Suap APBD Menjadi Pola Korupsi di Daerah
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam dugaan suap pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah tahun 2018 di Provinsi Jambi. Kemungkinan keterlibatan Gubernur Jambi Zumi Zola dalam kasus ini juga terus didalami. Sebab, dari empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka, tiga di antaranya adalah pejabat di Pemerintah Provinsi Jambi, dan satu orang lainnya adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK ialah Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Asisten Daerah III Provinsi Jambi Saipudin, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Jambi Arfan, dan anggota DPRD Jambi Supriono. Sebanyak 12 orang lainnya yang juga ditangkap KPK di Jambi dan Jakarta juga akan didatangkan ke Gedung Merah Putih KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam waktu dekat.
Penyidikan terhadap dugaan suap APBD Jambi ini melengkapi episode panjang pengungkapan kasus suap APBD yang terjadi di daerah-daerah lain beberapa waktu belakangan ini. Pada 2017 saja KPK mengusut tiga dugaan suap APBD, yakni di Kota Malang, Kota Mojokerto, dan kini Jambi. Tahun 2016, KPK juga menangani kasus suap APBD di Banten, Riau, dan Sumatera Utara.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Rabu (29/11) malam, di Jakarta, KPK terus mendalami keterangan para tersangka dan saksi tentang kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam dugaan suap APBD di Provinsi Jambi.
”Ada beberapa daerah yang kasusnya mirip, yakni suap untuk memuluskan APBD. Seharusnya bentuk-bentuk ini dihentikan dari kedua belah pihak. DPRD, kan, juga punya tanggung jawab kepada masyarakat pemilihnya untuk mengesahkan anggaran. Jika tidak, maka anggaran tahun lalu digunakan. Ada mekanisme hukum yang tersedia,” kata Febri.
Penyesalan mendalam juga diungkapkan Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan yang mengumumkan penetapan tersangka, Rabu malam di Jakarta. Pada sejumlah kasus suap APBD di daerah, KPK mendapati praktik menyimpang itu justru terjadi di daerah-daerah yang menjadi rekanan dalam koordinasi supervisi dan pencegahan (koorsupgah) oleh KPK. Dalam pengungkapan kasus Jambi, misalnya, daerah itu juga merupakan salah satu daerah dampingan KPK dalam program koorsupgah.
Jangan dianggap KPK hanya datang ke sana lalu selesai.
”Karena itu, kami mengingatkan semua daerah agar pelaksanaan program pencegahan yang dilakukan KPK supaya ditanggapi lebih serius dan tidak hanya mengadakan hal-hal (kegiatan) yang bersifat seremonial. Jangan dianggap KPK hanya datang ke sana lalu selesai,” kata Basaria.
Basaria mengatakan, KPK mengharapkan kegiatan koorsupgah itu dimanfaatkan secara optimal dan koordinatif oleh daerah sehingga setiap kegiatan di daerah itu bisa dijalankan secara lebih bersih dan transparan.
Dalam pengungkapan kasus suap APBD Jambi, KPK menerima laporan dari masyarakat. Laporan itu dicek ke lapangan dan dilakukan operasi tangkap tangan terhadap sejumlah orang di Jambi dan Jakarta. Tim KPK diterjunkan di dua daerah tersebut.
”Total ada 16 orang yang diamankan dalam operasi ini. Dari jumlah itu, 12 orang di antaranya ditangkap di Jambi dan 4 orang lain ditangkap di Jakarta. Dari 12 orang yang diamankan, pada pukul 11.30, tim KPK membawa 4 orang ke Gedung Merah Putih KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut,” kata Basaria.
Mereka yang ditangkap di Jambi ialah Supriono, Arfan, Saipudin, Nurhayati (istri Saipudin), Atong (anak buah Saipudin), Geni Waseso Segoro (swasta), Dheny Ivan (anak buah Arfan), Wahyudi (anak buah Arfan), Rinie (staf di Dinas PUPR Jambi), Surip (sopir Supriono), Wasis (Kepala UPTD Alat dan Perbekalan Jambi), dan Otong (sopir Arfan). Adapun empat orang yang diamankan di Jakarta ialah Erwan Malik (Pelaksana Tugas Sekda Jambi), Amidy (Kepala Perwakilan Provinsi Jambi di Jakarta), Asrul (swasta), dan Varial Adhi Putra (Kepala Dinas Perhubungan Jambi).
Pemberian uang dilakukan oleh pejabat Pemprov kepada anggota DPRD Jambi untuk memengaruhi pembahasan APBD Jambi 2018.
Basaria mengatakan, pemberian uang dilakukan pejabat Pemprov kepada anggota DPRD Jambi untuk memengaruhi pembahasan APBD Jambi 2018 sekaligus untuk membujuk sejumlah anggota DPRD Jambi yang sebelumnya menyatakan tidak akan datang dalam pembahasan APBD akhirnya mau datang dalam rapat pembahasan.
Selasa, sekitar pukul 12.46, tim KPK yang berada di Jambi mendapatkan informasi adanya rencana penyerahan uang kepada Supriono, anggota DPRD Jambi, di sebuah restoran di kota itu, dengan kode undangan. Di dalam restoran, ia bertemu dengan Saipudin. Sekitar pukul 14.00, Supriono dan Saipudin keluar dari restoran. Supriono masuk ke dalam mobil Saipudin, dan di dalam mobil itulah transaksi penyerahan uang diduga dilakukan.
Setelah Supriono keluar dari mobil Saipudin, ia membawa plastik warna hitam dengan uang Rp 400 juta di dalamnya. Saipudin kemudian diamankan di tempat yang sama. Selain itu, sopir Saipudin yang sedang makan siang dengan rekannya, Geni Waseso Segoro, juga diamankan.
Tim KPK kemudian membawa Saipudin ke rumah pribadinya. Dari dalam rumah, tim penyidik KPK mendapati uang Rp 1,3 miliar. Uang itu diduga akan diberikan kepada anggota DPRD Jambi dalam rangka pengesahan Rancangan APBD Jambi 2018.
Setelah itu, secara berturut-turut KPK mengamankan saksi-saksi lainnya di Jambi yang diduga mengetahui perbuatan penyerahan uang tersebut. Hal serupa juga dilakukan KPK di Jakarta dengan mengamankan empat orang, yakni Erwan Malik di apartemen Thamrin, serta Amidy, Asrul, dan Varial Adhi Putra di sebuah gerai kopi di Jakarta Pusat.
Pemberian uang kepada anggota DPRD ini ditujukan untuk membujuk beberapa anggota DPRD Jambi supaya hadir dan melancarkan pembahasan APBD. Untuk memuluskan hal ini, disepakati ada pencarian uang yang disebut sebagai ”uang ketok” oleh pihak swasta yang menjadi rekanan Pemprov Jambi.
Pada Selasa pagi diketahui Wahyudin (anak buah Arfan) memberikan uang Rp 3 miliar kepada Saipudin. Kemudian, Saipudin membagi-bagikannya kepada beberapa anggota DPRD dari lintas fraksi dengan bertahap, yakni Rp 700 juta (pemberian pertama), Rp 600 juta (pemberian kedua), dan Rp 400 juta (pemberian ketiga).
Dalam konstruksi kasus ini, Erwan Malik, Arfan, dan Saipudin disangkakan sebagai pemberi dan Supriono sebagai penerima. Ruang kerja Arfan dan Rinie di Dinas PUPR Jambi disegel KPK, begitu juga ruang kerja lama Arfan sebagai kepala bidang di Dinas PUPR Jambi, serta rumah pribadi Saipudin.
Siap memberikan keterangan
Secara terpisah, Gubernur Jambi Zumi Zola mengaku belum mendapat informasi resmi terkait dengan dugaan suap pengesahan APBD Provinsi Jambi 2018. Namun, dirinya siap memberikan keterangan jika dipanggil KPK. ”Apabila dipanggil, insya Allah saya datang, sebagai bentuk kepatuhan. Namun, sampai saat ini saya belum dipanggil,” ujarnya.
Menurut Zola, dirinya bertemu dengan pihak KPK pekan lalu. Saat itu, digelar sosialisasi oleh KPK yang mengundang seluruh jajaran eksekutif, legislatif, termasuk lembaga penegak hukum di Jambi. Dalam kesempatan itu, KPK kembali mengingatkan para pihak untuk berhati-hati dalam pemanfaatan anggaran negara dan daerah.
Terkait dengan APBD 2018, Zola mengaku tidak melihat ada kejanggalan selama proses pembahasannya di tingkat komisi DPRD dan organisasi pemerintah daerah (OPD). Namun, dirinya sempat memberikan arahan kepada Plt Sekretaris Daerah Erwan Malik agar jika DPRD menyampaikan pokok-pokok pikiran yang sejalan dengan misi dan visi program Jambi Tuntas, dipersilakan. ”Tapi, yang di luar itu, tidak bisa dilakukan. Memangnya dari mana dananya?” lanjutnya.
Siang tadi, Zola mengumpulkan seluruh unsur pimpinan organisasi pemerintah daerah di lingkup Provinsi Jambi. Pertemuan itu berlangsung tertutup selama 30 menit. Terkait dengan pertemuan itu, Zola mengatakan, dirinya hanya menekankan kepada seluruh unsur pimpinan organisasi pemerintah daerah agar segera melakukan penyerapan anggaran.
Terkait dengan beredarnya informasi soal penggeledahan di rumah dinasnya, Zola menjawab bahwa itu tidak benar. ”Kapan ya itu (penggeledahan)? Tidak ada itu,” ujarnya.