Kusno yang mulai meniti karier sebagai hakim pada tahun 1991, telah beberapa kali memimpin sidang praperadilan yang menarik perhatian.
Oleh
·2 menit baca
Ketua DPR yang juga Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto, 15 November lalu, kembali mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ini terjadi setelah Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Saat mengajukan permohonan praperadilan yang pertama untuk kasus yang sama, hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Cepi Iskandar, memutuskan, langkah KPK menetapkan Novanto sebagai tersangka adalah tidak sah.
Terkait permohonan praperadilan kedua yang diajukan Novanto, Wakil Ketua PN Jakarta Selatan Kusno yang akan menjadi hakim tunggal. Sidang perdana akan digelar pada 30 November.
Kusno yang mulai meniti karier sebagai hakim tahun 1991 di PN Waikabubak, Nusa Tenggara Timur, telah beberapa kali memimpin sidang praperadilan yang menarik perhatian masyarakat.
Pada tahun 2009, saat belum lama bertugas di PN Jakarta Selatan, Kusno juga memeriksa perkara praperadilan terkait KPK. Ini terjadi saat dia memimpin sidang praperadilan yang dimohon sejumlah lembaga swadaya masyarakat terkait langkah Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan untuk pimpinan KPK saat itu, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
Tahun 2012, Kusno juga memimpin sidang praperadilan yang dimohon John Refra atau John Kei. Ketika itu, John Kei menilai, penangkapan, penyitaan, dan penahanan yang dilakukan Polda Metro Jaya tidak sesuai prosedur.
Pada 2017, Kusno yang baru kembali ke PN Jakarta Selatan juga memimpin sidang praperadilan yang dimohon tersangka kasus pengadaan helikopter Agusta Westland 101, yaitu Irfan Kurnia Saleh.
Semua permohonan praperadilan yang ditanganinya selama ini selalu ditolak. "Saya belum pernah mengabulkan (praperadilan)," ujar Kusno di ruangannya di PN Jakarta Selatan, kemarin.
Terkait sidang praperadilan yang dimohon Novanto yang hendak dipimpinnya, Kusno menyatakan akan berpegang pada obyektivitas penanganan perkara dan menjaga independensinya.
"Subyektivitas diri saya harus saya lepaskan. Kepentingan dari luar harus saya hindari. Saya ndableg saja orangnya. Mudah-mudahan putusan saya nanti bisa diterima pihak pemohon dan termohon. Yang lebih penting, putusan saya logis dan bisa dipertanggungjawabkan secara akademis," ujar Kusno.
Satu hal yang pasti, putusan Kusno akan menentukan banyak hal. Jika ia mengabulkan permohonan Novanto, artinya bukan hanya untuk pertama kalinya Kusno mengabulkan permohonan praperadilan. Akan tetapi, proses hukum terhadap Novanto juga bisa berhenti dan Novanto tetap menjadi Ketua DPR serta memimpin Golkar. Namun, hal sebaliknya akan terjadi jika Kusno menolak permohonan praperadilan Novanto.