TNI Butuh Rotasi dan Reformasi, Marsekal Hadi Tjahjanto Dinilai Tepat Jadi Panglima
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Presiden Joko Widodo mencalonkan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Hadi Tjahjanto menjadi panglima TNI dinilai tepat. Keputusan tersebut dinilai memperhatikan rotasi di antara angkatan dan memperhatikan agenda reformasi di tubuh TNI.
Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra Asril Hamzah Tanjung menilai, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi Angkatan Udara untuk memimpin TNI. ”AU sudah lama tidak menjabat panglima TNI. Terakhir yang menjabat (panglima TNI) dari AU itu Pak Joko Suyanto di tahun 2006. Jadi, sekarang sudah saatnya,” kata Asril di Kompleks Gedung DPR, Jakarta, Senin (4/12).
Seperti diberitakan, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon, pagi ini, mengungkapkan, pihaknya telah menerima surat yang diserahkan langsung oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Kompleks DPR. Surat itu tentang rencana pemberhentian dengan hormat Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan rencana pengangkatan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai panglima TNI yang baru. Gatot yang berasal dari Angkatan Darat (AD) akan memasuki masa pensiun pada Maret 2018.
Sjarifuddin Hasan, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat, mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo yang menunjuk Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai calon tunggal pengganti Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Menurut Hasan, penunjukan itu memberikan kesempatan bagi prajurit yang berprestasi untuk menjabat panglima TNI secara bergiliran dari tiga angkatan, yakni Angkatan Udara (AU), AD, dan Angkatan Laut (AL).
”Saya pikir pergantian ini sudah sangat tepat. Secara keseluruhan juga kami menilai Pak Hadi cukup bagus kinerjanya, karena telah menjabat Kasau dan juga sekretaris militer. Mudah-mudahan beliau disetujui di Komisi I DPR,” ujar Hasan.
Presiden Joko Widodo yang menunjuk Kasau Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai calon tunggal pengganti Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Penunjukan itu memberikan kesempatan bagi prajurit yang berprestasi dari semua matra untuk menjabat panglima TNI.
Hasan mengatakan, penunjukan calon panglima TNI merupakan hak prerogatif presiden. Presiden dinilai memiliki alasan kuat sesuai dengan kebutuhan negara. Hasan menilai, panglima TNI ke depannya akan memiliki tugas yang cukup berat. Hal itu disebabkan, karena dua tahun ke depan Indonesia akan kembali memasuki tahun politik.
Pada 2018 akan kembali diselenggarakan pilkada serentak dan 2019 pesta demokrasi pemilu dan pilpres akan kembali dihelat. Panglima TNI diharapkan mampu membantu melakukan pengamanan dalam hal itu.
Selain itu, Hasan berharap soliditas di tubuh TNI dapat terus dijaga. Menurut dia, walaupun Hadi berasal dari AU, ia juga harus memperhatikan semua angkatan yang ada di TNI.
Ihwal waktu pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) Hadi Tjahjanto, Hasan mengatakan, hal itu masih dalam proses di DPR. Surat pencalonan Panglima TNI tersebut akan terlebih dahulu dibahas dengan fraksi-fraksi yang ada di DPR. Setelah itu, surat dibacakan di Rapat Paripurna DPR kemudian diserahkan ke Badan Musyawarah DPR yang penugasan selanjutnya diserahkan ke Komisi I untuk mengagendakan uji kelayakan.
”Kami berharap dapat diselesaikan sebelum masa reses (14 Desember), kita lihat nanti waktunya. Lebih cepat, kan, lebih baik,” kata Hasan.
Meski demikian, Asril Tanjung menyampaikan, status Hadi Tjahjanto sebagai calon tunggal belum dapat menggaransi dirinya bakal menjadi panglima TNI. Komisi I bisa saja menolak Hadi setelah rangkaian uji kelayakan. Jika itu terjadi, sesuai ketentuan undang-undang, Presiden wajib mencari calon panglima TNI yang lain.
”Tidak ada kriteria dari kami, semua sesuai dengan ketentuan UU. Hadi Tjahjanto sudah memenuhi syarat sesuai UU. Kita lihat nanti hasil uji kelayakan. Bintang empat (pangkat tertinggi di AU) pasti sudah teruji semua (kapasitasnya),” ujar Asril.
Netralitas politik
Sementara itu, Al Araf, Direktur Imparsial dan pegiat dalam Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan, juga menilai, penunjukan Kasau Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai calon panglima TNI merupakan langkah yang tepat. Hal itu mengacu pada UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 yang menyarankan bahwa pergantian panglima TNI sebaiknya dilakukan dengan pola rotasi antar-angkatan yang ada di TNI.
”Kita tahu Panglima TNI saat ini, Jenderal Gatot Nurmantyo, dari AD, sebelumnya Moeldoko juga dari AD, dan sebelumnya lagi Agus Suhartono dari AL. Jadi, keputusan Presiden dalam hal ini adalah suatu langkah yang tepat,” kata Al Araf.
Pengajuan nama Hadi Tjahjanto juga dinilai Al Araf akan mendorong proses regenerasi dalam tubuh TNI. Dengan pergantian di pucuk kepemimpinan, ratusan perwira menengah dapat mendapatkan peluang yang lebih strategis, karena terjadi pergeseran kepemimpinan. Hal itu dinilai baik dalam rangka reformasi TNI.
Al Araf berharap uji kelayakan yang akan dilaksanakan oleh DPR dapat terselenggara secara proporsional dan obyektif. Menurut dia, DPR harus dapat memastikan bahwa calon panglima TNI dapat berkomitmen dalam hal netralitas politik, upaya modernisasi alutsista melalui proses yang transparan dengan mengedepankan mekanisme G to G (mekanisme kerjasama antarpemerintah) dan memperhatikan produk dalam negeri, serta peningkatan kesejahteraan prajurit guna menciptakan profesionalitas prajurit TNI.
DPR harus dapat memastikan bahwa calon panglima TNI dapat berkomitmen dalam hal netralitas politik.
”Hal pertama yang harus dipastikan adalah calon panglima TNI harus memiliki komitmen untuk tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis dan netral secara politik. Tahun depan, Indonesia akan menghadapi tahun politik. Ini menjadi sesuatu yang sangat penting. Panglima TNI harus dipastikan oleh DPR untuk tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan politik ke publik, apalagi membangun manuver politik. Fokus saja untuk membangun kekuatan pertahanan,” ujar Al Araf. (DD14)