Rapat Pleno Masih Buntu, Ada yang Ingin Setya Novanto Bertahan
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rapat pleno Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar yang membahas pengisian jabatan Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR untuk mengganti Setya Novanto hingga saat ini masih berlangsung dan belum mencapai titik temu. Rapat belum mencapai titik temu karena masih ada pihak yang menginginkan posisi Novanto dipertahankan di kedua jabatan tersebut.
Rapat yang dimulai Selasa (21/11) sejak pukul 13.00 WIB itu telah diskors sebanyak dua kali, yaitu sekitar pukul 16.20 WIB dan 18.30 WIB. Penundaan rapat pleno tersebut untuk memberikan waktu kepada peserta rapat guna melaksanakan ibadah shalat Ashar dan Maghrib.
Meski demikian, Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, belum ada sama sekali kesepakatan atau pengerucutan opsi yang diambil terkait pergantian Novanto dari kursi ketua umum partai ataupun Ketua DPR. Hal itu karena masih ada pihak yang menginginkan Novanto dipertahankan di posisinya saat ini.
Agenda rapat pleno mengevaluasi dan membahas hal yang berhubungan dengan posisi Ketua Umum Golkar dan Ketua DPR.
Sebelum rapat pleno dimulai siang tadi, Nurdin menyampaikan agenda rapat pleno, yaitu mengevaluasi dan membahas hal yang berhubungan dengan posisi Ketua Umum Golkar dan Ketua DPR. Bahkan, Nurdin memastikan, Partai Golkar akan menarik Novanto dari kursi Ketua DPR hari ini.
”Sekarang masih dalam tahap mendengarkan masukan, sudah 29 orang berbicara dan masih ada yang mendaftar. Kami (pimpinan rapat) tidak bisa bertindak otoriter dalam mengambil keputusan karena apabila keputusan diambil lonjong atau tidak secara bersama, bisa diadukan ke mahkamah partai atau bahkan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Itu tidak kami inginkan. Kami betul-betul ingin mengedepankan asas musyawarah mufakat,” tutur Nurdin.
Nurdin menilai, posisi Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar sangat sulit untuk dipertahankan. Akan tetapi, dirinya menyerahkan keputusan yang diambil kepada peserta rapat pleno. Ia mengakui bahwa peserta rapat masih ada yang menginginkan Novanto dipertahankan di posisinya saat ini.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR Agus Gumiwang Kartasasmita mengapresiasi tindakan Nurdin saat memimpin rapat. Menurut dia, Nurdin demokratis karena mengakomodasi semua usulan atau suara peserta rapat pleno.
”Belum ada keputusan di ronde kedua ini (setelah rapat diskors kedua kalinya), perdebatan masih sama seperti sebelumnya, yaitu apakah Pak Novanto dipertahankan atau tidak,” ujar Agus.
Surat Novanto
Saat rapat berlangsung, di kalangan wartawan beredar dua surat yang ditandatangani oleh Novanto di atas meterai tempel. Surat tersebut diduga ditulis tangan secara langsung oleh Novanto dari dalam Rutan KPK. Kedua surat tersebut ditujukan kepada pimpinan DPR dan juga kepada DPP Partai Golkar.
Surat yang ditujukan kepada DPR berisikan permohonan Novanto kepada pimpinan DPR untuk tidak melakukan rapat pleno ataupun sidang Mahkamah Kehormatan Dewan yang memungkinkan menonaktifkan dirinya sebagai Ketua DPR atau anggota DPR. Dalam surat itu, Novanto meminta diberikan kesempatan untuk membuktikan dirinya tidak terlibat dalam kasus hukum proyek KTP elektronik yang tengah disidik KPK.
Adapun surat yang ditujukan kepada DPP Partai Golkar berisi permohonan untuk tidak dilaksanakannya pembahasan pemberhentian dirinya sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Untuk sementara, dalam surat itu Novanto menunjuk Idrus Marham sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Golkar. Novanto juga menunjuk Yahya Zaini dan Azis Syamsudin sebagai Plt Sekretaris Jenderal.
Ihwal kebenaran surat tersebut, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham menolak memberikan klarifikasi. ”Nanti saja, kami akan sampaikan kesimpulannya setelah selesai rapat,” ujar Idrus.
Namun, pengacara Setya Novanto, Otto Hasibuan, mengakui bahwa kedua surat tersebut memang berasal dari kliennya. ”Ya, itu benar,” ujar Otto saat dikonfirmasi mengenai kebenaran kedua surat tersebut berasal dari kliennya.
Pengacara Setya Novanto, Otto Hasibuan, mengakui bahwa kedua surat tersebut memang berasal dari kliennya.
Menurut Otto, surat dari Novanto tersebut dibawa oleh pengacaranya yang lain, Fredrich Yunadi, dan diserahkan kepada Idrus Marham. ”Yang membawa surat itu Pak Fredrich dan diserahkan ke Pak Idrus Marham. Yang memfoto (surat Novanto) saya tidak tahu,” kata Otto.
Sementara itu, Nurdin Halid mengaku belum menerima surat tersebut. Ia meminta surat itu dikirimkan kepadanya, yang kemudian akan dibacakan kepada peserta rapat untuk dibahas bersama. ”Tolong itu di-forward (teruskan) ke saya, supaya saya sampaikan kepada rapat, karena tadi ada yang berkembang (dalam rapat) supaya ketua harian bersama sekjen, korbid (koordinator bidang), dan ketua dewan pembina untuk bertemu dengan Setya Novanto agar ia bisa mengundurkan diri dengan legowo,” tutur Nurdin.
Meski demikian, Nurdin mengaku tidak terpengaruh dengan surat apa pun. Menurut dia, keputusan yang diambil pada rapat pleno ialah keputusan yang memiliki kewenangan sesuai dengan Anggaran Dasar Partai Golkar Pasal 19. Dalam pasal tersebut, dikatakan bahwa DPP partai ialah badan eksekutif tertinggi dalam melaksanakan organisasi yang sifatnya kolektif.
”Gelar pleno ini punya kewenangan untuk mengambil inisiatif,” ujar Nurdin. (DD14)