Minggu (19/11). Ini yang ketiga kalinya ia datang ke Kampung 3D. "Saya masih penasaran. Mau foto ulang supaya hasilnya bagus. Lagi pula kebetulan ada saudara datang dari Palembang, saya ajak sekalian," katanya.
Kerabat Dessy, Hetty (45) yang datang dari Palembang, Sumatera Selatan, mengaku penasaran setelah melihat di media sosial mengenai Kampung 3D tersebut. Karena itu, mumpung sedang di Depok, ia pun merasa harus berkunjung dan tentu berfoto. Hari Minggu itu, mereka bahagia dan bersemangat meski harus antre menunggu giliran untuk berfoto di gambar zebra cross yang tampak seolah-olah melayang.
Sekelompok anak muda juga sabar menanti tiba waktunya untuk bisa bergaya, berfoto di gambar perahu. Ismi (19) mengatakan, awalnya bingung ketika berfoto di tempat itu. "Kok, tidak kelihatan tiga dimensi, seperti yang viral di media sosial. Baru mengerti bahwa ternyata posisinya harus pas. Kalau tidak, gambarnya terlihat biasa saja, atau malah aneh," katanya.
Para pengunjung itu akan didatangi oleh pemuda karang taruna setempat yang siap membantu memberi tahu posisi foto yang tepat sehingga bisa menimbulkan efek 3D. Dekat dengan gambar-gambar tersebut juga ternyata telah diberi penanda lokasi pengambilan foto yang tepat.
Siang itu, pengunjung memenuhi jalanan kampung. Semua datang untuk mengambil foto dari satu gambar ke gambar lain, sampai gambar terakhir, kemudian kembali dan berganti dengan pengunjung berikutnya. Mereka mengaku mengetahui Kampung 3D itu dari Facebook.
Belajar lewat internet
Yuli (35) yang datang dari Cimanggis, Depok, bersama suami dan anaknya juga mengakui, keberadaan Kampung 3D itu menjadi hiburan yang murah meriah. Selama ini, sangat sedikit tempat hiburan yang murah di Depok. "Ada sih taman, tetapi enggak di semua tempat ada, lalu isinya begitu-begitu saja. Kalau ini, kan, menarik, walaupun hanya jalan saja seperti ini," ujarnya.
Berada di dekat gambar-gambar itu memang memicu rasa berbeda. Pejalan kaki atau pengendara sepeda motor refleks melambat, melipir menghindari "jurang menganga". Padahal, cuma gambar saja lo.
Ketua Karang Taruna RW 003, Kelurahan Abadi Jaya, Mohammad Nur Alam (33), mengatakan, anak-anak muda pembuat kreativitas itu tidak menyangka apa yang mereka lakukan akan viral di media sosial dan dikenal banyak orang.
Pemicunya, pada September lalu, Jalan Danau Tondano baru saja diperbaiki.
"Sebelumnya memang ada polisi tidur untuk membuat pengendara kendaraan bermotor berhati-hati. Lalu, setelah diperbaiki, kan, tidak tampak, biasanya polisi tidur akan dicat dengan warna berbeda untuk memberi tanda. Nah, kami, anak-anak muda, berinisiatif untuk membuat sesuatu yang berbeda," ujar Alam.
Karena itu, inisiatif itu pun dimulai dengan membuat lukisan tiga dimensi, satu gambar saja, yaitu gambar trotoar melayang. Tanpa keahlian khusus, mereka melukis dengan panduan dari internet. "Kami menggambar dengan kapur dulu. Setelah itu dicat dengan panduan dari internet, sambil dilihat melalui kamera, apakah benar sudah terlihat efek tiga dimensinya," kata Alam.
Untuk penggunaan cat, mereka menggunakan cat dasar warna putih, kemudian memberi pigmen warna untuk kebutuhan warna yang lain. Hal itu disebabkan membeli cat berwarna harganya lebih mahal.
Awalnya hanya dua gambar yang mereka buat, yaitu gambar zebra cross melayang dan tebing jurang. Kemudian, ide lain bermunculan, dan lahirlah 10 lukisan di jalan dan tiga lukisan di dinding rumah warga. Mereka melukis menggunakan dana kas karang taruna Rp 1,7 juta dan sebagian sumbangan dari warga.
Kini, karena begitu banyak orang datang dan lalu lalang serta hujan, mereka harus mengecat ulang hingga tiga kali. Semua kebutuhan itu selama ini tercukupi dari sumbangan uang parkir pengunjung.
"Dari ide awal untuk membuat orang lebih berhati-hati di jalan, karena di sini banyak anak-anak, sedangkan jalan ini adalah jalan alternatif ke beberapa perumahan, kami tidak menyangka ini jadi viral dan jadi tujuan wisata," ujar Alam.
Beri ruang
Ketua RW 003 Kelurahan Abadi Jaya, Nurwenda, mengatakan, pengurus RW memang memberi ruang bagi anak muda di tempat itu untuk berkreasi. Hasilnya, anak-anak muda itu bisa membuat kegiatan positif yang bermanfaat dan membuat kampung itu kini dikenal luas. "Hal lain, warga setempat tidak keberatan dengan ramainya jalan ini sekarang. Kami semua bisa saling mendukung. Bahkan warga sementara ini tidak keberatan untuk memutar menggunakan jalan lain jika jalan ini penuh," katanya.
Nurwenda berharap kegiatan ini juga bisa didukung Pemerintah Kota Depok. Setelah viral, mau tidak mau warga harus terus mempertahankan konsep Kampung 3D itu. Setidaknya, saat ini hal yang dibutuhkan warga, misalnya, adalah penutupan selokan sehingga tidak membahayakan pengunjung.
Alam dan rekan-rekannya saat ini juga merasa senang ketika jerih lelah mereka diapresiasi banyak pihak. "Bahkan banyak yang mengaku terkejut. Depok yang sempat ramai oleh begal dan geng motor ternyata ada anak muda yang bisa buat hal-hal positif. Kami berharap semangat positif ini bisa menular," ujarnya.
Saat ini, Alam mengaku telah diminta beberapa pihak untuk bekerja sama, membuat pelatihan berbuat hal serupa di tempat lain. Ia berharap Depok bisa memiliki lebih banyak ruang publik kreatif.
Selain mewadahi semangat eksis swafoto, revitalisasi kampung yang kekinian begini bisa menjadi ajang saling bertemu, mewujudkan interaksi sosial yang katanya mulai terkikis di kehidupan urban.