JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta 2018 dinilai belum transparan oleh sejumlah masyarakat. Masyarakat berharap pemerintah dapat melakukan efisiensi di beberapa pos anggaran dan mengalokasikan dana untuk program peningkatan kesejahteraan.
Dalam perencanaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2018, ada beberapa pos anggaran yang menjadi sorotan masyarakat. Anggaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), dana belanja hibah, rehabilitasi kolam air mancur Gedung DPRD, dan anggaran untuk kunjungan kerja anggota DPRD merupakan beberapa contoh pos anggaran yang menjadi sorotan masyarakat.
Jangan sampai ada anggaran fiktif yang nantinya dimanfaatkan untuk kepentingan pemerintah pribadi.
Rapat Badan Anggaran DPRD DKI dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah telah menyepakati RAPBD DKI 2018 mencapai Rp 77,05 triliun. Anggaran tersebut meningkat Rp 5,16 triliun atau 7,17 persen dari APBD-P 2017 yang ditetapkan Rp 71,89 triliun.
Binton (45), petugas dari Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air DKI Jakarta, mengatakan, anggaran yang direncanakan pemerintah nantinya harus sesuai dengan program untuk kesejahteraan masyarakat. ”Jangan sampai ada anggaran fiktif yang nantinya dimanfaatkan untuk kepentingan pemerintah pribadi,” kata Binton di Kawasan Banjir Kanal Timur, Jakarta Timur, Senin (27/11).
Binton mengatakan, ia masih menunggu program unggulan dari Gubernur Anies Baswedan. Ia berharap, setelah anggaran disusun, pemerintah bisa bekerja sesuai dengan janji kampanyenya. ”Kami masih menunggu janji kampanye gubernur baru selama anggaran ini masih direncanakan,” ungkapnya.
Zaenal (38), sopir taksi, menjelaskan, ia beberapa kali memantau perencanaan anggaran ini dari media massa. Menurut dia, harus ada beberapa anggaran yang dipangkas untuk mengurangi pengeluaran pemerintah. ”Seperti yang saya tonton di televisi, pemerintah ingin merenovasi kolam DPRD dengan anggaran ratusan juta. Sebaiknya uang ini bisa dipindahkan untuk kepentingan fasilitas lainnya,” ujar Zaenal.
Dewi (22), salah satu mahasiswa dari perguruan tinggi swasta, berharap, selain menjalankan program baru, pemerintah bisa melanjutkan program lama yang manfaatnya telah dirasakan masyarakat. ”Contohnya penanganan banjir dengan penataan kawasan sungai, lalu KJP yang difokuskan untuk meningkatkan pendidikan masyarakat,” kata Dewi.
Mahar, (25), pegawai swasta, mengatakan, pemerintah sebaiknya bisa lebih efisien dan transparan dalam menyusun anggaran daerah. Ia menuturkan, pemerintah harus bisa merincikan beberapa kebutuhan agar masyarakat tidak bertanya-tanya mengenai program yang nantinya akan dijalankan.
”Seperti perincian mengenai kunjungan kerja dan TGUPP yang sedang ramai diperbincangkan. Harus ada rincian program agar dana tersebut tidak dijadikan celah korupsi dan manipulasi,” kata Mahar.
Mahar menuturkan, sebaiknya komunikasi yang dilakukan Anies bisa memberikan kejelasan mengenai rincian alokasi anggaran tersebut. Komunikasinya harus bersifat teknis dan tidak cenderung normatif.
Perketat pengawasan
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Agus Pambagio, mengatakan, DPRD DKI Jakarta harus memperketat pengawasan RAPBD 2018 ini. Menurut dia, jangan sampai ada kompromi yang saling menguntungkan antara pemerintah dan DPRD soal anggaran ini.
Jangan sampai ada kompromi yang saling menguntungkan antara pemerintah dan DPRD soal anggaran ini.
”Fungsi DPRD harus melakukan pengawasan terhadap RAPBD ini. Selain itu, masalah anggaran ini juga harus dirampungkan secepatnya agar awal tahun program pemerintah sudah bisa berjalan,” kata Agus saat dihubungi Kompas, Senin (27/11).
Agus mengatakan, untuk efisiensi ini, tidak harus dengan memotong anggaran, tetapi dilihat juga dari hasil akhirnya nanti. Oleh sebab itu, pemerintah harus benar-benar matang melakukan perencanaan anggaran tersebut.
”Selama ada anggarannya, pemerintah bisa saja menambah biaya untuk menjalankan program lama dan program baru. Selain itu, jika memang niatnya untuk membangun Jakarta, seharusnya komunikasi yang dilakukan pemerintah bisa lebih transparan,” kata Agus.
Selain itu, komposisi anggaran dan konsep program juga harus lebih jelas. ”Harus diperiksa lagi komposisi anggota yang melakukan kujungan kerja ke luar kota untuk apa fungsinya. Selain itu, fungsi TGUPP harus diperjelas, apakah nanti masuk ke dalam jajaran struktural atau fungsional,” ungkap Agus.
Sebelumnya, Koordinator Divisi Monitoring Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas menuturkan, fungsi pengawasan legislatif sangat dibutuhkan dalam pembahasan RAPBD 2018 ini.
”DPRD harus melakukan pengawasan lebih ketat. Jangan karena tunjangan naik jadi antara pemerintah dan DPRD sama-sama senang dan menjalankan fungsinya. Eksekutif tidak melaksanakan budgeting dengan baik, sementara mitranya di DPRD tidak menjalankan pengawasan yang transparan dan akuntabel,” ungkap Firdaus.
Seharusnya pemerintah bisa mengefisiensi anggaran untuk program prioritas gubernur. Selain itu, jangan sampai anggaran daerah ini jadi menguntungkan vendor-vendor tertentu. Ini bisa menjadi celah korupsi dan manipulasi.
Menurut Firdaus, kenaikan anggaran paling signifikan adalah di tunjangan untuk sekretariat dan komponen gaji DPRD. Selain itu, beberapa modus kenaikan anggaran juga terlihat dari cara penambahan jumlah kegiatan dan biaya satuan.
”Pemerintah seharusnya bisa mengefisiensi anggaran untuk program prioritas gubernur. Selain itu, jangan sampai anggaran daerah ini jadi menguntungkan vendor-vendor tertentu. Ini bisa menjadi celah korupsi dan manipulasi,” ujar Firdaus. (DD05)