BANDUNG, KOMPAS — Hasil survei Indeks Persepsi Korupsi 2017 yang dirilis Transparency International Indonesia yang menempatkan Kota Bandung sebagai kota dengan persentase suap tertinggi dari 12 kota di Indonesia yang disurvei harus menjadi momentum pembenahan untuk pemberantasan suap. Peningkatan remunerasi aparatur sipil negara menjadi salah satu solusinya.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi mengatakan tidak kaget dengan hasil survei yang menempatkan Bandung sebagai kota dengan persentase suap tertinggi. Sebab, menurut dia, banyak indikasi suap di tubuh Pemerintah Kota Bandung.
”Justru ini harus jadi momentum perbaikan dan berantas suap. Kalau betul-betul mau berantas suap, ya, ayo kita bersama-sama benahi,” ucap Muradi yang dihubungi, Kamis (23/11).
Ia mengatakan, ada dugaan suap yang dilakukan oknum pengusaha untuk mempermudah menjalankan dan memperoleh izin usaha di Kota Bandung. Meski sudah mencanangkan banyak perizinan secara daring, Muradi mengatakan, masih banyak celah yang diciptakan oknum-oknum untuk menarik suap dari oknum pengusaha.
Masih lemahnya pengawasan, lanjut Muradi, menjadi kunci dari masih maraknya suap.
”Kita lihat Bandung banyak proyek dan program baru yang inovatif. Konsep program itu banyak yang bagus saat peluncurannya, tapi setelah itu pelaksanaan dan pengawasannya lemah. Keberlanjutan proyeknya juga tidak tampak. Di situ ada celah suap-menyuap,” tutur Muradi.
Kita lihat Bandung banyak proyek dan program baru yang inovatif. Konsep program itu banyak yang bagus saat peluncurannya, tapi setelah itu pelaksanaan dan pengawasannya lemah.
Tak hanya urusan bisnis, suap-menyuap di Kota Bandung sudah meresap ke dunia pendidikan. Karut-marut penerimaan peserta didik baru yang terjadi Juli lalu mencuatkan banyak kasus pejabat elite Kota Bandung menjadi makelar pendaftaran siswa baru.
Muradi mengatakan, peningkatan remunerasi aparatur sipil negara bisa menjadi salah satu solusi untuk memberantas suap itu. Ia mencontohkan, saat ini gaji eselon IV setara dengan lurah Kota Bandung yang berkisar Rp 5 juta-Rp 7 juta, ditambah tunjangan sekitar Rp 15 juta. Namun, banyaknya upaya oknum usaha yang ingin membuka usaha dan berbagai keinginannya memunculkan celah suap.
”Kalau bisa dinaikkan menjadi dua kali lipatnya, saya kira bisa cukup membuat pejabat terkait itu menjalankan tugasnya dengan baik,” ujar Muradi.
Indeks
Data mengenai tingginya suap di Kota Bandung itu mengemuka dalam paparan hasil survei Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2017, yang diselenggarakan Transparency International Indonesia bekerja sama dengan Bappenas dan Kantor Staf Presiden, Rabu (22/11), di Jakarta.
Bandung di Jawa Barat menjadi kota dengan persentase suap paling tinggi dari 12 kota besar yang diukur indeks persepsi korupsinya pada 2017. Biaya suap untuk menjalankan usaha di Kota Bandung mengambil porsi 10,8 persen dari total biaya produksi.
Sebanyak 1.200 responden yang terdiri atas kalangan pengusaha disurvei selama rentang waktu Juni-Agustus 2017 di 12 kota besar, yaitu Jakarta Utara, Pontianak, Pekanbaru, Balikpapan, Banjarmasin, Padang, Manado, Surabaya, Semarang, Bandung, Makassar, dan Medan. Survei dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat korupsi di tingkat kota di Indonesia, terutama di kalangan pengusaha. Survei menyasar lima komponen, yaitu prevalensi korupsi, akuntabilitas publik, motivasi korupsi, dampak korupsi, dan efektivitas pemberantasan korupsi.
Wakil Wali Kota Bandung Oded Danial mengatakan akan mempelajari hasil survei tersebut. Ia berterima kasih kepada semua pihak yang memberikan masukan dan kritik untuk membangun Kota Bandung.
”Saya berharap hasil survei itu keliru. Namun, kalau memang benar, kami wajib introspeksi diri,” ujarnya.
Ke depan, lanjut Oded, sebagai pimpinan Kota Bandung, akan berupaya membina jajarannya untuk tidak melakukan perilaku tidak baik.