Potensi Banjir dan Longsor Tinggi, Masyarakat Diminta Waspada
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Puncak musim hujan diprediksi terjadi mulai minggu depan di seluruh Indonesia. Potensi banjir dan longsor pun tinggi, terutama di wilayah Jawa dan daerah yang sudah menjadi langganan banjir. Masyarakat diminta tetap waspada.
Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Herizal mengatakan, hujan lebat berpeluang terjadi mulai Desember 2017. Puncak musim hujan pun baru akan berakhir pada Februari 2018. Karena itu, warga diminta waspada beberapa dampak hujan, seperti banjir dan longsor.
Hujan lebat berpeluang terjadi mulai Desember 2017. Puncak musim hujan baru akan berakhir pada Februari 2018.
Namun, menurut Herizal, wilayah Jawa akan mengalami potensi banjir dan longsor tertinggi karena cuaca ekstrem. Sebab, pengaruh monsoon atau angin muson akan memengaruhi cuaca di Jawa. Untuk itu, curah hujan akan lebih tinggi. ”Daerah Jawa paling berpotensi banjir,” katanya saat konferensi pers, Kamis (23/11), di Kantor BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Selain banjir, masyarakat di Jawa juga harus mewaspadai tanah longsor. Beberapa daerah dataran tinggi di sekitar Jawa Tengah serta perbatasan Jawa Barat berpotensi longsor.
Sementara daerah langganan banjir, seperti Bengkulu, Sumatera Barat, bagian barat Sumatera Utara, dan Aceh juga perlu waspada. Sebab, curah hujan ekstrem diprediksi akan lebih tinggi daripada tahun lalu.
Untuk itu, BMKG mengimbau warga untuk mulai membersihkan dan memperbaiki saluran air sehingga dapat meminimalkan banjir. Apabila tidak, daerah banjir tidak akan ada perubahan,” ucap Herizal.
Herizal menjelaskan, indikasi penyebab hujan lebat karena munculnya sebuah bibit siklon tropis di Samudra Hindia selatan Jawa Timur. Itu didukung pula dengan adanya sirkulasi siklonik di perairan barat Sumatera, Laut Banda, dan di Laut China Selatan yang mengakibat secara tidak langsung membentuk pola belokan dan pertemuan angin di wilayah Indonesia.
Puting beliung
Terkait puting beliung yang terjadi di Sidoarjo, Herizal mengatakan, tidak ada anomali cuaca yang berlebihan. ”Semua masih dalam batas wajar,” katanya.
Puting beliung yang terjadi dalam skala mikro. BMKG tidak bisa memprediksi jauh-jauh hari karena hanya dapat diperkirakan 2-3 jam sebelum terjadi.
Menurut Herizal, puting beliung yang terjadi dalam skala mikro sehingga BMKG tidak bisa memprediksi jauh-jauh hari karena hanya dapat diperkirakan 2-3 jam sebelum terjadi. Ia pun mengingatkan, puting beliung masih bisa terjadi di Sidoarjo dan sekitarnya.
Sebelumnya, Rabu (22/11), terjadi puting beliung di tiga desa di Kabupaten Sidoarjo, yakni Desa Tambak Rejo, Tambak Sawah, dan Tambak Sumur. Namun, yang paling terdampak adalah Desa Tambak Rejo.
Bencana itu mengakibatkan 606 rumah hancur. Rinciannya adalah 576 rumah di Tambak Rejo, 64 rumah di Tambak Sumur, dan 6 rumah di Tambak Sawah.
Puting beliung itu mengakibatkan bangunan runtuh. Akibatnya, 36 orang terluka, 4 di antaranya luka parah.
Cuaca ekstrem dimulai
Berdasarkan analisis perkembangan musim hujan, 61 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim hujan. Adapun yang masih dalam musim kemarau adalah sebagian Lampung, Jawa Timur, sebagian Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
Sebanyak 61 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim hujan.
Kepala Pusat Meteorologi Maritim Nelly Florida Riama memperkirakan cuaca ekstrem akan dimulai pada 23-28 November 2017. Akan ada beberapa daerah berpotensi hujan lebat disertai angin kencang dan petir.
Sumatera: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Lampung.
Jawa: Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Kalimantan: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah bagian Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.
Sulawesi: Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Gorontalo
Maluku dan Papua: Maluku, Papua, dan Papua Barat. (DD06)