Indonesia Masih Utang Regulasi Antikorupsi
JAKARTA, KOMPAS — Sekalipun telah meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Antikorupsi (UNCAC), Indonesia masih memiliki sejumlah utang regulasi yang harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam konvensi internasional tersebut.
Dari 32 poin penting isi UNCAC itu, Indonesia baru bisa memenuhi tujuh yang dituangkan ke dalam bentuk regulasi atau undang-undang.
Pada peringatan Hari Antikorupsi Dunia yang jatuh pada 9 Desember, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi yang ke-12 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, selama dua hari, dimulai Senin (11/12) ini.
Acara itu dibuka Presiden Joko Widodo dan dihadiri sejumlah menteri dan pejabat tinggi. Mereka yang hadir antara lain Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar, Wakil Menteri Luar Negeri Mohammad Fachir, serta Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan Dhahana Putra.
Juga hadir perwakilan Global Organization of Parliamentarians Against Corruption (GOPAC) Indonesia Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Deputi II Kantor Staf Presiden Yanuar Nugroho, Staf Ahli Kelembagaan Kementerian PPN/Bappenas Diani Sadiawati, dan perwakilan masyarakat sipil Iwan Misthohizzaman.
Mohammad Fachir mengatakan, Indonesia melakukan sejumlah upaya diplomasi internasional dalam pemberantasan korupsi. Dengan melakukan kerja sama yang melibatkan penegak hukum di negara-negara lain, Indonesia berhasil menyelamatkan uang negara Rp 1,9 triliun dari praktik korupsi.
Kerja sama dan diplomasi itu membuahkan hasil berupa perampasan aset koruptor yang dibawa lari ke luar negeri hingga penyimpanan dana hasil korupsi yang dibawa ke luar negeri.
Kerja sama dan diplomasi itu membuahkan hasil berupa perampasan aset koruptor yang dibawa lari ke luar negeri hingga penyimpanan dana hasil korupsi yang dibawa ke luar negeri.
”Kemlu RI membuka kesempatan kerja sama dengan penegak hukum untuk mengejar koruptor ke luar negeri. Dari hasil catatan Bank Dunia, setiap tahun sektor bisnis dan industri mengalami kerugian 1,5 triliun dollar AS akibat korupsi. Angka itu adalah 2 persen dari total PDB (produk domestik bruto) global,” tutur Fachir.
Dalam pemberantasan korupsi, Indonesia pun telah meratifikasi UNCAC ke dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Hal ini menunjukkan Indonesia ikut mengambil bagian dalam upaya dunia berperang melawan korupsi.
Dengan melandaskan pada pemanfaatan akses dan mekanisme review dalam UNCAC, Indonesia bisa saling berbagi pengalaman dengan negara-negara lain dalam pemberantasan korupsi.
Selain itu, Indonesia juga bisa mengetahui praktik-praktik terbaik (best practices) dalam pemberantasan korupsi dengan meneladani gerakan-gerakan positif di negara lain di dunia yang berhasil menekan korupsi di wilayahnya.
Kendati demikian, diakui oleh Fachir, dari 32 rekomendasi penting yang tercantum dalam UNCAC, baru tujuh rekomendasi yang dipenuhi. Sementara 25 rekomendasi lainnya belum terpenuhi meskipun UNCAC itu telah diratifikasi ke dalam UU No 7/2006.
Poin-poin yang belum dipenuhi itu antara lain regulasi tentang perampasan aset, perdagangan pengaruh (trading in influence), upaya memperkaya diri sendiri secara tidak sah (illicit enrichment), ekstradisi, dan korupsi di sektor swasta.
Regulasi yang menyangkut itu belum masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) meskipun beberapa di antaranya merupakan regulasi yang rancangannya sudah dibuat sejak UNCAC diratifikasi, yakni 11 tahun lalu.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif membenarkan bahwa masih ada utang regulasi dalam penerapan UNCAC di Indonesia.
Ia menggarisbawahi sejumlah regulasi yang harus segera ditindaklanjuti, antara lain transfer proses pidana, ekstradisi, penyuapan pasif pejabat publik, memperdagangkan pengaruh, memperkaya diri secara tidak wajar, penyuapan di sektor swasta, masa kedaluwarsa penanganan kasus korupsi, dan penyuapan aktif pejabat asing.
Regulasi lainnya terkait korupsi telah dipenuhi Indonesia karena sudah tercantum atau diatur dalam undang-undang, antara lain penggelapan di sektor swasta, penyembunyian hasil korupsi, percobaan korupsi, pencucian hasil kejahatan, menghalangi penegakan hukum, turut serta dalam korupsi, penggelapan dan pengalihan kekayaan publik, pertanggungjawaban badan hukum, serta perlindungan saksi ahli dan korban.
Selain menyoroti sejumlah kekurangan regulasi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, KPK juga mengemukakan adanya penghargaan dunia terhadap capaian Indonesia dalam pemberantasan korupsi.
Selain menyoroti sejumlah kekurangan regulasi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, KPK juga mengemukakan adanya penghargaan dunia terhadap capaian Indonesia dalam pemberantasan korupsi.
Hasil review putaran pertama dalam pelaksanaan UNCAC dilakukan negara mitra, yakni Inggris Raya dan Uzbekistan, salah satu praktik baik dari Indonesia yang patut dijadikan contoh oleh negara lain ialah mekanisme penanganan perkara di KPK.
”KPK yang independen dan efektif dalam melaksanakan mekanisme penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam satu atap itu menjadi salah satu good practices yang diakui oleh negara reviewer,” ujar Syarif.
Dia melanjutkan, keberadaan pengadilan khusus tindak pidana korupsi (tipikor) juga menjadi catatan baik dan contoh yang dinilai efektif oleh dunia. Kerja sama yang solid antara KPK, PPATK, dengan aparat penegak hukum lain juga menjadi good practice.
Rencana revisi UU KPK, menurut Syarif, tidak sesuai dengan agenda pelaksanaan UNCAC di Indonesia.
Rencana revisi UU KPK, menurut Syarif, tidak sesuai dengan agenda pelaksanaan UNCAC di Indonesia. Sebab, UU KPK itu telah mengatur dengan baik mekanisme penanganan perkara di KPK yang dinilai baik oleh negara mitra yang melakukan review.
”Jika ingin membuat revisi, seharusnya yang direvisi bukan UU KPK, tetapi UU Tipikor dengan memasukkan rekomendasi UNCAC soal perampasan aset, memperkaya diri sendiri secara tidak sah, atau korupsi di sektor swasta. Bisa juga dengan membuat regulasi baru tentang poin-poin UNCAC yang belum dipenuhi oleh Indonesia,” tutur Syarif.
Revisi KUHP
Ketentuan mengenai hal-hal yang masih menjadi utang Indonesia itu, menurut Syarif, sebaiknya diakomodasi ke dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini tengah dibahas di DPR.
Namun, perdebatan lain muncul tentang adanya kekhawatiran, apabila ketentuan antikorupsi itu diatur dalam KUHP, sifat korupsi sebagai kejahatan luar biasa akan hilang.
Ketua KPK Agus Rahardjo menyebutkan, idealnya yang direvisi ialah UU Tipikor. Ketentuan mengenai perampasan aset, korupsi sektor swasta, atau memperkaya diri sendiri secara tidak sah bisa saja dimasukkan ke dalam revisi UU Tipikor.
Idealnya, yang direvisi ialah UU Tipikor. Ketentuan mengenai perampasan aset, korupsi sektor swasta, atau memperkaya diri sendiri secara tidak sah bisa saja dimasukkan ke dalam revisi UU Tipikor.
Namun, di sisi lain ketentuan mengenai hal itu juga bisa dirumuskan lebih detail dalam undang-undang yang khusus.
”Jika memang dibutuhkan, draf revisi UU Tipikor itu bisa kami ajukan dengan mengubah beberapa isinya, misalnya dengan memasukkan soal korupsi di sektor swasta, perdagangan pengaruh, dan memperkaya diri sendiri,” ujar Agus.
Dhahana Putra mengatakan, sejumlah regulasi yang masih menjadi utang Indonesia itu satu per satu mulai diakomodasi.
Khusus untuk korupsi di sektor swasta dan perdagangan pengaruh kini telah dimasukkan ke dalam revisi KUHP. Adapun untuk UU Perampasan Aset, UU Ekstradisi, dan regulasi lain yang menjadi rekomendasi dari UNCAC terus diperjuangkan oleh pemerintah agar masuk ke Prolegnas 2018.
”Memang perlu ada konsolidasi yang lebih erat antara pemerintah dan DPR dalam memperjuangkan regulasi-regulasi yang sudah sangat mendesak untuk dibahas. Salah satu kendala ialah mekanisme pembahasan regulasi yang sangat ketat dan penuh kepentingan di DPR,” ujar Dhahana.
Perlu ada konsolidasi lebih erat antara pemerintah dan DPR dalam memperjuangkan regulasi-regulasi yang sudah sangat mendesak untuk dibahas. Namun, salah satu kendala ialah mekanisme pembahasan regulasi penuh kepentingan di DPR.
Yanuar Nugroho menyatakan, pemerintah berkomitmen kuat untuk memenuhi utang regulasi yang diamanatkan oleh UNCAC. Presiden Jokowi dalam pembukaan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi itu juga mengemukakan enam sektor dengan tujuh arah kebijakan dalam pemberantasan korupsi.
Ketujuh kebijakan itu ialah modernisasi dan perbaikan mekanime pengadaan, perbaikan perizinan, pencegahan kebocoran penerimaan negara, penurunan ekonomi biaya tinggi, penguatan aparat pengawasan intern pemerintah, modernisasi dan penguatan penegakan hukum tipikor, serta pengarusutamaan manajemen antisuap.
Iwan Misthohizzaman berharap, elemen masyarakat sipil kian dilibatkan dalam upaya pemberantasan korupsi. Masyarakat sipil idealnya selalu diikutkan dalam melakukan pemantauan atau pembuatan regulasi terkait korupsi.