Penambahan Anggota Tim Anies-Sandi Bertentangan dengan Reformasi Birokrasi
JAKARTA, KOMPAS — Membengkaknya Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta 2018 saat ini menjadi sorotan publik. Pemerintah didorong untuk melakukan penyisiran di beberapa pos anggaran yang dinilai kurang efektif. Selain itu, pembengkakan rancangan anggaran ini bisa menjadi salah satu celah korupsi dan manipulasi.
Rapat Badan Anggaran DPRD DKI dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah telah menyepakati RAPBD DKI 2018 mencapai Rp 77,05 triliun. Anggaran tersebut meningkat Rp 5,16 triliun atau 7,17 persen dari APBD-P 2017 yang ditetapkan Rp 71,89 triliun. Beberapa pos anggaran mengalami kenaikan, seperti pengadaan tanah ruang terbuka hijau dan biaya reses anggota DPRD. Ada juga pos anggaran baru yang pada tahun lalu tidak dianggarkan di APBD.
Selain itu, beberapa pos anggaran yang menjadi sorotan publik adalah anggaran untuk Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), dana belanja hibah, rehabilitasi kolam air mancur Gedung DPRD, dan anggaran untuk kunjungan kerja anggota DPRD.
Rencana penambahan anggota TGUPP yang diajukan gubernur baru sangat bertentangan dengan reformasi birokrasi.
Presiden Institut Otonomi Daerah Djoehermansyah Djohan mengatakan, rencana penambahan anggota TGUPP yang diajukan gubernur baru sangat bertentangan dengan reformasi birokrasi. Menurut dia, seharusnya jumlah anggota diefisienkan dan untuk menghindari dualisme antar-SKPD terkait.
”Selain itu, dengan adanya TGUPP, anggaran pemerintah terlalu banyak untuk menggaji tim dan anggota. Sebaiknya hal tersebut bisa dialokasikan ke program lain yang lebih bermanfaat untuk masyarakat,” tutur Djoehermansyah, Jumat (24/11).
Koordinator Divisi Monitoring Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas menuturkan, fungsi pengawasan legislatif sangat dibutuhkan dalam pembahasan RAPBD 2018 ini.
”DPRD harus melakukan pengawasan lebih ketat. Jangan karena tunjangan naik jadi antara pemerintah dan DPRD sama-sama senang dan menjalankan fungsinya. Eksekutif tidak melaksanakan budgeting dengan baik, sementara mitranya di DPRD tidak menjalankan pengawasan yang transparan dan akuntabel,” kata Firdaus.
Menurut Firdaus, kenaikan anggaran paling signifikan adalah di tunjangan untuk sekretariat dan komponen gaji DPRD. Selain itu, beberapa modus kenaikan anggaran terlihat dari cara penambahan jumlah kegiatan dan biaya satuan.
Seharusnya pemerintah bisa mengefisienkan anggaran untuk program prioritas Gubernur. Jangan sampai anggaran daerah ini jadi menguntungkan vendor-vendor tertentu. Ini bisa menjadi celah korupsi dan manipulasi.
”Seharusnya pemerintah bisa mengefisienkan anggaran untuk program prioritas Gubernur. Selain itu, jangan sampai anggaran daerah ini jadi menguntungkan vendor-vendor tertentu. Ini bisa menjadi celah korupsi dan manipulasi,” ungkap Firdaus.
Kemudian, menurut Firdaus, komunikasi anggaran dari pemerintah juga harus jelas. Firdaus menilai saat ini komunikasi anggaran dari Anies terlalu normatif dan membingungkan masyarakat.
”Jika membahas anggaran, seharusnya pembahasannya bisa lebih teknis dan bisa dipahami masyarakat. Komunikasi teknis ini merupakan salah satu bentuk transparasi,” ujar Firdaus.
Program Anies-Sandi belum dimasukkan
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik menjelaskan, kenaikan RAPBD 2018 tersebut diakibatkan karena program unggulan Anies-Sandi belum dimasukkan ke dalam rancangan anggaran tersebut. ”Jadi, jika dibandingkan dengan KUA PPAS yang lama di bulan Juni, pasti jumlahnya mengalami penebalan. Begitu Anies-Sandi dilantik, kan, ada visi misi dan program pada 2018, itu belum dimasukkan sama sekali,” ucap Taufik saat dihubungi Kompas, Jumat (24/11).
DPRD mengembalikan KUA PPAS ini kepada eksekutif. Kemudian eksekutif mengajukan tambahan program ke DPRD tanpa menghapus program yang lama. ”Menurut kami, program lalu yang sudah tidak dijalankan lagi seharusnya disisir. Ini tidak disisir karena ada KUA PPAS yang lama dan tambahan program, makanya menambah biaya,” tutur Taufik.
Menurut Taufik, ia mengapresiasi tanggapan masyarakat yang mengkritik beberapa pos anggaran, seperti masalah kolam DPRD. Ia menuturkan, untuk masalah tersebut, nantinya akan ada evaluasi anggaran.
”Kementerian Dalam Negeri punya kewenangan untuk mencoret juga, namanya evaluasi. Dulu soal kolam itu, kan, juga dicoret sama Kemendagri. Mungkin sekarang juga dicoret lagi. Pasti ada yang bisa diefisiensikan lagi, seperti biaya tidak langsung dari eksekutif,” kata Taufik.
Taufik memaparkan, nantinya sebelum diajukan ke Kemendagri akan ada juga pemangkasan anggaran melalui Banggar dan Komisi. Selain itu, Senin (27/11) depan, kemungkinan akan ada rapat paripurna untuk membahas masalah anggaran ini. ”Kemungkinan tanggal 27, paling telat tanggal 30, sudah ada rapat paripurna untuk membahas hal ini,” ucapnya.
Menanggapi kenaikan anggaran TGUPP, Taufik menjelaskan, pemerintah berupaya untuk menggabungkan anggota TGUPP dari tingkat kota ke provinsi. ”TGUPP itu sudah ada dari zaman Jokowi, dulu di kabupaten kota juga ada, nah sekarang digabung. Kan, otonominya ada di provinsi, makanya jumlahnya jadi banyak ketika disatukan. Selain itu sekarang jadi lebih transparan karena menggunakan biaya APBD,” ujar Taufik.
Sekretaris Komisi A DPRD dari Fraksi Gerindra Syarief menuturkan, kenaikan tunjangan anggota DPRD karena ada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. ”Selama 10 tahun terakhir tunjangannya tidak naik. Oleh sebab itu, ketika angkanya naik, membuat APBD juga naik,” ungkap Syarief.
Selain itu, untuk kunjungan kerja, Syarief menuturkan, kenaikan anggarannya diakibatkan karena intensitas dan jumlah anggota yang ikut kunjungan kerjanya juga bertambah. Anggaran untuk kunjungan kerja DPRD DKI pada 2018 adalah sebesar Rp 108,7 miliar, sedangkan pada APBD Perubahan 2017 total anggaran kedua jenis kunjungan kerja ini sebesar Rp 30,8 miliar.
”Anggaran ini bertambah karena ada penambahan anggota yang ikut juga. Seperti pansus yang sekarang jadi ikut serta dalam kunjungan kerja. Jadi, mungkin yang perlu dikritisi adalah penambahan jumlah volume kunjungan kerjanya,” kata Syarief.
Anggaran ini bertambah karena ada penambahan anggota yang ikut juga. Seperti Pansus yang sekarang jadi ikut serta dalam kunjungan kerja. Jadi, mungkin yang perli dikritisi adalah penambahan jumlah volume kunjungan kerjanya.
Sekretaris Komisi C dari Fraksi Nasdem James Arifin memaparkan, saat ini yang menjadi sorotan di komisi C adalah pembahasan mengenai dana hibah dan TGUPP. Sebelumnya, Komisi C merasa belum sependapat dengan pemerintah mengenai jumlah TGUPP yang melebihi kuota.
”Kemudian, dana hibah juga menjadi sorotan kami, seperti dana hibah untuk Laskar Merah Putih. Mereka, kan, sudah sempat mendapat dana hibah pada 2017. Menurut prosedur, dana itu tidak bisa berturut-turut diberikan lagi pada 2018,” ujar James mengungkapkan. (DD05)