Orang Terkaya Indonesia dan Lebarnya Ketimpangan
Majalah Forbes merilis daftar 50 Orang Terkaya di Indonesia 2017 pada akhir November lalu. Total kekayaan bersih 50 orang terkaya tersebut mencapai 126 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 1.701 triliun pada kurs Rp 13.500 per dollar AS.
Nilai kekayaan mereka naik signifikan sebesar 27,3 persen dibandingkan kekayaan bersih mereka tahun lalu yang sebesar 99 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 1.336,5 triliun.
Dari tahun ke tahun, daftar 10 orang terkaya di Indonesia tidak banyak berubah. Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono masih bertahan di peringkat pertama.
Nilai kekayaan 50 orang terkaya Indonesia naik signifikan sebesar 27,3 persen dibandingkan dengan kekayaan bersih mereka tahun lalu yang sebesar 99 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 1.336,5 triliun.
Kakak-beradik itu telah menduduki puncak daftar orang terkaya Indonesia selama sembilan tahun berturut-turut. Kekayaan mereka meningkat hampir dua kali lipat atau sebesar 89 persen dari 17,1 miliar dollar AS (Rp 230,85 triliun) pada 2016 menjadi 32,3 miliar dollar AS (Rp 436,05 triliun).
Lonjakan kekayaan Robert dan Michael terutama dihasilkan dari naiknya saham bank milik mereka, yakni Bank Central Asia (BCA). Keluarga Hartono juga memiliki perusahaan-perusahaan raksasa lainnya, seperti Djarum, perusahaan rokok kretek terbesar ketiga di dunia; Polytron; dan sejumlah properti.
Pengusaha minyak kelapa sawit Eka Tjipta Widjaja naik dua level ke peringkat kedua. Jumlah kekayaannya naik menjadi 9,1 miliar dollar AS (Rp 122,85 triliun) dari sebelumnya 5,6 miliar dollar AS. Sementara Susilo Wonowidjojo turun ke peringkat ketiga dengan jumlah 8,8 miliar dollar AS. Kendati demikian, jumlah kekayaan Direktur Utama Gudang Garam ini tetap naik dibandingkan dengan tahun lalu.
Peringkat keempat diduduki Anthoni Salim, pemimpin Salim Group yang bergerak di bidang makanan, telekomunikasi, perbankan, dan perkebunan sawit. Anthoni juga merupakan Presiden Direktur dan CEO PT Indofood dengan jumlah kekayaan 6,9 miliar dollar AS (Rp 93,15 triliun), naik dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar 5,7 miliar dollar AS.
Secara berturut-turut, pendiri dan pemilik Indorama Corporation, Sri Prakash Lohia, berada di peringkat kelima (6,4 miliar dollar AS); diikuti pemilik Kalbe Farma, Boenjamin Setiawan (3,65 miliar dollar AS); pemilik CT Corp, Chairul Tanjung (3,6 miliar dollar AS); pemilik Mayapada Group, Tahir (3,5 miliar dollar AS); dan pemilik Lippo Group, Mochtar Riady (3 miliar dollar AS).
Pemilik Mayora Group, Jogi Hendra Atmadja, menyodok ke peringkat ke-10 setelah berada di peringkat ke-35 tahun lalu. Jumlah kekayaan Jogi melejit 218 persen dari 850 juta dollar AS pada 2016 menjadi 2,7 miliar dollar AS pada 2017.
”Tahun ini, pencapaian yang paling terlihat adalah total kekayaan bersih dari 50 miliarder Indonesia ini melampaui angka 100 miliar dollar AS untuk pertama kalinya. Posisi Indonesia, dilihat dari kelima puluh orang ini, telah naik dalam komunitas bisnis global,” tutur Chief Editorial Advisor of Forbes Indonesia Justin Doebele, seperti dikutip dari Forbes.com.
Pengamat ekonomi dan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, di Jakarta, Minggu (3/12), mengatakan, lonjakan kekayaan para miliarder terutama disumbangkan oleh naiknya harga saham.
Nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia sedang dalam tren meningkat sehingga secara otomatis mengangkat nilai aset para miliarder. Dalam setahun terakhir, IHSG naik 17 persen.
Melihat daftar orang terkaya Indonesia, menurut Enny, mereka umumnya masih bergelut di sektor industri. Sementara di Amerika Serikat, para miliarder merupakan orang muda yang fokus di sektor teknologi digital.
”Ini ada kaitannya bahwa pergeseran menuju ekonomi digital akan memunculkan miliarder baru. Tetapi, di Indonesia, pergeseran bisnis ke teknologi digital belum sepenuhnya terjadi,” lanjutnya.
Lonjakan kekayaan para miliarder terutama disumbangkan oleh naiknya harga saham. Nilai IHSG di Bursa Efek Indonesia sedang dalam tren meningkat sehingga secara otomatis mengangkat nilai aset perusahaan milik para miliarder. Dalam setahun terakhir, IHSG naik sekitar 17 persen.
Ketimpangan melebar
Lonjakan drastis kekayaan para miliarder sepanjang tahun ini ternyata tidak terjadi pada kelas menengah bawah. Ini membuat ketimpangan pendapatan antara masyarakat atas dan bawah menjadi cukup lebar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan per kapita per tahun masyarakat Indonesia hanya naik 2,82 persen dari Rp 45,14 juta pada 2015 menjadi Rp 47,96 juta pada 2016.
Indikator lainnya, pendapatan riil pada sektor pertanian dan sektor informal juga hanya naik tipis. Pada sektor pertanian, nilai tukar petani (NTP) naik tipis dari 101,71 pada Oktober 2016 menjadi 102,78 pada Oktober 2017.
Berdasarkan data BPS, pendapatan per kapita per tahun masyarakat Indonesia hanya naik 2,82 persen dari Rp 45,14 juta pada 2015 menjadi Rp 47,96 juta pada 2016.
Sementara upah riil pekerja pertanian naik tipis dari Rp 37.349 per hari pada Oktober 2016 menjadi Rp 37.860 per hari pada Oktober 2017. Upah riil buruh bangunan (tukang) justru turun dari Rp 66.134 per hari pada Oktober 2016 menjadi Rp 64.894 per hari pada Oktober 2017.
Director Executive Indonesian Competitiveness and Economic Development (ICED) Institute R Ervin AP Widodo mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan ketimpangan pendapatan cukup lebar di Indonesia.
Salah satunya adalah kurangnya investasi di sektor pertanian. ”Investor kurang suka berbisnis di sektor hulu seperti pertanian, mereka lebih suka di sektor hilir yang hanya mengemas dan menjual hasil barang olahan yang sudah ada,” ujar Ervin (DD13)