JAKARTA, KOMPAS -- Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menilai KPK saat ini berpacu dengan waktu dalam upaya pemberkasan dan pelimpahan perkara Setya Novanto ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu kendala KPK untuk menuntaskan pemberkasan kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik dengan tersangka Ketua DPR ini ialah keterbatasan tenaga penyidik.
Seusai membuka kegiatan pendidikan dan latihan penyuluh antikorupsi di Gedung Merah Putih KPK, Senin (27/11) di Jakarta, Abraham mengatakan, dirinya meyakini KPK mampu menuntaskan kasus korupsi KTP-el yang diduga melibatkan Ketua DPR Setya Novanto yang juga Ketua Umum Golkar tersebut.
KPK saat ini berpacu dengan waktu agar bisa melimpahkan berkas pemeriksaan Novanto ke Pengadilan Tipikor. Saya tahu ada problem keterbatasan sumber daya penyidik di KPK. Namun, saya meyakini KPK mempunya strategi untuk mengatasi hal ini
"KPK saat ini berpacu dengan waktu agar bisa melimpahkan berkas pemeriksaan Novanto ke Pengadilan Tipikor. Saya tahu ada problem keterbatasan sumber daya penyidik di KPK. Namun, saya meyakini KPK mempunya strategi untuk mengatasi hal ini," ujar Samad.
Ketika dikonfirmasi lebih jauh mengenai kondisi KPK yang berkejaran dengan waktu, menurut Samad, hal itu masih terkait dengan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto. Sidang perdana praperadilan Novanto akan digelar pada 30 November mendatang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Samad secara pribadi meyakini KPK telah memiliki bukti-bukti yang kuat untuk menjerat Setya Novanto. Sebagai mantan pimpinan KPK, Samad mengetahui bahwa KPK tidak main-main dengan kekuatan alat bukti. Bahkan saat praperadilan pertama pada September lalu yang akhirnya dimenangi pihak Novanto, menurut Samad, bukan karena bukti-bukti KPK lemah melainkan karena adanya problem di luar hukum.
Samad meminta media dan masyarakat betul-betul mengawasi jalannya praperadilan kedua yang diajukan oleh Novanto. Sebab, dengan kekuatan bukti yang dimiliki KPK, ia meyakini KPK akan memenangi praperadilan tersebut.
Samad juga berharap KPK menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus Novanto. Tujuannya ialah untuk bisa mengembalikan kerugian negara yang lebih besar, bisa mengetahui pihak-pihak mana saja yang menerima hasil korupsi, dan melacak siapa-siapa saja yang terlibat dalam korupsi ini secara gamblang.
Sementara itu, hingga pukul 18.00, hanya ada dua saksi meringankan yang hadir dalam pemeriksaan untuk Novanto. Mereka ialah Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Maman Abdurrahman, dan Ketua Badan Anggaran DPR Aziz Syamsudin. Selain dua saksi, hadir pula ahli hukum tata negara Margarito Kamis yang diajukan kuasa hukum Novanto untuk memberikan keterangan meringankan bagi kliennya.
Awalnya, KPK memanggil sembilan saksi dan lima ahli yang meringankan untuk Novanto. Mereka dipanggil sesuai dengan permintaan Novanto.
Kesembilan saksi itu ialah Rudi Alfonso, Melky Lena, Anwar Puegeno, Idrus Marham, Agun Gunanjar, Robert Kardinal, Aziz Syamsudin, Maman Abdurrahman, dan Erwin Siregar. Kesembilan saksi adalah kader Partai Golkar. Adapun ahli yang dipanggil adalah Mudzakir, Romly Atmasasmita, Samsul Bakri, Supandji, dan Margarito Kamis.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya menerima surat pemberitahuan tidak hadir dari sejumlah saksi yang dipanggil.
"Pemberitahuan tidak hadir dikirimkan oleh Idrus Marham kepada kami. Stafnya yang datang mengirim surat ke KPK. Idrus mengatakan tidak datang dan mrminta penjadwalan ulang. Selain itu, Melky Lena juga mengirimkam surat ke KPK, dan menerangkan tidak bisa datang karena ada tugas partai ke luar kota," ujar Febri.