Hamas Kobarkan Intifada Baru, Israel Siagakan Pasukan
JERUSALEM, KAMIS — Pemimpin Hamas, Ismail Haniya, Kamis (7/12), menyerukan intifada baru–gerakan perlawanan massal orang Palestina–untuk merepons langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang telah mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Dalam konflik Israel-Palestina, intifada meliputi semua gerakan perlawanan untuk merebut kembali tanah Palestina pra-Israel.
Aksi ini didorong oleh rasa tertindas dan kehilangan yang dirasakan oleh warga Palestina sejak pengusiran paksa oleh tentara Israel setelah Perang Enam Hari pada 1967.
Perang itu juga disebut Perang Arab-Israel, yang melibatkan Israel di satu sisi melawan pasukan gabungan tiga negara Arab, yaitu Mesir, Jordania, dan Suriah, yang didukung enam negara Arab lain.
Kebijakan Zionis yang didukung oleh AS itu tidak dapat dilawan kecuali jika kita mengobarkan intifada baru.
Seruan intifada baru mengingatkan lagi intifada pertama rakyat Palestina pada 1987 hingga 1993 yang berakhir dengan ditandatanganinya Kesepakatan Oslo 1993 dan pembentukan Otoritas Nasional Palestina 1994.
Mereka menggunakan aneka senjata, termasuk batu dan ketapel, untuk menyerang pasukan dan warga Israel. Intifada terakhir meletus pada 2000 setelah pemimpin oposisi Israel Ariel Sharon mendatangi Masjid Al-Aqsa. Dalam gerakan perlawanan itu, sedikitnya 3.000 orang Palestina dan 1.000 warga Israel tewas.
Haniya menyerukan harus dilakukan intifada baru untuk melawan langkah AS yang telah menetapkan bahwa Jerusalem adalah ibu kota Israel.
”Kebijakan Zionis yang didukung oleh AS itu tidak dapat dilawan kecuali jika kita mengobarkan intifada baru,” kata kelompok Hamas yang menguasai Jalur Gaza dalam sebuah pidato.
Hamas juga mengatakan keputusan Trump ”membuka gerbang neraka” bagi semua kepentingan AS di Timur Tengah.
”Keputusan ini akan membuka gerbang neraka bagi kepentingan AS di wilayah ini,” kata Ismail Radwan, pejabat gerakan Hamas lainnya.
Keputusan Donald Trump akan membuka gerbang neraka bagi semua kepentingan AS di wilayah ini.
Di sisi lain, militer Israel, Kamis (7/12), mengatakan, pihaknya telah menyiagakan sejumlah besar pasukan bantuan untuk dikirim ke Tepi Barat, Palestina, yang diduduki.
”Merujuk pada hasil penilaian situasi umum, telah diputuskan, sejumlah batalyon akan memperkuat wilayah (Tepi Barat), intelijen tempur, dan pertahanan teritorial," kata militer Israel.
Ada banyak negara yang akan mengikuti langkah AS yang mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Di samping itu, militer juga menempatkan lebih banyak pasukan tambahan untuk mengantisipasi kemungkinan yang tidak dikehendaki.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, ada banyak negara yang akan mengikuti langkah AS yang mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Berbicara di Kementerian Luar Negeri Israel, Netanyahu tidak menyebut nama negara-negara ini. Dia mengatakan, kontak-kontak yang berkaitan dengan pengakuan tersebut sudah berjalan.
Menurut Netanyahu, beberapa negara akan memindahkan kedutaan besar mereka dari Tel Aviv ke Jerusalem. Mereka akan mengikuti setelah AS memindahkan kedutaannya.
”Presiden Trump telah menyatukan dirinya selamanya dengan sejarah ibu kota kita,” kata Netanyahu. ”Namanya kini terpatri bersama nama-nama lain dalam sejarah kota yang indah ini,” ujarnya.
Keputusan Trump untuk mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel menempatkan kawasan Timur Tengah ke dalam cincin api.
Kecaman terhadap Trump terus mengalir dari berbagai belahan dunia. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, keputusan Trump untuk mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel menempatkan kawasan Timur Tengah ke dalam cincin api.
”Dengan mengambil langkah itu (Trump) membawa dunia, terutama kawasan ini, ke dalam cincin api,” kata Erdogan dalam pidato di Bandara Ankara sebelum bertolak ke Yunani, Kamis (7/12).
Erdogan mengatakan, ia berencana untuk berbicara dengan Paus Fransiskus pada Kamis malam atau hari Jumat (8/12). Juga dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan sekutu-sekutu Baratnya, termasuk dengan Kanselir Jerman Angela Merkel.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebutkan, AS tidak layak lagi untuk berperan sebagai mediator perdamaian setelah keputusan Trump yang kontroversial itu.
”Langkah-langkah (Trump) itu menyedihkan dan tidak dapat diterima karena secara sengaja melemahkan semua upaya perdamaian,” kata Abbas dalam sebuah pidato.
Presiden AS Donald Trump telah menghancurkan semua usaha dan harapan bagi solusi dua negara dalam konflik Israel-Palestina.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erekat, Kamis, mengatakan, Trump menghancurkan semua usaha dan harapan bagi solusi dua negara dalam konflik Israel-Palestina.
Arab Saudi mengecam langkah Trump sebagai ”tidak dapat dibenarkan dan tidak bertanggung jawab”. Keputusan Trump bertentangan dengan ”hak historis rakyat Palestina”.
Iran mengutuk langkah AS tersebut dengan mengatakan bahwa hal tersebut mengancam sebuah intifada baru, atau pemberontakan, melawan Israel.
”Keputusan AS itu provokatif dan tidak bijaksana. Itu akan memancing umat Islam dan mengobarkan intifada baru dan eskalasi perilaku radikal, marah, dan kekerasan,” kata Teheran. (REUTERS/AFP/AP)