Belajar dari Swedia yang Mengagungkan Riset dan Inovasi
Riset dan inovasi akan selalu mampu menunjang perkembangan peradaban sebuah bangsa. Pemahaman itu yang menjadi dasar Swedia untuk mewujudkan impian menjadi salah satu negara besar di Eropa, ataupun dunia, yang berbasis teknologi informasi.
Pemerintah Swedia setiap tahun menaikkan anggaran untuk riset dan inovasi. Pada tahun 2017, Swedia mengalokasikan 3,8 miliar euro (Rp 60,6 triliun) atau sekitar 3,7 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Angka itu akan meningkat menjadi 4 miliar euro pada 2018 lalu mencapai 4,5 miliar euro (Rp 71,7 triliun) pada 2020.
Peneliti Divisi Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Riset Swedia, Christian Hansen, mengungkapkan, alokasi anggaran pada tahun ini paling besar diberikan kepada perguruan tinggi, yakni sebesar 1,8 miliar euro (Rp 28,7 triliun) atau lebih dari 50 persen dari total anggaran. Selain itu, dana itu juga dialokasikan kepada organisasi riset yang dibiayai pemerintah, salah satunya Vinnova. Pemerintah Swedia memberikan dana 1,1 miliar euro (Rp 17,5 triliun) untuk organisasi yang menjadi kepanjangan tangan pemerintah untuk menjalankan berbagai bidang unggulan riset.
Menurut Hansen, terdapat lima sektor yang menjadi penunjang program riset bisa berjalan baik dan mampu menberikan kontribusi pada pembangunan bangsa. Kelima poin itu ialah kekayaan sumber alam, banyaknya perusahaan global asal Swedia di berbagai sektor, kemampuan beradaptasi, pemerintah yang transparan dan efektif, keahalian memanajemen sistem, serta budaya kooperatif dari warga Swedia.
Pemerintah Swedia memberikan dana 1,1 miliar euro atau sekitar Rp 17,5 triliun untuk organisasi yang menjadi kepanjangan tangan pemerintah untuk menjalankan berbagai bidang unggulan riset
”Tak bisa dimungkiri bahwa riset dan pengembangan inovasi menjadi modal utama kami untuk menghadapi tantangan zaman yang cepat berubah karena pengaruh teknologi,” ujar Hansen di hadapan delapan anggota Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR dan Duta Besar Indonesia untuk Swedia dan Latvia Bagas Hapsoro, Rabu (6/12), di gedung Kementerian Riset dan Pendidikan Swedia di Stockholm.
Oleh karena itu, Pemerintah Swedia telah mencanangkan lima progran unggulan riset, yaitu kota pintar, perjalanan dan transportasi generasi baru, bioekonomi, ilmu kehidupan, serta hubungan antara industri dan peralatan terkini.
”Melalui lima sektor itu, kami menargetkan menjadi negara dengan jumlah pengangguran terkecil di kawasan Uni Eropa,” kata Manajer Program Divisi Internasional Vinnova Henrik Friden sebagaimana dilaporkan wartawan harian Kompas, Muhammad Ikhsan Mahar, dari kantor pusat Vinnova, Stockholm, Rabu pekan lalu.
Adapun Vinnova adalah agensi yang dibentuk pemerintah untuk menjadi penghubung antara pelaku riset dan sektor industri. Sejak 2015, Vinnova juga telah menginvestasikan sekitar 2,6 miliar euro (Rp 41,4 triliun) untuk membiayai 2.534 riset yang dilakukan baik oleh perguruan tinggi, sektor swasta, maupun kelompok masyarakat independen. Proyek riset itu memiliki variasi jangka waktu, mulai dari enam bulan sampai dengan sepuluh tahun.
Wakil Ketua BKSAP DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Rofi Munawar menyatakan, kepercayaan Swedia dalam riset dan inovasi dapat menjadi contoh bagi Indonesia. Selama ini, katanya, iklim riset di Indonesia tumbuh secara bertahap, tetapi hasil-hasil riset itu tidak diwujudkan menjadi barang yang dibutuhkan pasar.
”Kami juga akan terus mendorong pemerintah untuk lebih peduli dan mendukung hasil-hasil riset berbagai kalangan untuk selanjutnya memenuhi kebutuh industri,” ujar Rofi.
Tak hanya itu, Dave Akbarshah Fikarno, Wakil Ketua BKSAP dari Fraksi Partai Golkar, menambahkan, pengembangan riset di Tanah Air juga perlu didorong berkolaborasi dengan sektor swasta. Alhasil, integrasi semua pihak, mulai dari pemerintah, akademisi, hingga swasta, diperlukan untuk meningkatkan kualitas hasil riset Indonesia.
Bantuan
Salah satu penerima bantuan riset dari Vinnova adalah Indra Gunawan. Warga Indonesia itu bersama sejumlah temannya di Swedia tengah mengembangkan proyek riset berbasis start up yang dinamakan Visibike, yaitu sebuah aplikasi yang mampu membantu pengendara sepeda untuk menentukan jalur yang aman dan sehat.
Indra mengungkapkan, ide Visibike diawali besarnya angka kecelakaan yang melibatkan sepeda di kota Stockholm sepanjang 2016 yang mencapai 12.000 kerjadian.
”Sehari-hari saya juga pengendara sepeda di Stockholm. Aplikasi itu diharapkan mampu membantu pengendara sepeda untuk menemukan jalur yang ramah sepeda sekaligus ramah lingkungan,” kata Indra yang ditemui di kawasan Drottinggatan, Stockholm, Rabu pekan lalu.
Proyek itu telah berjalan dalam satu tahun terakhir. Indra mengatakan, bantuan dana riset itu didapatkan setelah ia melakukan pemaparan di hadapan Vinnova yang bertujuan untuk menggalang dana proyek itu. Meski didanai dari organisasi riset, Indra memastikan, paten terhadap risetnya tidak akan diberikan kepada Vinnova atau Pemerintah Swedia. Paten dan pengembangan riset itu setelah menjadi produk industri, katanya, akan diserahkan kepada para periset.
Untuk mekanisme bantuan dana, Indra menjelaskan, Vinnova akan memberikan bantuan 50 persen dari total anggaran dana yang dibutuhkan. Dana tersebut bertujuan untuk memulai riset. Kemudian, andai riset berjalan lancar, maka periset akan menggunakan dana sendiri untuk melanjutkan riset itu.
Predikat Swedia sebagai negara paling unggul dalam produk riset dan inovasi di daratan Eropa bukan pekerjaan semalam
Ketika ditanya terkait dampak apabila riset itu gagal, Indra menyatakan, tidak ada sanksi apa pun dari Vinnova ataupun Pemerintah Swedia. Para periset, katanya, hanya perlu membuktikan penyebab risetnya tidak berhasil.
”Saya juga pernah alami itu (riset gagal), jadi biasanya dua penyebab kegagalan, yaitu karena belum ada pasar dan teknologi yang belum mendukung. Dan umumnya, kegagalan itu sudah mulai terlihat ketika kita masih menggunakan 50 persen dana yang diberikan Vinnova untuk memulai riset,” ujar Indra yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat.
Predikat Swedia sebagai negara paling unggul dalam produk riset dan inovasi di daratan Eropa bukan pekerjaan semalam. Kesabaran dan totalitas anggaran menjadi modal mereka menggantungkan pembangunan bangsa pada produksi riset anak-anak bangsa. Indonesia, kapan menyusul?