CIREBON, KOMPAS — Pemerintah bertekad mempercepat perwujudan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Selain terus menjaga kedaulatan RI di laut, konektivitas antarpulau melalui tol laut juga terus dipacu demi kemakmuran masyarakat.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan hal itu dalam peringatan Hari Nusantara 2017 di Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, Rabu (13/12). Hadir dalam acara itu Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Ade Supandi, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wali Kota Cirebon Nasrudin Azis, dan sejumlah kepala daerah.
Hari Nusantara digelar guna mengenang Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957 yang menjadi tonggak kedaulatan RI. Dalam acara itu ditampilkan berbagai seni pesisir Cirebon, atraksi evakuasi dan pertempuran di laut oleh TNI AL, serta atraksi terjun payung.
Menurut Tjahjo, Presiden Joko Widodo telah menggelorakan visi agar RI tidak "memunggungi" laut, tetapi menjadikannya panggung utama. Untuk itu, tiga tahun terakhir keberadaan RI sebagai poros maritim dunia terus diupayakan diwujudkan.
"Kami ingin mempercepat. Salah satunya dengan pembangunan infrastruktur, seperti tol laut. Sekitar 90 persen pelabuhan kecil-besar terus ditingkatkan kemampuannya," ucap Tjahjo.
Tol laut dan pengembangan pelabuhan, kata Tjahjo, diyakini bisa memperlancar mobilisasi manusia dan barang antarpulau. Kementerian Perhubungan juga tengah membuat kapal perintis guna menjangkau pulau-pulau terpencil. "Laut bukan pemisah, tetapi pemersatu," ujarnya.
Akan dibangun juga tiga wilayah basis kekuatan perang RI. Ketiganya tersebar di Natuna (Kepulauan Riau), Selaru (Maluku), dan Bitung (Sulawesi Utara), semua berbatasan dengan negara lain. "Saat ini, kapal perang Indonesia, lengkap dengan senjatanya, baru 151 unit. Ditargetkan bakal ada 180-200 kapal dalam dua tahun ke depan. Tahun 2018, TNI Angkatan Laut akan memiliki empat kapal selam," kata Tjahjo.
Namun, Tjahjo juga menyoroti berbagai persoalan dalam pengembangan ekonomi kemaritiman yang harus tuntas, seperti lemahnya akses permodalan nelayan dan kerusakan pesisir. Untuk itu, ia meminta kepala daerah mendukung program poros maritim dunia ini.
Ade Supandi mengatakan, tugas mewujudkan RI sebagai poros maritim dunia adalah mencari upaya terbaik mengelola laut untuk kesejahteraan masyarakat. Selain menindak tegas pencuri ikan, ia juga ingin pemberdayaan nelayan terus dilakukan.
Di Ambon, Maluku, muncul kritik dari Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua. Menurut Zeth, pemerintah belum sepenuhnya mengimplementasikan sudut pandang maritim. Pendekatan pembangunan dianggap kental dengan perspektif kontinental dan Jawa-sentris. Nusantara belum dilihat utuh.
Hal itu tecermin dalam pengalokasian anggaran pusat untuk daerah, yang hanya menghitung luas daratan dan jumlah penduduk. Besaran anggaran itu juga dihitung dengan standar harga di Pulau Jawa.
Di Maluku, mayoritas warga miskin berdiam di pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir yang terisolasi. Angka kemiskinan di Maluku sekitar 18 persen dari jumlah penduduk 1,8 juta jiwa. "Perlu perlakuan khusus bagi daerah kepulauan sehingga terjadi pemerataan dan keadilan. Melihat Nusantara ini harus utuh," kata Zeth. (IKI/FRN/EDN)