JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Badan Ketahanan Pangan menjamin stok 11 komoditas bahan pangan pokok mencukupi kebutuhan yang diyakini naik menjelang Natal 2017 dan Tahun Baru 2018. Namun, ada potensi kenaikan harga pada komoditas hortikultura karena pengaruh cuaca, khususnya cabai merah keriting dan bawang merah.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi seusai rapat koordinasi stabilisasi pasokan dan harga pangan menjelang hari besar keagamaan di kantor Kementerian Pertanian, Kamis (7/12), menyatakan, berdasarkan neraca ketersediaan dan kebutuhan, stok 11 komoditas pangan pokok diyakini cukup, termasuk di antaranya kedelai dan daging sapi yang belum bisa dipenuhi produksi dalam negeri.
Sebelas komoditas itu adalah beras, jagung, kedelai, minyak goreng, gula pasir, bawang merah, cabai besar, cabai rawit, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras. Dari prognosa kebutuhan dan ketersediaan selama November-Desember 2017, dua di antaranya defisit, yakni kedelai sebesar 344.500 ton dan daging sapi 35.900 ton.
Kami harap pedagang ambil keuntungan yang wajar saja. Jangan main-main dengan bahan pangan pokok. Mari ikut jaga agar harga tetap stabil.
Defisit terjadi karena produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan. Oleh karena itu, pemerintah impor untuk menutup kekurangan, seperti daging beku yang sampai akhir Desember 2017 akan datang 16.552 ton daging kerbau dan daging sapi. Defisit daging juga ditutup dengan sisa stok impor, per 30 November 2017 tercatat 18.808 ton daging kerbau dan 11.249 ton daging sapi.
Rapat dihadiri Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum Perum Bulog Febriyanto dan Ketua Satuan Tugas Pangan Inspektur Jenderal Setyo Wasisto. Selain itu, ada perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan pelaku usaha pangan.
Agung menyatakan, tren kenaikan harga pangan selalu terjadi menjelang Natal dan Tahun Baru dalam lima tahun terakhir. Namun, berdasarkan rapat tersebut, stok 11 komoditas pangan dianggap cukup aman. Hal lain yang diantisipasi adalah terkait distribusi dan potensi gangguan hujan, khususnya pada produk hortikultura.
Beras
Stok beras juga diklaim cukup meski realisasi penyerapan Perum Bulog masih jauh dari target dan cenderung berkurang dalam dua bulan terakhir. Menurut Febriyanto, sampai Selasa (5/12), realisasi pengadaan beras mencapai 2,14 juta ton atau sekitar 57,3 persen dari target pengadaan tahun ini sebesar 3,737 juta ton. Total stok beras pada tanggal yang sama mencapai 1,1 juta ton.
Dari 1,1 juta ton sisa stok itu, 1,071 juta ton di antaranya stok beras subsidi dan cadangan pemerintah, sisanya 36.987 ton beras komersial. Febriyanto menilai stok itu cukup untuk memenuhi kebutuhan untuk program beras keluarga sejahtera (rastra) 4-5 bulan ke depan. ”Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa panen akan mulai terjadi pada Januari 2018 sehingga menurut kami stok sebesar itu cukup,” ujarnya.
Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa panen akan mulai terjadi pada Januari 2018 sehingga menurut kami stok sebesar itu cukup.
Namun, harga beras di pasaran menunjukkan tren naik, khususnya dua bulan terakhir. Selama Oktober dan November 2017, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), beras menjadi salah satu penyumbang inflasi di kelompok bahan makanan selain cabai merah, bawang merah, daging ayam ras, ikan segar, dan telur ayam ras. Pada November 2017, kelompok bahan makanan mengalami inflasi 0,37 persen.
Demi mengerem kenaikan harga beras, pemerintah menggelar operasi pasar beras melalui pedagang serta jaringan distribusi lain. Menurut Febriyanto, jumlah beras yang digelontorkan untuk operasi pasar mencapai 21.000 ton dalam kurun tiga pekan terakhir. Operasi pasar akan terus digelar untuk memastikan beras cukup tersedia di pasar.
Setyo Wasisto menambahkan, bersama dengan satgas pangan di daerah, kepolisian resor, dan pemerintah daerah, pihaknya mengawasi proses distribusi dan ketersdiaan pangan. ”Kami harap pedagang ambil keuntungan yang wajar saja. Jangan main-main dengan bahan pangan pokok. Mari ikut jaga agar harga tetap stabil,” ujarnya.
Sembilan provinsi akan jadi prioritas pengawasan, yakni DKI Jakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua. Berdasarkan situasi tahun-tahun sebelumnya, peningkatan permintaan bahan pangan menjelang Natal dan Tahun Baru relatif lebih tinggi di daerah-daerah tersebut.