Industri Digital Tuntut Kompetensi
Pendiri Kibar Kreasi Indonesia, yang berupaya membangun ekosistem usaha rintisan digital, Yansen Kamto, berpendapat, kebutuhan tenaga kerja kompeten bisa dipenuhi lewat berbagai cara. ”Misalnya, dengan merekrut warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri,” kata Yansen di Jakarta, Jumat (15/12).
Menurut dia, pemerintah seharusnya tidak menjadikan kondisi tersebut sebagai penghambat langkah dalam membesarkan ekonomi digital. Sebaliknya, pemerintah harus terjun dan segera memperbaiki sistem pendidikan agar sesuai dengan kebutuhan industri masa depan.
”Perusahaan swasta skala besar harus dilibatkan. Mereka punya dana tanggung jawab korporasi yang bisa digunakan untuk membantu membangun infrastruktur atau sistem pendidikan menyeluruh,” katanya.
CEO Amartha, penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi, Andi Taufan menjelaskan, semua tenaga kerja bidang teknologi informasi di perusahaannya berasal dari dalam negeri. ”Kompetensi level dasar sudah lengkap mereka miliki. Namun, lulusan perguruan tinggi di Indonesia umumnya kurang cepat merespons inovasi atau perkembangan produk teknologi. Akibatnya, mereka memerlukan waktu lebih lama untuk beradaptasi dengan tren dan pengalaman tambahan agar bisa diserap industri,” ujarnya.
Chief of Operation and Data Science Officer OLX Indonesia Doan Siscus Lingga mengemukakan, OLX adalah perusahaan teknologi berbasis data. Oleh karena itu, tim internal selalu mengedepankan data sebagai material pengambilan keputusan perusahaan.
”Ilmuwan data yang kami miliki bisa dikatakan cukup meskipun tidak banyak. Mereka mampu berkolaborasi dengan tim bisnis dan dapat mendukung laju inovasi di OLX Indonesia. Semua talenta berasal dari dalam negeri,” ujarnya.
Menurut Doan, alasan utama OLX Indonesia merekrut tenaga kerja dari dalam negeri adalah turut mendukung upaya pemerintah membangun ekosistem dalam negeri, khususnya profesi ilmuwan data. Alasan lain, pekerja domestik lebih memahami konteks pertumbuhan bisnis digital di Tanah Air.
Di Bukalapak, tenaga kerja bidang teknologi informasi adalah lulusan perguruan tinggi di dalam negeri. Vice President of Engineering Bukalapak Ibrahim Arief beralasan, kemampuan tenaga kerja lulusan dalam negeri tidak kalah dari tenaga kerja asing. ”Kami memiliki 400 tenaga kerja lokal bidang TIK. Kami memang harus mengeluarkan upaya ekstra merekrut ke seluruh daerah dan WNI di luar negeri. Contohnya, ada lebih dari 40 talenta di Bukalapak yang sebelumnya diaspora Indonesia dan sekarang bergabung bersama kami,” katanya.
Memudahkan
Presiden Joko Widodo di Bogor, Jawa Barat, kemarin, menyebutkan, banyak anak muda bekerja di sektor informal, khususnya di sektor ekonomi digital. Hal ini dimungkinkan seiring perkembangan industri TIK yang memudahkan anak-anak muda memiliki usaha dalam jaringan.
Namun, pekerjaan informal ini sulit dideteksi secara statistik. Akibatnya, yang terlihat, banyak anak muda tidak memiliki pekerjaan formal.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, per Agustus 2017 terdapat 121,02 juta penduduk bekerja di Indonesia. Dari jumlah itu, 23,15 juta penduduk berusaha sendiri, dan 48,05 juta orang menjadi buruh atau karyawan.
Organisasi Buruh Internasional menyebutkan, angka pengangguran di kalangan muda cukup tinggi, yakni 19,4 persen.
Secara terpisah, Kementerian Perindustrian menilai potensi pengurangan kebutuhan tenaga kerja akibat penggunaan teknologi robotik dan digitalisasi di beberapa tahapan industri harus diminimalkan. Pengembangan vokasi melalui keterampilan spesifik merupakan salah satu cara untuk menyiapkan sumber daya manusia sesuai kebutuhan industri.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar mengemukakan, penggunaan teknologi diharapkan hanya mengalihkan sebagian pekerjaan tanpa mengurangi penyerapan tenaga kerja. Untuk itu, pemerintah mengembangkan berbagai keterampilan spesifik melalui program vokasi. ”Pengembangan ini berdasarkan kebutuhan industri. Perkembangan harus selalu diikuti,” kata Haris.
Kemenperin menilai pengetahuan dan penguasaan revolusi industri 4.0—yang mengombinasikan kecerdasan buatan, data raksasa, komputasi awan, serba internet, robotik, dan cetak tiga dimensi—sangat menentukan bagi industri. Industri di Indonesia yang dinilai siap masuk ke industri 4.0 adalah semen, petrokimia, otomotif, serta industri makanan dan minuman.
Secara terpisah, Direktur Pendidikan Tinggi, Iptek, dan Kebudayaan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Amich Alhumami, mengatakan, lulusan pendidikan vokasi jangan sampai tidak terserap dunia kerja. Karena itu, pendidikan vokasi harus dikembangkan dengan menajamkan bidang keahlian dan memetakan kebutuhan tenaga kerja terampil sesuai perkembangan dunia usaha dan industri.
(MED/CAS/INA/NIK/ELN)