Pemahaman tentang Asupan Gizi Seimbang Perlu Diberikan sejak Dini
Oleh
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Remaja putri adalah agen perubahan bangsa yang sangat penting. Ketika dewasa, mereka adalah calon ibu yang akan mengandung dan paling sering berinteraksi dengan anak. Pemahaman mengenai asupan gizi yang seimbang perlu diberikan dan direalisasikan sejak dini agar anak-anak yang mereka lahirkan tidak bertubuh pendek.
Berdasarkan Pemantauan Status Gizi 2016, prevalensi gizi kurang sebesar 17,8 persen, gizi lebih pada anak balita sebesar 4,3 persen, dan anak bertubuh pendek (stunting) sebesar 27,5 persen. Sementara itu, pemerintah menargetkan penyandang stunting turun ke 20 persen dari total populasi anak balita pada 2019. Stunting terjadi akibat kurang gizi pada ibu sejak sebelum kehamilan sehingga terpengaruh ketika bayi lahir.
Head of Japfa dan perwakilan Konsorsium Indonesia Bergizi Andi Prasetyo menyatakan, urgensi pendidikan mengenai gizi seimbang kepada remaja putri lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki. Apalagi, pola diet dan perputaran metabolisme tubuh mereka berbeda. Namun, ini tidak berarti pendidikan gizi kepada remaja laki-laki juga tidak penting.
”Kami menyasar yang lebih rentan terlebih dahulu,” tutur Andi di sela-sela acara final INZI Creative Project dengan tema ”Inovasi Ide Wirausaha Sosial Berbasis Teknologi dalam Peningkatan Gizi di Masyarakat” dan final Nutriteen (Nutrinionist Teen) Awards di Jakarta, Sabtu (9/12). Dengan struktur masyarakat sekarang, remaja putri sebagian besar ketika dewasa akan menjadi ibu yang mengandung, merawat, dan mengurus anak lebih sering dibandingkan laki-laki.
Dengan struktur masyarakat sekarang, remaja putri sebagian besar ketika dewasa akan menjadi ibu yang mengandung, merawat, dan mengurus anak lebih sering dibandingkan laki-laki.
Menurut Andi, mereka jugalah yang akan menentukan masa depan keluarga dan bangsa. Alasannya, sebagai seorang ibu, mereka yang menentukan jenis makanan dan gizi yang akan dikonsumsi oleh keluarga.
Indonesia akan memiliki bonus demografi pada tahun 2020-2040. Bonus demografi adalah fenomena di mana porsi penduduk yang produktif lebih besar daripada porsi penduduk yang tidak produktif. Bonus demografi tidak akan dapat dimanfaatkan dengan optimal jika pemahaman gizi belum memadai.
Menurut Millenium Challenge Account Indonesia tahun 2014, masalah akibat kurang gizi atau malnutrisi meningkatkan beban ekonomi kepada negara karena masyarakat menjadi tidak produktif.
Saat ini, pemahaman gizi di Indonesia masih tergolong rendah. Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan (PKGK) Universitas Indonesia (UI) Ahmad Syafiq mengatakan, peningkatan pemahaman menjadi tugas bersama agar tidak ada kebingungan di tengah masyarakat.
”Konsumsi makanan bergizi harus seimbang. Kita tidak boleh mengisolasi makanan tertentu dan mendewakan lainnya,” kata Syafiq. Segala kandungan makanan yang sehat tetap dibutuhkan tubuh asalkan dikonsumsi dengan cukup, yaitu dengan porsi yang tidak kurang atau lebih.
Konsumsi makanan bergizi harus seimbang. Kita tidak boleh mengisolasi makanan tertentu dan mendewakan lainnya.
Syafiq menyebutkan, pemahaman mengenai gizi seimbang kepada remaja zaman sekarang sebaiknya melalui media. Terdapat dua hal yang perlu menjadi perhatian, yaitu karakter penerima pesan dan isi informasi yang akan disampaikan.
Misalnya, informasi gizi seimbang kepada murid sekolah dasar dan sekolah menengah pertama dapat diberikan melalui komik, sementara anak sekolah menengah atas melalui video ataupun permainan di aplikasi.
”Pemahaman perlu diberikan. Apalagi, dalam dunia gizi juga ada banyak hoaks,” ujar Syafiq. Pemahaman yang kurang tepat dapat terlihat dari anggapan masyarakat bahwa lemak dan protein hewani tidak boleh dikonsumsi ataupun konsumsi berlebihan satu jenis makanan tertentu yang dianggap menyehatkan.
Informasi gizi seimbang kepada murid sekolah dasar dan sekolah menengah pertama dapat diberikan melalui komik, sementara anak sekolah menengah atas (SMA) melalui video ataupun permainan di aplikasi.
Program preventif
Adapun Japfa Foundation memiliki program preventif masalah gizi pada remaja putri bernama Nutriteen 2017. Sejumlah 10 sekolah di Jakarta Selatan dipilih menjadi tempat sosialisasi Nutriteen. Jakarta Selatan menjadi lokasi pertama dianggap memiliki remaja dengan pergaulan yang lebih aktif dan kreatif dibandingkan dengan kota lainnya di Jakarta.
Program ini mempersiapkan generasi remaja putri SMA dalam memahami gizi seimbang dan 1.000 hari pertama kehidupan (HRP). Sekitar 50 remaja putri terpilih menjadi finalis duta penyebaran informasi kepada teman sebaya secara informal.
Ira (16), salah seorang finalis yang bersekolah di SMAN 82 Jakarta, mengungkapkan, kondisi gizi di Indonesia masih memprihatinkan, terutama di pulau-pulau terpencil. Dia memutuskan terlibat dalam Nutriteen untuk membantu mendorong pemerataan pemahaman gizi di Indonesia.
Kondisi gizi di Indonesia masih memprihatinkan, terutama di pulau-pulau terpencil.
Hal senada juga dikatakan oleh Yuliana (15) dari SMAN 46 Jakarta dan Florencia (15) dari SMAN 82 Jakarta. ”Saya ingin terlibat karena suka dengan isu kesehatan. Apalagi, peran remaja putri penting untuk menyebarkan pemahaman gizi seimbang penting agar ketika menjadi ibu anak yang dilahirkan sehat,” tutur Florencia.
Dorong kewirausahaan sosial
Kewirausahaan sosial adalah suatu kegiatan berwirausaha yang berfokus pada nilai ekonomis dan sosial secara bersamaan. Konsep ini dinilai sebagai salah satu solusi bagi masalah bantuan pendanaan masyarakat tidak mampu yang selama ini belum fokus pada pemberdayaan yang berkelanjutan.
Andi mengatakan, sekitar 1,1 miliar dollar AS dikeluarkan 37 negara untuk biaya belanja rumah tangga per tahun. Namun, jumlah tersebut belum mencukupi karena setiap anak membutuhkan sekitar 8,5 dollar AS per hari.
Wirausaha sosial dianggap dapat membantu masalah ekonomi dan malnutrisi yang saling terkait. ”Kami mempunyai proyek di Lamongan di mana ibu-ibu yang tidak mampu di suatu area membentuk sebuah komunitas untuk memasak makanan bagi keluarga secara bersama-sama,” kata Andi.
Aktivitas tersebut membuat mereka lebih hemat dalam hal tenaga dan biaya serta lebih mengetahui kandungan gizi makanan. Komunitas tersebut sekaligus dapat membuka usaha dalam bidang makanan, yang memberikan keuntungan finansial. Hal ini turut membantu pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam memberikan penyuluhan serta memudahkan dalam mengajukan pinjaman kepada bank.
Menurut Andi, wirausaha sosial adalah sebuah sistem yang baru tetapi lebih menjamin keberlanjutan dari pemberdayaan suatu komunitas. Masyarakat ketika memiliki penghasilan sendiri menjadi lebih mandiri sehingga indeks pembangunan manusia daerah akan meningkat.
Wahono Kolopaking, Senior Program Manager Japfa Foundation, menambahkan, wirausaha sosial dapat menjadi solusi masalah multidimensi, yaitu di sektor ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. (DD13)