Menteri Susi: Efisiensi Anggaran Mempersempit Celah Korupsi
JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan anggaran secara efektif dan efisien terbukti bisa mempersempit celah korupsi di kementerian atau instansi negara lainnya.
Penggunaan anggaran yang efisien dan efektif berarti lebih banyak menggunakan anggaran untuk kepentingan stakeholder dan menghapus program-program yang tidak jelas.
”Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selama ini coba menyederhanakan nomenklatur anggaran agar penggunaan anggaran menjadi efektif dan efisien. KKP mengalokasikan 80 persen anggaran untuk kepentingan stakeholder. Selain itu, KKP menghilangkan program-program yang menggunakan kata bersayap atau rancu seperti optimalisasi, pengembangan, atau penguatan,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat berpidato dalam acara Hari Antikorupsi Internasional 2017 yang digelar di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kamis (7/12), di Jakarta.
Hadir juga dalam acara ini Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, mantan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, dan peneliti korupsi UGM Zainal Arifin Mochtar.
Susi mengatakan, dengan pola penyederhanaan anggaran yang kemudian dikenal dengan susinisasi tersebut, dalam tiga tahun, KKP berhasil menghemat anggaran sebesar Rp 8,24 triliun dari pagu senilai total Rp 33,68 triliun.
Penggunaan anggaran yang efisien dan efektif berarti lebih banyak menggunakan anggaran untuk kepentingan stakeholder dan menghapus program-program yang tidak jelas.
Meski menghemat anggaran, KKP tetap bisa mencapai target-target yang dicanangkan setiap tahunnya, bahkan sektor perikanan kini bisa tumbuh signifikan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto (PDB) sektor perikanan atas harga berlaku tumbuh 11 persen dari Rp 152,91 triliun pada semester I-2016 menjadi Rp 169,76 triliun pada semester I-2017. Seiring itu, konsumsi ikan per kapita juga naik menjadi 43,94 kilogram per tahun.
Kesejahteraan nelayan pun kian meningkat. Hal itu terlihat dari indikator nilai tukar nelayan (NTN) ataupun nilai tukar usaha nelayan (NTUN) yang terus membaik secara signifikan.
Meningkatnya produksi perikanan pada akhirnya akan menguntungkan keuangan negara baik berupa pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
KKP berhasil menghemat anggaran sebesar Rp 8,24 triliun dari pagu senilai total Rp 33,68 triliun.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, PNBP KKP pada 2016 mencapai Rp 462 miliar, tertinggi dalam sejarah KKP. Seiring hasil tangkapan laut yang melonjak, PNBP KKP pada 2017 diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan tahun 2016.
Penerimaan pajak dari sektor perikanan pun diperkirakan akan meningkat. Pada semester I-2016, penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) sektor perikanan mencapai Rp 216,7 miliar, lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun 2015 sebesar Rp 210,6 miliar.
Indonesia pun tercatat sebagai pengekspor ikan terbesar di Asia Tenggara. Sebaliknya, impor ikan terus menyusut signifikan.
”Stok tangkapan ikan lestari (maximum suistainable yield/MSY) meningkat drastis dari 7,31 ton per tahun pada 2013 menjadi 12,54 juta ton. Ini menjadi tabungan kita,” kata Susi.
Utang berkurang
Susi mengatakan, penghematan anggaran yang dilakukan KKP bisa digunakan untuk membangun infrastruktur yang kini tengah digenjot pemerintah. Hal ini, kata Susi ,juga akan mengurangi utang pemerintah.
”Penghematan anggaran KKP sebesar Rp 8,24 triliun bisa digunakan untuk membangun satu proyek jalan tol. Karena itu, paradigma dalam penggunaan anggaran harus diubah kalau negara ini mau maju. Kalau tidak, negara bisa terus defisit dan kewajiban kita bayar utang beserta bunganya juga semakin tinggi,” kata Susi.
Selain mengefisienkan anggaran, upaya Susi untuk mencegah praktik korupsi di kementeriannya adalah menuntut jajaran KKP untuk tidak korupsi. Dalam menyusun anggaran, Susi meminta jajaran pegawai KKP untuk tidak melakukan penggelembungan harga (mark up).
”Ada kecenderungan pejabat memanipulasi anggaran yang seharusnya hanya ratusan juta rupiah di-mark up sampai miliaran rupiah. Harus ada kesadaran dari tiap individu di KKP agar bisa transparan dalam menggunakan anggaran,” kata Susi.
Sebagai bagian dari pemberantasan penangkapan ikan ilegal (illegal fishing), pemerintah selama ini kerap menenggelamkan kapal-kapal asing. Kebijakan itu, menurut Susi, juga merupakan upaya untuk mencegah korupsi.
”Kebijakan penenggelaman kapal bertujuan untuk menciptakan efek jera sekaligus untuk menghindari kapal tersebut dimiliki kembali oleh pemilik lama yang berkongkalikong dengan birokrasi,” kata Susi.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menilai Menteri Susi sangat tegas dalam mencegah praktik korupsi di KKP. Susi dinilainya juga banyak melakukan langkah terobosan dalam menciptakan transparansi dan akuntabilitas di sektor perikanan. (DD05)