Menkes Pastikan Pasokan Vaksin dan Serum Antidifteri Cukup
BANDUNG, KOMPAS — Kementerian Kesehatan memastikan pasokan antidifteri serum atau ADS dan vaksin imunisasi untuk pencegahan difteri terjamin.
Badan usaha milik negara yang memproduksi vaksin, yakni PT Bio Farma (Persero), juga siap memproduksi sesuai kebutuhan yang diminta.
Menteri Kesehatan Nila Djuwita Anfasa Moeloek memastikan pasokan ADS untuk pengobatan bagi penderita difteri tercukupi.
”Jadi ADS ada dari PT Bio Farma. Tetapi itu impor. Kami sudah berkoordinasi dan mereka menyediakan, mudah-mudahan cukup,” ujar Nila saat berkunjung ke Puskesmas Garuda di Kelurahan Garuda, Kecamatan Andir, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (14/12).
Turut mendampingi Nila pada kunjungan itu Kepala Dinas Kesehatan Jabar Dodo Suhendar dan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil.
Nila menjelaskan,untuk bisa mendapatkan pasokan ADS, puskesmas tidak bisa langsung meminta ke kementerian, tetapi harus melalui dinas kesehatan di daerah masing-masing.
”Surat tentu tidak ke pusat, tetapi ke dinas kesehatan. Kami bantu dinkes yang memerlukan, jadi laporannya ke dinas. Mereka sebetulnya punya tetapi mungkin tidak cukup. Kami bantu lagi bekerja sama dengan Biofarma. Biofarma akan memberikan,” katanya.
Untuk bisa mendapatkan pasokan antidifteri serum, puskesmas tidak bisa langsung meminta ke kementerian, tetapi harus melalui dinas kesehatan di daerah masing-masing.
Selain itu, pihaknya juga memastikan jumlah vaksin untuk imunisasi pencegahan difteri tercukupi.
Vaksin yang digunakan untuk imunisasi pencegahan difteri ini adalah vaksin pentabio (DPT, Hib, Hepatitis B) untuk peserta usia 1-5 tahun, vaksi DT (difteri tetanus) untuk peserta 5-7 tahun, dan vaksin Td (tetanus difteri) untuk peserta 10-19 tahun.
Ditemui secara terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma (Persero) Bambang Heriyanto menegaskan, Bio Farma memastikan dapat memenuhi kebutuhan vaksin yang mengandung komponen difteri untuk program Outbreak Response Immunization (ORI) KLB difteri yang akan dilaksanakan sebanyak tiga kali, yaitu pada Desember 2017, Januari 2018, dan Juli 2018.
”Kami akan mempersiapkan tambahan stok vaksin yang mengandung komponen difteri untuk ORI Desember 2017 sebanyak 35.000 vial vaksin DT dan 102.000 vial vaksin Td,” ujar Bambang.
Bio Farma memastikan dapat memenuhi kebutuhan vaksin yang mengandung komponen difteri untuk program Outbreak Response Immunization (ORI) KLB difteri yang akan dilaksanakan sebanyak tiga kali, yaitu pada Desember 2017, Januari 2018, dan Juli 2018.
Ia menambahkan, untuk 2018, di luar pembelian rutin pemerintah untuk program imunisasi nasional, Bio Farma akan menambahkan pasokan vaksin yang mengandung komponen difteri masing-masing sebanyak 1,2 juta vial vaksin DT, 7 juta vial vaksin Td, dan 4 juta vial vaksin DTP-Hb-Hib.
”Total kebutuhan pemerintah untuk program ORI pada bulan Desember 2017 sebanyak 130.000 vial vaksin DT, 760.000 vial vaksin Td, dan 1,4 juta vial vaksin DTP-Hb-Hib, dari jumlah tersebut terdapat tambahan vaksin dari Bio Farma masing-masing 35.000 vial vaksin DT 10ds dan 102.000 vial vaksin Td. Sementara untuk vaksin DTP-HB-Hib, stok pemerintah masih mencukupi,” ujar Bambang.
Bambang menambahkan, untuk kebutuhan ORI tahun 2018, Bio Farma akan menyediakan vaksin DT 10ds sebanyak 1,2 juta vial, vaksin Td sebanyak 7 juta dosis, dan DTP-Hb-Hib sebanyak 4,5 juta dosis. Jumlah tersebut di luar kebutuhan program imunisasi rutin pemerintah.
Berkaitan dengan pengobatan pasien difteri yang menggunakan ADS, Bio Farma akan memberikan bantuan untuk Kementerian Kesehatan sebanyak 700.000 vial, yang diimpor dari India.
Daerah industri
Menanggapi kejadian luar biasa (KLB) difteri di Jawa Barat, Dodo menjelaskan, pihaknya menduga ada keterkaitan antara daerah industri dan tingginya KLB difteri.
Ia menjelaskan, ada lima kabupaten dan kota di Jawa Barat yang mencatat adanya kejadian difteri, yakni Kabupaten Purwakarta, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, dan Kabupaten Karawang.
Kelima daerah itu juga dikenal sebagai daerah industri yang warganya banyak menjadi buruh pabrik.
”Kami sedang menganalisis, ada kemungkinan karena orangtua bekerja di pabrik, mereka tidak memiliki waktu untuk memberikan imunisasi pada anak,” ujar Dodo.
Ia mengatakan, dari awal tahun sampai dengan Rabu (13/12) terdapat 153 kejadian dengan jumlah korban meninggal sebanyak 14 orang.
Sebanyak sepertiga dari jumlah penderita difteri tidak pernah menerima imunisasi, dua pertiga jumlah penderita lainnya pernah mendapatkan imunisasi tetapi tidak komplet sehingga masih rawan terjangkit difteri.
Untuk mencegah penyebaran difteri, imunisasi serentak atau ORI dilakukan sejak Senin (11/12).
Dari target peserta anak usia satu hingga 19 tahun sebanyak 3.629.178 orang, kini sudah sekitar 5 persen yang memperoleh imunisasi ORI.
Untuk memaksimalkan perlindungan, peserta wajib untuk melakukan imunisasi ulang sampai tiga kali.
”Jadi nol bulan atau pertama dapat imunisasi. Lalu dia harus kembali lagi sebulan berikutnya untuk menerima imunisasi lagi. Kemudian pada saat sudah enam bulan, mereka harus menerimanya lagi. Itu skemanya untuk betul-betul memperkuat daya tahan tubuh,” ujar Dodo.