Ekonomi Digital Bakal Ditopang Gerbang Pembayaran Nasional
JAKARTA, KOMPAS — Secara global, kemajuan teknologi digital dalam ekonomi berlangsung pesat. Oleh sebab itu, pemerintah tengah mempersiapkan regulasi untuk mencapai keseimbangan ekonomi digital.
Salah satu kebijakan yang telah diluncurkan pada Senin (4/12) di Jakarta ialah gerbang pembayaran nasional.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengatakan, Indonesia saat ini berada pada kategori break out alam indeks evolusi digital dunia.
Ciri-cirinya adalah tingkat kemajuan digital rendah, tetapi pertumbuhan inovasinya cepat. Dengan posisi ini, Indonesia berpotensi menjajaki kategori tertinggi, yakni stand out, yang tingkat kemajuan digital dan pertumbuhan inovasinya terbilang cepat.
Indikator kemajuan digital bergantung pada jumlah inovasi yang diterapkan. Untuk mempercepatnya, dibutuhkan regulasi yang tidak mencekik inovator-inovator dalam ekonomi digital.
Indikator kemajuan digital bergantung pada jumlah inovasi yang diterapkan. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, untuk mempercepatnya, dibutuhkan regulasi yang tidak mencekik inovator-inovator dalam ekonomi digital.
”Produktivitas ekonomi digital bergantung pada peningkatan kualitas kebijakannya. Karena itu, kami tengah mengupayakan kebijakan yang efisien, melayani, dan tidak rumit,” ujar Sri Mulyani dalam seminar ”Bisnis Indonesia Economic Challanges 2018” di Jakarta, Senin (4/12).
Dari sisi regulasi, Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan sistem national payment gateaway atau gerbang pembayaran nasional (GPN), Senin.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eni V Panggabean mengatakan, GPN merupakan cita-cita selama 20 tahun terakhir yang bertujuan mengefisiensikan pembayaran di Indonesia. Merchandising rate-nya pun dapat mencapai 1 persen.
Selama ini, gerbang pembayaran yang ada di Indonesia berasal dari asing, contohnya Visa atau Mastercard.
Eni mengatakan, dengan adanya GPN, Indonesia tidak perlu lagi membayar jasa transaksi lintas bank kepada pihak-pihak tersebut. Jumlah mesin electronic data capture (EDC) dalam satu toko dapat berkurang. Cukup satu mesin EDC untuk semua kartu bank.
Peluncuran GPN merupakan wujud integrasi instrumen dan kanal pembayaran secara nasional.
GPN akan meningkatkan perlindungan konsumen serta mengefektifkan transmisi kebijakan moneter, efisiensi intermediasi, dan resiliensi sistem keuangan.
Eni menuturkan, GPN akan meningkatkan perlindungan konsumen serta mengefektifkan transmisi kebijakan moneter, efisiensi intermediasi, dan resiliensi sistem keuangan.
Selain praktis, penggunaan GPN juga bermanfaat untuk transparansi transaksi nasional, memperluas akses, mengefisiensikan nilai rupiah, dan meningkatkan akurasi perencanaan ekonomi.
Secara jangka panjang, GPN akan meningkatkan inklusivitas keuangan, mendorong Indonesiasentris, dan menciptakan masyarakat nontunai.
”Dalam ekonomi digital, masyarakat nontunai merupakan aspek penting karena semua pembelian dan pembayaran akan bersifat bisa di mana saja dan kapan saja,” ujar Eni.
Peluncuran GPN ini disambut baik oleh Hariyadi. Dia mengatakan, GPN membuat data dan transaksi pelaku-pelaku ekonomi digital dapat terlacak sehingga lebih transparan.
Dalam ekonomi digital, masyarakat nontunai merupakan aspek penting karena semua pembelian dan pembayaran akan bersifat bisa di mana saja dan kapan saja.
Sebagai salah satu pelaku ekonomi digital, Pendiri dan Chief Executive Officer Bukalapak Ahmad Zaky mendukung adanya GPN. GPN akan mengurangi pajak yang harus dibayarkan ke luar negeri karena memakai jasa gerbang pembayaran asing.
Dari sisi pembayaran nontunai, Zaky menilai, semakin sederhana sistemnya, aktivitas perdagangan elektronik pun semakin diminati.
Saat ini, salah satu tantangan yang dia hadapi adalah pola pikir masyarakat tunai yang menjadi alasan tidak ingin terlibat dalam jual beli secara digital.
Prioritaskan konsumen
Menurut Eni, sebagai salah satu regulator dalam ekonomi digital, BI menyeimbangkan antara kehati-hatian dan inovasi. ”Dalam kehati-hatian, aspek mitigasi risiko dan perlindungan konsumen penting,” ucapnya.
Selain perlindungan konsumen dan pencegahan risiko, aspek lainnya ialah pemeliharaan stabilitas moneter dan sistem keuangan serta keamanan, kelancaran, dan efisiensi sistem pembayaran.
Eni menyebutkan, prinsip kehati-hatian ini dapat tercapai dengan mekanisme untuk memonitor perkembangan teknologi finansial.
Perlu kontrol pada pengembangan layanan inovatif. Syarat ini kemudian dikaji dengan syarat prinsip kehati-hatian.
Dari prinsip inovasi, aspek pentingnya meliputi teknologi sistem keuangan, pelayanan dan produk keuangan yang lebih baik bagi masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi melalui teknologi digital.
”Syaratnya, perlu kontrol pada pengembangan layanan inovatif. Syarat ini kemudian dikaji dengan syarat prinsip kehati-hatian,” lanjut Eni.
Salah satu bentuk tindakan yang telah mengombinasikan kedua syarat itu adalah penanganan sistem bank yang mengalami serangan siber.
Eni mengatakan, tim BI akan turun langsung untuk mengamankan data konsumen serta memantau perbaikan sistem. Adapun untuk pencegahan, tiap tiga tahun sekali BI akan mengecek sistem yang digunakan setiap bank.
Selain itu, ujar Eni, pihaknya telah menyusun peraturan untuk teknologi finansial di Indonesia. ”Saat ini sedang diproses di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,” ucapnya.
Manusia digital
Menurut Sri Mulyani, salah satu ketakutan dalam menghadapi ekonomi digital adalah peran manusia sebagai tenaga kerja tergantikan.
”Pembangunan manusia tidak boleh luput. Karena itu, pada APBN 2018, dana untuk belanja pendidikan sebesar Rp 444,1 triliun atau 20 persen dari total belanja,” katanya.
Nilai literasi, ilmu pengetahuan, dan matematika Indonesia masih kalah jauh dibandingkan Vietnam. Padahal, anggaran pendidikan Indonesia dua kali lipat Vietnam.
Angka itu meningkat dari sebelumnya sebesar Rp 419,6 triliun. Sri Mulyani menegaskan, peningkatan kuantitas belanja harus diiringi dengan peningkatan kualitas pendidikan.
Dia mengkritisi, nilai literasi, ilmu pengetahuan, dan matematika Indonesia masih kalah jauh dibandingkan Vietnam. Padahal, anggaran pendidikan Indonesia dua kali lipat Vietnam.
Kualitas pendidikan terkait dengan kurikulum. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengimbau kementerian terkait segera menyusun kurikulum yang memperhatikan aspek penguasaan teknologi dan ekonomi digital.
China mendekatkan masyarakatnya kepada seni dan sastra yang menurut mereka dapat merangsang dan menjaga produktivitas ide dan inovasi manusia.
Meskipun demikian, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte menilai, langkah pemerintah terlambat dalam mempersiapkan sumber daya manusia di era digital melalui kurikulum pendidikan.
”China saat ini sudah menyadari pentingnya aspek manusia sebagai pengontrol teknologi. Ide manusia inilah yang tidak dapat digantikan oleh teknologi. Oleh karena itu, China mendekatkan masyarakatnya kepada seni dan sastra yang menurut mereka dapat merangsang dan menjaga produktivitas ide dan inovasi manusia,” ujarnya. (DD09)