Pelaku berinisial S (40) ini ditangkap di sebuah kompleks pergudangan di Teluk Gong, Kapuk Muara, Jakarta Utara, Selasa (12/12). Bahan baku makanan yang disita tersebut berupa pangan olahan beku dan segar, antara lain minyak goreng, mayones, sake, jahe iris, aneka bumbu, arak masak, dan spageti.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan, pelaku ditangkap karena terbukti membuat merek dagang baru (rebranding) tanpa izin. ”Kami juga menemukan bahan makanan yang mendekati kedaluwarsa,” kata Penny, kemarin.
Nilai ekonomi bahan pangan impor tanpa izin tersebut sekitar Rp 1,1 miliar. BPOM juga menemukan dokumen pengadaan dan penjualan, kemasan dan label pangan, serta alat stempel dan tinta.
Pelaku S mengaku mendapatkan produk makanan asal Jepang dan China itu di Singapura. Ia membeli bahan baku makanan tersebut seharga Rp 500 juta.
Selain bahan pangan, petugas juga mendapati barang kosmetik tanpa izin edar senilai Rp 600 juta. Untuk kosmetik, pelaku mengaku barang tersebut merupakan titipan.
Untuk mengelabui petugas bandara, produk makanan tersebut dikemas menggunakan koper pakaian berukuran sekitar 1,5 meter x 1,5 meter yang dilapisi dengan styrofoam dan ditambah es kering.
Selain lewat jalur udara, S juga menggunakan jalur laut melalui pelabuhan yang tidak diawasi petugas di Dumai, Riau. Selanjutnya barang ilegal tersebut diangkut ke Jakarta menggunakan truk.
Diberi label baru
S mengemas ulang bahan baku makanan yang ia dapatkan menjadi lebih kecil dan ia beri label baru. Ia juga menuliskan tanggal kedaluwarsa, tetapi tanpa menuliskan izin impor.
Menurut S, dirinya mulai menjadi pemasok bahan baku makanan ke restoran di Jakarta sejak tiga tahun lalu. Sementara proses pengambilan bahan baku makanan dari Singapura sudah dilakukan sejak enam bulan lalu.
”Saya tidak tahu pengemasan ulang ini melanggar undang-undang dan saya bertanggung jawab atas kesalahan saya ini,” ujarnya.
Kepala Balai Besar POM DKI Jakarta Dewi Prawitasari mengatakan, pihaknya telah mencurigai pelaku sejak dua bulan lalu. Informasi tersebut didapat dari laporan masyarakat.
Pelaku telah melanggar Pasal 139, 142, dan 143 Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 dengan ancaman pidana penjara kurungan maksimal 5 tahun dan denda maksimum Rp 10 miliar.
Penny menambahkan, pelaku melanggar pasal tersebut karena tidak membayar pajak bea dan cukai atas barang-barang yang dia impor. Selain itu, pelaku juga membuat merek dan tanggal kedaluwarsa baru tanpa izin sehingga keamanan dan mutu bahan pangan tersebut tidak terjamin.
”Untuk proses hukum, pelaku akan diserahkan ke pengadilan agar jera,” ujar Penny. (DD08)