MATARAM, KOMPAS — Aktivitas vulkanik Gunung Agung, Bali, yang merambat pada pembatalan dan penundaan penerbangan mulai berimbas pada tingkat okupansi hotel-hotel di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
”Dalam kondisi normal, seperti pada November tahun lalu, misalnya tingkat hunian hotel di Kota Mataram dan Resor Wisata Senggigi, Lombok Barat, rata-rata 65 persen. Tetapi, karena situasi saat ini, tingkat hunian menjadi 30-40 persen,” kata Hadi Faesal, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, Kamis (30/11) di Mataram, Lombok.
Hal senada disampaikan Aang Sadikin, Sales and Manager Marketing Hotel Kila Senggigi, dalam rapat soal langkah dan skenario antisipasi perihal ”buka-tutup” Lombok International Airport (LIA) di Praya, Lombok Tengah, NTB, Kamis (30/11) sore.
Hotel Kila adalah satu dari 32 hotel di Lombok yang memberlakukan diskon 50 persen dari tarif normal bagi tamunya yang terjebak dampak erupsi Gunung Agung.
Hanya saja diperlukan pos komando (posko) ataupun media informasi yang bisa memperbarui perkembangan terkini aktivitas Gunung Agung, jadwal penerbangan, dan operasional bandara.
”Kami membutuhkan informasi yang valid. Kalau tingkat hunian jelas turun drastis karena sekarang ini rata-rata hanya 30-40 persen,” kata Aang Sadikin.
Penurunan tingkat hunian itu sebagai dampak pembatalan penerbangan akibat erupsi Gunung Agung. Sejak lima hari terakhir, ada 2.800 kamar inap yang harus dijadwal ulang akibat pembatalan sejumlah maskapai penerbangan dari dan keluar LIA.
Jumlah penjadwalan ulang itu akan bertambah mengingat masih ada hotel yang belum melaporkan kondisi terkini hotelnya, termasuk adanya penundaan acara pertemuan atau rapat yang dikakukan di sejumlah hotel di Kota Mataram dan obyek wisata lainnya di Senggigi.
”Malah Kedutaan Besar Indonesia di Korea Selatan bersama pelaku pariwisata dan para jurnalis mestinya datang Minggu pekan lalu, tetapi tertunda karena erupsi Gunung Agung,” ujar Hadi Faesal.
Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia NTB Ainuddin juga mengakui, situasi erupsi Gunung Agung disertai pembatalan penerbangan juga membuat pemandu wisata menganggur.
”Sebelum erupsi, saya undang 50 orang untuk rapat di kantor, tetapi yang hadir hanya 3 orang. Kemarin (Rabu) ada rapat lagi, saya mengundang 3 orang, malahan yang datang 50 orang. Jadi anggota banyak yang menganggur,” ucap Ainuddin.