Cip KTP Elektronik Ketinggalan Zaman, Harganya di Bawah yang Dianggarkan
Oleh
Madina Nusrat
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga cip dan biaya personalisasi kartu tanda penduduk elektronik berada jauh di bawah harga pengadaan cip yang dianggarkan dalam pengadaan KTP elektronik 2011-2012. Generasi cip yang digunakan pada KTP elektronik juga sudah ketinggalan zaman.
Perkiraan harga konkret cip dan personalisasi data pada KTP elektronik itu diungkap oleh Eko Fajar Nur Prasetyo, pakar perancang cip atau cakram penyimpan data berukuran kecil, yang dihadirkan sebagai saksi ahli oleh jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang lanjutan korupsi pengadaan KTP elektronik 2011-2012 dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (23/11).
Generasi cip yang digunakan pada KTP elektronik juga sudah ketinggalan zaman.
Eko mengatakan, harga konkret cip KTP elektronik itu tak lebih dari 25 sen, sementara biaya personalisasi data pada cip itu hanya Rp 1.443. Jika dikonversi dengan rupiah terhadap dollar AS pada 2010 senilai Rp 10.000, 25 sen itu sekitar Rp 2.500.
Sebaliknya, harga yang dicantumkan dalam kerangka acuan kerja (KAK) anggaran pengadaan KTP elektronik 2011-2012 mencapai Rp 9.400 per cip dengan biaya personalisasi sebesar Rp 1.500. Hal itu berarti harga konkret cip hingga personalisasi itu hanya separuh dari nilai pengadaan cip dan personalisasi yang dianggarkan.
Berarti harga konkret cip hingga personalisasi itu hanya separuh dari nilai pengadaan cip dan personalisasi yang dianggarkan.
Eko mengatakan, harga konkret cip diperoleh dari hasil pengukuran pada tiga kelompok sampel cip pada KTP elektronik yang diberikan penyidik KPK. Tiga kelompok sampel itu terdiri atas sampel cip di dalam KTP elektronik yang sudah tak berfungsi, cip yang masih berfungsi, dan cip yang belum dipasang di dalam kartu KTP elektronik.
”Namun, saat pengukuran pada sampel cip itu, kami tak diberi tahu asal-usul cip tersebut oleh penyidik KPK. Kami melaksanakan pengukuran dengan blind testing,” ujarnya.
Setelah dilakukan pengukuran pada ketiga kelompok sampel itu, kata Eko, diketahui bahwa cip yang digunakan KTP elektronik itu seri tahun 1996. Sementara pada 2010 sudah ada tiga generasi cip terbaru dibandingkan cip yang digunakan KTP elektronik.
Dalam bisnis cip, menurut Eko, cip seri 1996 pada 2010 itu tergolong produk yang sudah dirilis atau sudah diobral. Saat ini pun cip itu sudah tak lagi diproduksi.
Berdasarkan dakwaan terhadap Andi, disebutkan cip yang digunakan untuk KTP elektronik itu bermerek NXP dan ST Micro. Kedua merek itu merupakan cip yang diproduksi di luar negeri, yakni NXP dari Belanda dan ST Micro dari Singapura.
Sementara, berdasarkan KAK, sistem pada cip itu harus terbuka. Sebaliknya, setelah diperiksa, ada beberapa perintah pada cip itu yang tak terdokumentasi. Eko pun mengaku, baik penyidik maupun dirinya, tak dapat memperoleh perintah pada cip itu. Akibatnya, tak semua vendor dapat mengakses cip tersebut.
”Pengadaan dengan cip tertutup itu bertentangan dengan syarat KAK bahwa cip itu harus terbuka sehingga kompetitif,” katanya.
Hingga kini, lanjut Eko, cip yang digunakan pada KTP elektronik belum ada yang diproduksi di dalam negeri. Alih teknologi pada KTP elektronik yang disyaratkan pada KAK juga tak terjadi.
”Sepenuhnya (pengadaan KTP elektronik) masih bergantung pada luar negeri,” ucap Eko.
Selain Eko, jaksa pada KPK juga menghadirkan saksi ahli dari bidang hukum komputer Universitas Indonesia, Bob Hardian Syahbudin. Dengan keahliannya, Bob menguji implementasi pengadaan KTP elektronik.