Paus Minta Biksu Singkirkan Prasangka dan Kebencian
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·2 menit baca
YANGON, KOMPAS — Paus Fransiskus meminta biksu Buddha Myanmar untuk mengalahkan ”prasangka dan kebencian” di negara yang porak poranda oleh perpecahan komunal itu.
Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma Sedunia itu menyampaikan seruan setelah ia merayakan misa pertamanya di negara itu yang dihadiri 200.000 umat Katolik, Rabu (29/11).
Kunjungan empat hari Paus Fransiskus ke Myanmar hingga sejauh ini ditandai oleh penghindaran untuk mengecam secara terbuka kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya.
Beberapa waktu sebelumnya Paus telah berulang kali mengecam kekerasan terhadap kaum minoritas Rohingya yang disebutnya sebagai ”saudaraku laki-laki dan perempuan” itu.
Fransiskus sebelumnya telah bersuara keras untuk membela kelompok Rohingya.
Fransiskus sebelumnya telah bersuara keras untuk membela kelompok Rohingya. Terutama setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat mengatakan telah terjadi ”pembersihan etnis” oleh militer Myanmar sehingga sekitar 700.000 warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh.
”Jika kita ingin bersatu, sebagai tujuan kita, kita harus mengatasi semua bentuk kesalahpahaman, intoleransi, prasangka, dan kebencian,” kata Paus di depan para biksu dari Sangha Maha Nayka, lembaga tertinggi Buddha Myanmar.
Para biksu beraliran keras telah memainkan peran penting dalam mendorong terjadinya islamofobia di Myanmar dan sikap keras terhadap minoritas Muslim Rohingya.
Dalam beberapa bulan terakhir, Sangha Maha Nayka telah berusaha untuk mengendalikan kekerasan dengan melarang khotbah oleh Wirathu, seorang biksu yang dengan penuh semangat menebarkan sikap antipatinya di media sosial.
Menyambut seruan Paus, Ketua Sangha Maha Nayka Kumarabhivamsa mengungkapkan kesedihan atas ”ekstremisme dan terorisme” yang dilakukan atas nama agama.
Menyambut seruan Paus, Ketua Sangha Maha Nayka Kumarabhivamsa, yang memiliki anggota sekitar 600.000 biksu Myanmar, mengungkapkan kesedihan atas ”ekstremisme dan terorisme” yang dilakukan atas nama agama.
Sebelum bertemu para biksu itu, Paus Fransiskus memimpin perayaan misa di lapangan terbuka di Yangon. Misa dihadiri sekitar 150.000 umat Katolik, kelompok minoritas yang lainnya di Myanmar. Ia menyampaikan pesan untuk saling memaafkan.
”Saya tidak pernah bermimpi akan bertemu dengannya seumur hidup saya,” kata Meo, seorang warga berusia 81 tahun dari minoritas Akha di Negara Bagian Shan, saat mengikuti perayaan misa.
Sebuah paduan suara dari para biarawati Myanmar bernyanyi dalam bahasa Latin, disertai musik organ, saat Fransiskus menyampaikan khotbah (homili) tentang belas kasih kepada sesama.
Paus menyebutkan, banyak warga Myanmar ’menderita luka kekerasan, luka yang terlihat dan tidak terlihat’.
”Saya bisa melihat bahwa Gereja di sini masih hidup,” katanya tentang sebuah komunitas Katolik Myanmar yang berjumlah sekitar 700.000 jiwa, sekitar 1 persen dari 51 juta penduduk negara itu.
Paus menyebutkan, banyak warga Myanmar ”menderita luka akibat kekerasan, luka yang terlihat dan tidak terlihat”.
Namun, Paus mengajak umatnya untuk saling mengampuni dan menebarkan cinta kasih. (AFP/REUTERS/AP)