Perkuat Pertahanan Generasi Muda
Jakarta, Kompas Indonesia perlu terus membangun pertahanan generasi muda dari paparan internet yang mengandung muatan negatif hingga perpecahan bangsa. Karena itu, kesadaran kritis pada generasi muda terhadap muatan-muatan informasi di media sosial harus diperkuat lewat penguatan cerdas bermedia sosial.
Generasi muda bukan hanya diharapkan bijak menggunakan media sosial dan membagi konten positif di media sosial, tetapi juga mampu menjadi pencipta banyak konten positif di media sosial. Hal ini terutama untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan seperti persatuan, toleransi, serta nilai-nilai yang bersumber dari semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Hal tersebut mengemuka dalam acara puncak #1ndonesia - Cerdas Bermedia Sosial di Jakarta, Jumat (9/12). Program yang memberikan pelatihan konten video positif kepada sekitar lebih 2.000 pelajar SMA/SMK di 10 kota di Indonesia ini digelar Youtube dan Maarif Institute, yang didukung Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kepolisian RI.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kominfo, Semuel Abrijani, mengatakan, pengguna media sosial di Indonesia yang jumlahnya sekitar 106 juta orang, terpapar media sosial sekitar 3,25 jam per hari, sedangkan penggunaan internet sekitar 8 jam 44 menit per hari. Dari kajian internasional, masyarakat Indonesia percaya kuat pada informasi di internet.
"Pengguna media sosial di Indonesia yang jumlahnya sekitar 106 juta orang, terpapar media sosial sekitar 3,25 jam per hari, sedangkan penggunaan internet sekitar 8 jam 44 menit per hari."
"Dampak teknologi internet tanpa literasi mesti diwaspadai. Karena itu, pemerintah bergerak dari hulu ke hilir. Edukasi literasi digital digerakkan bersama komunitas masyarakat. Di Siber Kreasi ada sekitar 60 organisasi ikut pendampingan masyarakat untuk literasi," ujar Semuel.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Polisi Setyo Warsito mengatakan, media sosial membuka ruang demokrasi, tetapi juga dapat mengancam. Polri pun terlibat bekerja sama dengan masyarakat untuk dapat membangun kesadaran netizen menggunakan media sosial dengan baik.
Menurut Direktur Eksekutif Maarif Institute M Abdullah Daraz, semua pihak perlu membangun pertahanan generasi muda dari paparan radikalisme dan kebencian yang tersebar di media sosial.
"Karena itu, media sosial pun perlu dimanfaatkan untuk menginternalisadikan nilai-nilai utama bangsa, yakni Bhineka Tinggal Ika dan toleransi," kata Daraz.
Melawan konten negatif
Pelatihan soal konten positif pada generasi muda yang akrab dengan dunia digital, kata Daraz, berkontribusi untuk mempengaruhi persepsi dan keyakinan diri para pemuda. "Dari survei kami, lebih dari 40 persen generasi muda percaya bahwa konten positif di media sosial dapat membendung konten negatif. Pengaruh ini yang harus diperkuat dengan membantu generasi muda mampu jadi pencipta konten positif," ujar Daraz.
"Lebih dari 40 persen generasi muda percaya bahwa konten positif di media sosial dapat membendung konten negatif."
Untuk melawan penyebaran konten negatif, kata Programme Director Maarif Institute Khelmy K Pribadi, upaya aktif paling sederhana yang bisa dilakukan oleh anak muda sebagai generasi penerus bangsa adalah dengan melaporkan video-video yang bermuatan intoleransi di dalam situs media sosial melalui mekanisme report atau flagging.
“Diharapkan hal ini membiasakan mereka untuk tidak abai terhadap kondisi lingkungan sekitar. Jika ada tetangga yang sepertinya eksklusif dan membatasi diri, jangan diabaikan. Terorisme, salah satunya, muncul akibat abainya warga,” katanya.
Khelmy menilai, pelatihan pembuatan konten positif dalam video ini penting untuk melawan persebaran konten negatif yang ada di masyarakat. Masyarakat diharapkan akan memilih mengonsumsi video dengan konten-konten positif dibandingkan yang negatif.
Sikap intoleran, katanya, dapat muncul akibat konten negatif yang diterima oleh masyarakat. Jika masyarakat terus terpapar oleh konten negatif ini, pandangan yang mereka miliki akan terbentuk. “Akibatnya, seseorang atau suatu kelompok dapat dirundung ataupun dijauhi,” kata Khelmy.
"Sikap intoleran, katanya, dapat muncul akibat konten negatif yang diterima oleh masyarakat."
Kepala Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Google Indonesia Shinto Nugroho mengatakan, Indonesia terpilih menjadi satu dari 10 negara untuk melaksanakan program Creators for Change dengan menggandeng Cameo Project yang aktif membuat video konten positif di Youtube.
"Pesan yang ingin disebarkan tentang perlunya toleransi dengan menghasilkan konten video yang positif. Kreator lokal diyakini dapat menggugah dan mempengaruhi anak muda dalam melihat dunia. Konten positif berdampak pada perubahan sosial dalam melawan ujaran kebecian hingga ekstremisme," ujar Shinto.
Menurut Shinto, Youtube berkomitmen menyediakan platform media yang aman dan melindungi keluarga. Terkait perlindungan terhadap konten keluarga di Youtube, ada kebijakan pedoman komunitas yang lebih tegas dan penegakkan yang lebih cepat dengan teknologi, menghapus iklan dari video-video berkonten tidak pantas yang menargetkan keluarga, termasuk pula memblokir komen yang tidak pantas dari video yang menampilkan anak-anak.
Video toleransi
Pada penutupan #1ndobesia - Cerdas Bermedia Sosial, diumumkan pula video terpilih dengan tema toleransi di tengah keberagaman. Peserta dari Jakarta membuat video berjudul Beda Bahasa Beda Budaya Tapi Tetap 1ndonesia. Adapun peserta dari Yogyakarta membuat video berjudul Mengapa Pebedaan Memisahkan Kita, peserta dari Bandung menghasilkan video berjudul Egoku, dari Surabaya bertajuk Majemuk, dari Semarang ada video berjudul Hoaxmogenesis. Adapun penenang favorit dewan juri dari Bandung dengan video berjudul Indonesia Bhinneka!
Salah satu peserta, Dalla Niken Utari dari SMA BOPKRI I Yogyakarta, mengatakan senang mendapatkan pengalaman dan wawadan soal bermedia sosial dengan cerdas, termasuk diajak bekerja sama dengan siswa dari sekolah lain membuat video dengan konten positif.
"Saya menjaga diri saya supaya tidak menggunakan media sosial untuk menyebar kebencian, menjelek-jelekkan orang lain. Media sosial harus diisi dengan hal-hal positif dan inspiratif," kata Dalla. (DD17)