Kesenjangan Masih Terus Terjadi
Fase grup Liga Champions tinggal menyisakan satu putaran terakhir, pekan ini. Tidak jauh berbeda dengan musim-musim sebelumnya, kesenjangan antara tim-tim dari lima liga top Eropa, yakni Inggris, Jerman, Italia, Spanyol, dan Perancis, dengan tim-tim dari liga lainnya.
Babak 16 besar pun biasanya didominasi tim-tim dari kelompok "Lima Besar" itu. Sebelum putaran terakhir berlangsung pada Rabu (6/12) dan Kamis (7/12), sudah ada delapan tim yang memastikan lolos ke babak 16 besar. Namun, di antara kedelapan tim itu, hanya Besiktas yang berasal dari Liga Turki. Di Grup A masih ada Basel (Liga Swiss) dan CSKA Moskwa (Liga Rusia) yang berpeluang lolos.
Bahkan, pada musim 2016-2017, hanya ada Benfica dan Porto dari Portugal yang lolos ke babak 16 besar. Selebihnya, tim-tim dari kelompok Lima Besar yang berkuasa. Tahun 2005 lebih baik karena ada PSV Eindhoven (Belanda) yang berhasil menembus babak semifinal.
Selama fase grup musim ini pun tim-tim dari luar Lima Besar itu dihajar habis-habisan oleh tim-tim langganan Liga Champions. Laga-laga itu antara lain Liverpool versus Maribor (7-0), Paris Saint-Germain vs Celtic (7-1), dan Chelsea vs Qarabag (6-0). Maribor dan Qarabag kini menghuni dasar klasemen di grup masing-masing.
Fenomena ini masih relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan Pusat Penelitian Olahraga Internasional (CIES) Football Observatory yang dirilis pada April tahun ini. Dalam penelitian itu ditemukan bahwa Liga Champions merupakan kompetisi yang sangat tidak berimbang. Hal itu dapat dilihat dari persentase laga yang berakhir dengan selisih lebih dari tiga gol sejak fase grup mencapai 21 persen. Hasil penelitian itu jauh berbeda dengan Liga Europa yang hanya memiliki persentase 13,5 persen.
Dengan demikian, tim-tim dari luar Lima Besar itu rata-rata hanya punya panggung di fase grup. Mereka hanya menjadi pelengkap kompetisi atau partner bertanding bagi tim-tim raksasa dari kelompok Lima Besar.
Tim seperti Real Madrid, Barcelona, atau Bayern Muenchen baru merasakan kompetisi yang sebenarnya pada Februari.
Bahkan, Pelatih Manchester United Jose Mourinho pun pernah mengatakan bahwa fase grup di Liga Champions ibarat pemanasan bagi tim-tim raksasa. "Tim seperti Real Madrid, Barcelona, atau Bayern Muenchen baru merasakan kompetisi yang sebenarnya pada Februari," katanya.
Dalam sembilan tahun terakhir, seperti dilansir laman Independent, Barcelona sudah tujuh kali menembus babak semifinal. Adapun Bayern Muenchen tidak pernah absen di babak semifinal pada lima musim terakhir.
Namun, perubahan peta persaingan tetap bisa terjadi bergantung pada materi tim. Paris Saint-Germain yang secara kontroversial membeli Neymar dari Barcelona, dan Kylian Mbappe dari AS Monako, bisa menyapu bersih kelima laga yang sudah bergulir. Manchester City yang dilatih oleh pelatih Pep Guardiola juga melakukan hal yang sama. Materi pemain atau kualitas pelatih bisa sangat menentukan.
Saat ini, kondisi kurang bagus terjadi untuk para wakil Italia, yakni Juventus, AS Roma, dan Napoli, yang masih harus memperebutkan tiket babak 16 besar pada laga terakhir. Padahal, Juventus merupakan finalis musim lalu dan Napoli punya rekor mengilap di Serie A.
Terus terjadi
Dengan sistem yang diterapkan saat ini, kesenjangan masih akan terus terjadi. Apalagi Liga Spanyol, Inggris, Italia, dan Jerman masing-masing mendapat kuota empat tim untuk fase grup Liga Champions secara otomatis pada musim depan. Hal ini membuat kompetisi semakin dikuasai tim-tim dari Lima Besar.
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian CIES Football Observatory, solusi untuk menghilangkan kesenjangan ini adalah dengan meningkatkan pemerataan finansial klub dan kemampuan klub membeli pemain baik di tingkat nasional maupun internasional.
Namun, hal ini sulit dilakukan karena tim-tim besar otomatis selalu mendapat lebih banyak uang untuk memperkuat timnya. (AFP/DEN)