Masa Depan yang Kian Dekat
Dari luar, tak ada yang terlalu istimewa dari sosok Nissan Note e-Power. Apalagi dengan warna putih, mobil ini tak ubahnya mini MPV yang sudah lazim lalu- lalang di jalanan Indonesia sejak belasan tahun silam. Namun, mobil inilah yang diletakkan di panggung utama Nissan dalam gelaran Gaikindo Indonesia International Auto Show 2017 lalu.
Wajar saja, mengingat di balik kap mesinnya tersimpan teknologi unik yang membedakan mobil lima pintu ini dengan Nissan Note ”reguler” generasi kedua yang sudah beredar di Jepang sejak 2012. Teknologi yang membuat masa depan mobil-mobil elektrik kini makin dekat dalam jangkauan.
Saat dibuka, di balik kap mesin ini terlihat mesin bensin 3 silinder 1.200 cc dari keluarga mesin yang selama ini menjadi sumber tenaga Nissan Note reguler, Nissan March, dan Datsun Go. Lalu, apa istimewanya?
Pada Note e-Power, mesin ini tak terhubung langsung dengan transmisi untuk menggerakkan roda seperti pada mobil-mobil kebanyakan. Alih-alih, mesin itu menggerakkan generator yang menghasilkan listrik untuk mencatu baterai lithium-ion di dalam mobil.
Tenaga listrik dari baterai inilah yang terhubung dengan inverter kemudian motor listrik untuk menggerakkan dua roda depan. Dengan kata lain, mobil ini menggunakan tenaga penggerak murni listrik. Hanya saja, sumber listriknya tidak berasal dari alat catu daya (charger) eksternal seperti lazimnya mobil elektrik (EV), tetapi dari mesin konvensional yang ia bawa.
Teknologi yang ditawarkan Note e-Power menjanjikan keistimewaan tersendiri karena langsung membawa pengalaman mengemudikan mobil berpenggerak listrik di jalanan. Tetapi, kemudian akan muncul pertanyaan, apa bedanya dengan mobil konvensional jika sumber listriknya masih mesin bensin biasa?
Mesin hanya akan bekerja di rentang putaran mesin paling efisien untuk mengecas baterai.
Di sinilah General Manager Research and Development PT Nissan Motor Indonesia (NMI) Masayuki Ohsugi menjelaskan, karena tidak dibutuhkan torsi mesin langsung untuk menggerakkan mobil, kerja mesin pun tak perlu seberat mesin pada mobil konvensional. Menurut dia, mesin hanya akan bekerja di rentang putaran mesin paling efisien untuk mengecas baterai.
Dalam paparannya, Ohsugi memperlihatkan rentang putaran 2.400-3.200 rotasi per menit (RPM) sebagai rentang kerja efisien mesin bakar Note e-Power untuk mengecas baterai. Artinya, mesin tak perlu digeber hingga RPM tinggi untuk mengucurkan tenaga efektif buat menggerakkan mobil.
Kedua, mesin juga tidak akan selalu dinyalakan. Mesin baru akan otomatis menyala saat baterai butuh dicas.
Semua ini berujung pada efisiensi konsumsi bahan bakar yang jauh mengungguli mobil konvensional. Ohsugi menyebut, pada pengetesan di Jepang, konsumsi BBM Note e-Power berkisar 32 kilometer per liter untuk varian tertinggi Medalist hingga 37 kilometer per liter untuk varian terendah S. Artinya, konsumsi BBM mobil ini berada pada rentang yang setara dengan konsumsi BBM sepeda motor.
Pengereman otomatis
Lalu, bagaimana rasanya mengendarai mobil bertenaga listrik ini? Untuk menjawab penasaran ini, PT NMI mengajak jurnalis sejumlah media merasakan langsung Nissan Note e-Power di sirkuit pengetesan Bridgestone Proving Ground Indonesia di Karawang Timur, Jawa Barat, Senin (23/10).
Untuk sesi uji terbatas kali ini dihadirkan Note e-Power berwarna oranye metalik yang terlihat lebih atraktif daripada mobil yang dipajang di GIIAS 2017, Agustus silam. Sengaja dihadirkan varian Medalist yang sudah dilengkapi berbagai fitur keamanan dan kenyamanan ekstra bagi pengemudi dan penumpang.
Mobil yang sudah diproduksi massal dan dipasarkan di pasar domestik Jepang sejak awal tahun ini terasa lega untuk diisi lima orang dewasa. Sekilas dimensi ruangan dan bentuknya mengingatkan pada Honda Jazz generasi kedua.
Tak ada yang aneh pada interiornya, kecuali absennya tongkat persneling karena mobil ini memang tidak dilengkapi transmisi. Alih-alih terdapat semacam tuas berbentuk mangkok kecil sebagai pengaktif motor listrik penggerak mobil ke tiga posisi, yakni D untuk bergerak maju, N untuk netral, dan R untuk mundur. Ada tombol berinisial P di ujung kubah mangkok yang akan dipencet saat kita menghendaki posisi parkir.
Lalu, ada satu lagi pilihan mode B yang bisa dipilih dengan menggerakkan tuas ke kanan belakang dua kali. Ini adalah mode berkendara maju, tetapi dilengkapi dengan sistem pengereman otomatis saat pedal gas dilepas.
Saat tombol Start di dasbor ditekan, tidak terdengar suara apa pun. Hanya lampu-lampu panel instrumen yang menyala, termasuk sebuah indikator bergambar mobil dengan panah maju mundur. Itu menandakan mobil sudah siap digunakan.
Ketika tuas ”transmisi” digeser ke D dan pedal rem dilepas, mobil pun bergerak layaknya mobil konvensional bertransmisi otomatis.
Bagian dari sistem regenerative braking, yakni memanen energi kinetik dari putaran roda untuk menggerakkan generator guna mengecas baterai.
Instruktur pertama-tama mengarahkan melintasi jalur lambat dengan beberapa polisi tidur. Di sini dicoba fitur pengereman otomatis. Sangat terasa saat pedal gas dilepas, langsung ada efek pengereman yang jika dibiarkan akan mengerem mobil sampai berhenti.
Sistem pengereman ini sebenarnya adalah bagian dari sistem regenerative braking, yakni memanen energi kinetik dari putaran roda untuk menggerakkan generator guna mengecas baterai.
Seusai mencoba pengendalian mobil di tikungan-tikungan kecil sirkuit pengetesan itu, giliran Kompas diajak merasakan performa motor listrik mobil kompak tersebut. Dalam paparan sebelum tes dimulai, Ohsugi mengklaim, akselerasi yang dihasilkan motor listrik Note e-Power ini lebih spontan dibandingkan mobil sport bermesin 2.000 cc turbo.
Akselerasi spontan
Data menyebutkan, motor listrik e-Power ini mengeluarkan tenaga 80 kilowatt, atau setara 109 PS, dan torsi maksimum 254 Nm (newton meter). Torsi yang sangat besar untuk ukuran mobil kompak atau mini MPV. Sebagai perbandingan, torsi puncak SUV Nissan X-Trail 2.5 (2.500cc) yang Kompas uji di sirkuit yang sama ”hanya” sebesar 226 Nm.
Torsi besar ini menjanjikan akselerasi ringan yang sangat dibutuhkan pada pengendaraan di dalam kota (city driving). Sekali lagi, karena ini adalah motor listrik, torsi puncak itu spontan muncul saat kita menginjak pedal gas, tak perlu menunggu mesin berputar hingga RPM tertentu.
Teman videografer yang tengah mengambil gambar dari kursi belakang langsung terjengkang sambil berseru kaget.
Dan, itulah yang terjadi saat tes akselerasi di trek lurus sepanjang 800 meter dimulai. Begitu pedal gas diinjak dalam posisi berhenti, mobil langsung tersentak dan meluncur. Badan seolah tertarik melesak ke sandaran kursi. Teman videografer yang tengah mengambil gambar dari kursi belakang langsung terjengkang sambil berseru kaget.
Dalam posisi akselerasi maksimum ini tiba-tiba mobil sedikit bergetar karena mesin menyala dan terdengar raungan mesin putaran tinggi. Apa pasal? ”Mesin membaca kebutuhan listrik dari baterai lebih besar saat berakselerasi penuh seperti ini sehingga dia juga berputar lebih kencang untuk mengecas baterai lebih cepat,” tutur instruktur di sebelah menjelaskan.
Setelah mobil melaju dengan akselerasi maksimum sekitar 400 meter, kecepatan mobil sudah menyentuh 150 kilometer per jam dan masih bisa lebih kencang lagi. Namun, rambu sirkuit menunjukkan tikungan sudah 150 meter di depan sehingga Kompas harus melepas gas dan menginjak rem. Peranti Vericom yang kami aktifkan mencatat akselerasi 0-100 kilometer per jam ditempuh dalam waktu 9,47 detik.
Keunggulan Note e-Power juga terasa dalam kecepatan rendah, 20-60 kilometer per jam, untuk menyimulasikan kondisi berkendara di dalam kota. Pada rentang kecepatan ini, mesin lebih banyak tidak aktif dan tenaga baterai mendominasi. Alhasil, tingkat kebisingan turun jauh.
Harapan dipasarkan
Pengetesan singkat ini membuat harapan makin besar agar mobil ini segera dipasarkan di Tanah Air. Teknologi yang ditawarkan sangat pas sebagai sebuah pintu masuk bagi konsumen awam untuk mengalami dunia mobil elektrik yang sesungguhnya.
Konsumen akan dikenalkan dan dibiasakan dengan kenikmatan mengendarai mobil elektrik yang tidak bersuara, berakselerasi spontan, sekaligus sangat irit BBM, yang berarti lebih ramah lingkungan. Di sisi lain, konsumen juga tak perlu direpotkan dengan masih belum tersedianya infrastruktur pengecasan di tempat-tempat umum karena pengoperasian mobil ini masih sama seperti mobil-mobil konvensional.
Walau demikian, hasrat memiliki Nissan e-Power sepertinya harus ditahan untuk sementara waktu. Pihak NMI mengatakan masih menunggu kebijakan dan regulasi resmi dari pemerintah terkait teknologi mobil-mobil elektrik ini.
Sebab, tanpa dukungan nyata dari pemerintah, entah dalam bentuk insentif pajak atau bea masuk, harga sebuah Nissan e-Power tak akan layak untuk bersaing di kelasnya. Ohsugi mengatakan, di Jepang mobil itu dipasarkan dengan harga 2 juta yen atau sekitar Rp 200 juta. Harga itu sudah lebih mahal Rp 30 juta-Rp 50 juta dibandingkan Nissan Note reguler di Jepang.
Kita tunggu, apakah mobil-mobil semacam ini akan segera mendapat dukungan yang diperlukan untuk segera membawa kita ke masa depan yang lebih baik. Bagaimanapun, masa depan itu tak akan terelakkan.