Regulasi Tumpang Tindih, Pemerintah Siapkan Deregulasi
Oleh
Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah masih mengkaji tumpang tindih regulasi dengan meminta bantuan dari para pakar hukum tata negara. Komitmen pemerintah ialah deregulasi, termasuk dengan meningkatkan kualitas undang-undang, dan tidak hanya menekankan pada aspek kuantitas semata.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly di Jakarta, Kamis (23/11), di sela-sela pembukaan Seminar Hukum Hasil Kajian Isu Hukum Aktual, di Jakarta, menuturkan, pemerintah berkomitmen untuk melakukan deregulasi dengan mengurangi beban pembahasan UU baru dengan DPR. Tujuan dari deregulasi ialah untuk penguatan kualitas regulasi.
”Semua untuk penguatan. Pesan Presiden itu, kan, untuk deregulasi. Harus berkualitas, tidak kuantitas saja. Maka, kami selalu ketat dalam hal ini. Kemarin dalam rapat dengan Badan Legilasi DPR, kami kunci ada 50 regulasi. Enggak boleh lebih dari itu sebab 50 UU saja kalau bisa kami selesaikan, alhamdulillah. Kami akan evaluasi nanti pada akhir tahun untuk Prolegnas tahun 2018. Jangan sampai nafsu besar, tetapi tenaga kurang,” kata Yasonna.
Pertengahan November lalu, Yasonna mengatakan dirinya menghadiri Konferensi Nasional Hukum Tata Negara (KNHTN) di Universitas Negeri Jember, Jawa Timur. Kemenkumham terbuka atas segala masukan dari para pakar untuk deregulasi dan mengatasi tumpang tindih aturan di tingkat nasional dan daerah.
”Kami terbuka untuk semua masukan. Namun, perkembangan dari Jember belum saya terima. Jadi, kami juga minta masukan dari pakar hukum tata negara untuk pemerintah dalam hal deregulasi ini,” kata Yasonna.
Dalam kaitannya dengan penyusunan kebijakan pemerintah, Kemenkumham juga berharap Balitbang Hukum dan HAM meningkatkan kualitas penelitiannya. Hasil penelitian dari balitbang itu biasanya dijadikam rujukan bagi Kemenkumham dalam merumuskan kebijakan internal dan eksternal.
”Karena itu, saya katakan kepada teman-teman balitbang, ketika membuat penelitian harus benar-benar didasarkan pada penelitian yang valid di lapangan sehingga kebijakan itu benar-benar tepat sasaran dan efektif,” kata Yasonna.
Pembentukan peraturan perundang-undangan pun senantiasa merespons kepentingan masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus terua didorong, misalnya dengan mendengarkan pendapat atau masukan dari DPR, pakar, tokoh masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, serta organisasi nonpemerintah.
Yasonna mengatakan, beberapa hasil kajian balitbang itu telah duterima oleh Kemenkumham dan dijadikan dasar kebijakan pembuatan peraturan pemerintah ataupun peraturan menteri. Ke depannya, balitbang dituntut untuk lebih kreatif dan responsif dalam membuat landasan kebijakan untuk pemerintah.
Yasonna mengatakan, balitbang sudah membuat berbagai hasil penelitian yang menjadi dasar kebijakan Kemenkumham, misalnya mengenai pemasyarakatan yang over kapasitas, keimigrasian, pelayanan publik, dan kode etik.
”Banyak sekali dan itu hasilnya kami pakai untuk perumusan kebijakan. Oleh karena itu, penelitian itu tidak boleh asal-asalan, harus benar landasan teoritiknya, dan diuji di lapangan. Kalau hasil penelitiannya benar, rekomendasi untuk kebijakan pemerintah juga pasti benar. Sebaliknya, kalau dibuat dengan enggak benar, misalnya di belakang meja dan hanya menerka-nerka saja, pasti rekomendasinya amburadul,” ujar Yasonna.
Kepala Balitbang Kemenkumham Ma’mun mengatakan, regulasi tumoang tindih terjadi karena naskah akademisnya tidak disusun berdasarkan penelitian dan pengamatan lapangan yang valid atau sekadar hasil pengamatan fenomena saja dan intuisi.
”Jadi, kalau sakit panas atau pusing, misalnya, maka minum bodrex. Padahal, belum tentu panas atau pusing itu karena kepalanya bermasalah. Harus diteliti, jangan-jangan pusing itu timbul karena ginjalnya yang bermasalah. Jadi, dalam melihat suatu persoalan tidak hanya dari gejala-gejala yang kasat mata, tetapi menggali lebih dalam,” kata Ma’mun yang juga menjadi Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham.
Ma’mun mengatakan, balitbang mengkaji banyak hal untuk dirumuskan sebagai landasan kebijakan yang sifatnya internal dan eksternal. ”Saat ini kami membahas soal kepailitan dan apa kebijakan pemerintah soal kepailitan itu yang mestinya diambil. Itu sifatnya untuk kebijakan teknis di Kemenkumham. Namun, kami juga menyediakan rancangan kebijakan eksternal untuk pembangunan hukum dan HAM secara nasional,” ujarnya.