80 Persen Korban Kecelakaan Berada dalam Usia Produktif
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah kecelakaan lalu lintas di Indonesia masih tergolong tinggi. Sekitar 80 persen korban bahkan berada dalam usia produktif. Dengan demikian, pemerintah pusat perlu mendorong pemerintah daerah untuk menerapkan lima pilar keselamatan berlalu lintas ke seluruh pelosok Tanah Air guna menurunkan jumlah kecelakaan.
Berdasarkan data Korlantas Polri, fatalitas akibat kecelakaan lalu lintas tahun 2016 mencapai 25.869 jiwa. Jumlah tersebut naik dibandingkan tahun 2015 sebesar 24.336 jiwa.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menyatakan, pada 2016, sekitar 80 persen korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal berada pada kelompok usia produktif, yang rata-rata merupakan pencari nafkah. Seluruh pihak dinilai perlu bekerja sama dalam menurunkan jumlah dan tingkat fatalitas kecelakaan lalin.
”Tingkat fatalitas yang tinggi berpotensi mengurangi pendapatan bahkan membawa kemiskinan pada keluarga,” kata Bambang dalam pidatonya dalam acara penganugerahan Indonesia Road Safety Awards (IRSA) yang diselenggarakan oleh Adira Insurance di Jakarta, Kamis (7/12). Data juga menunjukkan, 72 persen kecelakaan lalin melibatkan sepeda motor, naik tiga kali lipat dari tahun 2010.
Pada 11 Mei 2011, pemerintah mengesahkan Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas Angkutan Jalan (RUNK LLAJ). Rencana tersebut merupakan dukungan pemerintah terhadap program Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu Decade of Action for Road Safety.
Pemerintah mengadopsi lima pilar yang ditetapkan PBB, yaitu manajemen keselamatan jalan, jalan yang berkeselamatan, kendaraan yang berkeselamatan, perilaku pengguna jalan yang berkeselamatan, serta penanganan pra dan pascakecelakaan.
”Pilar tersebut menjadi rujukan pemda dalam melaksanakan program keselamatan berlalu lintas,” tutur Bambang. Pilar pertama menjadi ranah Bappenas dalam mengaarusutamakan keselamatan berlalu lintas dalam perencanaan pembangunan. Bappenas juga melakukan koordinasi mengenai lima pilar tersebut ke tingkat daerah dan menguatkan regulasi yang berbasis RUNK LLAJ.
Pilar kedua menjadi ranah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Fokus kementerian tersebut adalah dalam penanganan titik rawan lalin, peningkatan kinerja jalan dan jembatan, peningkatan kualitas penunjuk jalan, serta pengujian jalan dan jembatan sebelum digunakan.
Pelaksanaan kegiatan pada pilar ketiga, kata Bambang, adalah kewajiban dari Kementerian Perhubungan. Kemenhub fokus pada penyusunan regulasi dan prosedur untuk penyelenggaran kendaran berkeselamatan.
Sementara itu, pilar keempat berada di bawah koordinasi Polri. Polri mengawasi pengguna jalan dengan menggunakan teknologi dalam penegakan hukum secara transparan. Di sisi lain, teknologi juga digunakan untuk sosialisasi keselamatan lalu lintas.
Kementerian Kesehatan sebagai pelaksana dari pilar kelima bertugas untuk mendorong pengembangan dan integrasi dari pusat komando nasional (NCC) dan pusat pelayanan keselamatan terpadu (PSC) dalam kota dan antarprovinsi. Pengembangan NCC dan PSC diharapkan dapat membantu penanganan dan mengurangi waktu respon saat kecelakaan terjadi.
”Kemampuan Indonesia dalam menjaga keselamatan berlalu lintas akan menjadi indikator apakah Indonesia adalah negara maju atau belum,” ujar Bambang.
Direktur Kesehatan Lingkungan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Imran Agus Nurali mewakili Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan, peningkatan derajat kesehatan dapat tercapai melalui penanganan pra dan pascakecelakaan. Penanganan prakecelakaan penting dengan memeriksa kesehatan pengemudi sebelum berkendara.
Sementara itu, penanganan pascakecelakaan dilakukan melalui PSC 119 atau layanan cepat tanggap darurat kesehatan. Saat ini layanan PSC 119 telah berada di 124 kabupaten dan kota seluruh Indonesia.
”Pemerintah menargetkan untuk menurunkan 50 persen jumlah fatalitas akibat kecelakaan lalu lintas,” ujar Imran. Oleh karena itu, koordinasi Kemenkes, Kementerian PUPR, Polri, Kemenhub, Jasa Marga, pemda, dan masyarakat dibutuhkan.
Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi, mewakili Menhub Budi Karya Sumadi, menambahkan, kecelakaan lalin masih menjadi masalah nasional sehingga kerja sama seluruh pemangku kepentingan dibutuhkan. Dengan demikian, target jangka panjang pemerintah untuk menurunkan tingkat fatalitas korban sebesar 80 persen pada tahun 2035 berbasis data tahun 2010 dapat tercapai.
Manfaatkan teknologi
Bambang menjabarkan, pengawasan lalu lintas di negara maju, seperti Jerman, Jepang, dan Korea Selatan, menggunakan teknologi yang canggih sehingga polisi lalu lintas tidak selalu berada di lapangan. Di ketiga negara tersebut telah berlaku tilang elektronik yang memanfaatkan kamera pemantau (CCTV).
Adapun di Indonesia, Kota Surabaya, Jawa Timur, telah melakukan uji coba penggunaan CCTV untuk memantau pelanggar lalu lintas di jalan raya selama 1-30 September 2017 di beberapa titik. Nomor kendaraan pelanggar lalu lintas terdata dan surat tilang dikirim ke rumah pemilik kendaraan.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya Irvan Wahyudrajad mengungkapkan, Pemerintah Kota Surabaya berharap agar metode tersebut dapat mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk tetap taat dalam berlalu lintas walaupun tidak ada petugas yang berjaga.
”Penggunaan CCTV mendorong disiplin masyarakat hingga 70 persen. Apalagi, 99 persen kecelakaan di Kota Surabaya adalah human error. Jadi yang kami garap adalah manusianya,” kata Irvan. (DD13)